BB2018, NASKAH PUISI YANG DILOMBAKAN BULAN BAHASA 2018 TINGKAT MAHASISWA
NYANYIAN TANAH
AIR
Karya Saini KM
Gunung-gunung
perkasa, lembah-lembah yang akan tinggal menganga
dalam hatiku.
Tanah airku, saya mengembara dalam bus
dalam kereta api
yang bernyanyi. Tak habis-habisnya hasrat
menyanjung dan
memuja engkau dalam laguku.
Bumi yang tahan
dalam derita, sukmamu tinggal terpendam
bawah
puing-puing, bawah darah kering di luka,
pada denyut
daging muda
Damaikan kiranya
anak-anakmu yang dendam dan sakit hati,
ya Ibu yang
parah dalam duka-kasihku!
Kutatap setiap
mata di stasiun, pada jendela-jendela terbuka
kucari fajar
semangat yang pijar bernyala-nyala
surya esok hari,
matahari sawah dan sungai kami
di langit yang
bebas terbuka, langit burung-burung merpati
1963
SAJAK SEORANG
PRAJURIT
Karya: Suminto A. Sayuti
(seorang prajurit telah meninggalkan pabarisan
sebab sebuah keyakinan bersarang dikalbunya :
orang tak harus menang)
palangan ditinggalkan
terompet perang tak didengarkan
gendawa ditinggalkan
busur dipatahkan).
ya, akulah seorang prajurit yang lolos
dan mencoba lolos dari kurukaserta
menjadi seonggok sajak yang tersesat
di pinggir belantara.
(yang mencatat aum serigala
yang mencatat cericit burung di belukar
yang basah oleh embun
yang kering oleh matahari
yang terjun dalam jeram
yang tersesat dalam ruang tata warna).
telah kutinggalkan palagan
sebab palagan sebenarnya ada dalam badan
telah kutanggalkan gendawa sebab gendawa
sebenarnya hati tanpa wasangka
telah kupatahkan busur
sebab busur sebenarnya keberanian tak pernah luntur.
akulah prajurit yang telah terpisah dari pabarisan
dan menciptakan medan dalam sanubari
Pandawa-korawa dalam daging-daging berduri
Krisna dalam samadi
kemenangan dalam angan-angan
panah, kereta, tombak,
kuda darah,strategi, tulang, singgasana,
Sejarah...
dalam diri
akulah prajurit dengan sejuta tombak tertancap
yang lolos dari genangan darah, tonggak-tonggak tulang
kerikil gigi, ganggang rambut, panji-panji perang.
akulah prajurit bersimbah darah
yang menyusun jitapsara dengan tinta kehidupan
duduk sendiri di pinggir hutan.
akulah prajurit pewaris tahta kerajaan
yang tersenyum pada langit dan bumi
dengan senandung air mengalir, irama ganggang tak kenal akhir
akulah prajurit yang diharapkan
dapat mematahkan lawan
dengan telak dalam satu kali gempuran
ya, akulah yang banyak berharap dan diharapkan
sehabis usia lunas disini :
peremouan-perempuan desa:
tak lagi menjadi buruh-buruh industri kota
tak lagi membanjiri lokal-lokal prostitusi
untuk sekedar mempertahankan hidupnya
para petani tak lagi berpikir
dan bertanya-tanya
besok pagi kita makan apa
para penguasa
tak lagi berorientasi pada status,
jabatan, kursi, kewenagan,
dan sejengkal perut
dan bakal terlahir atas nama sukmamu
seorang pembela kawula yang celaka dan tertindas
dari denyut ke denyut, dari waktu ke waktu
akulah seorang prajurit yang terluka
dan lari dari medan pebarisan
tapi, luka itu tak lagi berdarah
dan menyiksa Cinta berbunga
kapan usia mengain: aku hanya seorang manusia
RESONANSI INDONESIA
Karya: Ahmadun
Yosi Herfanda
bahagia saat kau
kirim rindu
termanis dari lembut hatimu
jarak yang memisahkan kita
laut yang mengasuh hidup nakhoda
pulau-pulau yang menumbuhkan kita
permata zamrud di katulistiwa
: kau dan aku
berjuta tubuh satu jiwa
kau semaikan benih-benih kasih
tertanam dari manis cintamu
tumbuh subur di ladang tropika
pohon pun berbuah apel dan semangka
kita petik bersama bagi rasa bersaudara
: kau dan aku
berjuta kata satu jiwa
kau dan aku
siapakah kau dan aku?
jawa, cina, aceh, batak, arab, dayak
sunda, madura, ambon, atau papua?
ah, tanya itu tak penting lagi bagi kita
: kau dan aku
berjuta wajah satu jiwa
ya, apalah artinya tembok pemisah kita
apalah artinya rahim ibu yang berbeda?
jiwaku dan jiwamu, jiwa kita
tulus menyatu dalam asuhan
burung garuda
Jakarta, 1984/1999
Karya: WS Rendra
Aku tulis sajak ini di bulan gelap raja-raja
Bangkai-bangkai tergeletak lengket di aspal jalan
Amarah merajalela tanpa alamat
Kelakuan muncul dari sampah kehidupan
Pikiran kusut membentur simpul-simpul sejarah
O, zaman edan!
O, malam kelam pikiran insan!
Koyak moyak sudah keteduhan tenda kepercayaan
Kitab undang-undang tergeletak di selokan
Kepastian hidup terhuyung-huyung dalam comberan
O, tatawarna fatamorgana kekuasaan!
O, sihir berkilauan dari mahkota raja-raja!
Dari sejak zaman Ibrahim dan Musa
Allah selalu mengingatkan
bahwa hukum harus lebih tinggi
dari ketinggian para politisi, raja-raja, dan tentara
O, kebingungan yang muncul dari kabut ketakutan!
O, rasa putus asa yang terbentur sangkur!
Berhentilah mencari Ratu Adil!
Ratu Adil itu tidak ada. Ratu Adil itu tipu daya!
Apa yang harus kita tegakkan bersama
adalah Hukum Adil
Hukum Adil adalah bintang pedoman di dalam prahara
Bau anyir darah yang kini memenuhi udara
menjadi saksi yang akan berkata:
Apabila pemerintah sudah menjarah Daulat Rakyat
apabila cukong-cukong sudah menjarah ekonomi bangsa
apabila aparat keamanan sudah menjarah keamanan
maka rakyat yang tertekan akan mencontoh penguasa
lalu menjadi penjarah di pasar dan jalan raya
Wahai, penguasa dunia yang fana!
Wahai, jiwa yang tertenung sihir tahta!
Apakah masih buta dan tuli di dalam hati?
Apakah masih akan menipu diri sendiri?
Apabila saran akal sehat kamu remehkan
berarti pintu untuk pikiran-pikiran kalap
yang akan muncul dari sudut-sudut gelap
telah kamu bukakan!
Cadar kabut duka cita menutup wajah Ibu Pertiwi
Airmata mengalir dari sajakku ini.
(Sajak ini dibuat di Jakarta pada tanggal 17 Mei 1998 dan
dibacakan Rendra di DPR pada tanggal 18 Mei 1998)
TAFAKUR
Karya: Pay
Lembang
Menatap langit
Aku memanggilmu
dalam luas lingkaran emas
Bulan terpangut
lebih setengah
Bintang kecil
dekap benderang
Bersanding,
membangun ruang cahaya
Memandang
wajahmu di senjakala
Tak kulihat
senyum getir terbungkus pekat awan dilangitmu
Lalu kulihat
raut wajah disepasang cermin hidup masa lalu
Tak jua utuh aku
memandangmu
Jujurmu pada
malam
Hatiku juga yang
kau tikam
Masa silam yang
kau sulam
Menenggelamkan
aku pada dendam...
Kau tahu, aku
membacamu dari waktu
Engkau maha
segala daya.
Komentar
Posting Komentar