NASKAH SYAIR YANG DILOMBAKAN PRAKTIKUM SASTRA KE-27 2018
SYAIR PERAHU
(Hamzah Fansuri)
Inilah gerangan suatu madah
mengarangkan syair terlalu indah,
membetuli jalan tempat berpindah,
di sanalah i’tikat diperbetuli sudah
Wahai muda kenali dirimu,
ialah perahu tamsil tubuhmu,
tiadalah berapa lama hidupmu,
ke akhirat jua kekal diammu.
Hai muda arif-budiman,
hasilkan kemudi dengan pedoman,
alat perahumu jua kerjakan,
itulah jalan membetuli insan.
Perteguh jua alat perahumu,
hasilkan bekal air dan kayu,
dayung pengayuh taruh di situ,
supaya laju perahumu itu
Sudahlah hasil kayu dan ayar,
angkatlah pula sauh dan layar,
pada beras bekal jantanlah taksir,
niscaya sempurna jalan yang kabir.
Perteguh jua alat perahumu,
muaranya sempit tempatmu lalu,
banyaklah di sana ikan dan hiu,
menanti perahumu lalu dari situ.
Muaranya dalam, ikanpun banyak,
di sanalah perahu karam dan rusak,
karangnya tajam seperti tombak
ke atas pasir kamu tersesak.
Ketahui olehmu hai anak dagang
riaknya rencam ombaknya karang
ikanpun banyak datang menyarang
hendak membawa ke tengah sawang.
Muaranya itu terlalu sempit,
di manakan lalu sampan dan rakit
jikalau ada pedoman dikapit,
sempurnalah jalan terlalu ba’id.
Baiklah perahu engkau perteguh,
hasilkan pendapat dengan tali sauh,
anginnya keras ombaknya cabuh,
pulaunya jauh tempat berlabuh.
Lengkapkan pendarat dan tali sauh,
derasmu banyak bertemu musuh,
selebu rencam ombaknya cabuh,
La ilaha illallahu akan tali yang teguh.
Barang siapa bergantung di situ,
teduhlah selebu yang rencam itu
pedoman betuli perahumu laju,
selamat engkau ke pulau itu.
La ilaha illallahu jua yang engkau ikut,
di laut keras dan topan ribut,
hiu dan paus di belakang menurut,
Pertetaplah kemudi jangan terkejut
Laut Silan terlalu dalam,
di sanalah perahu rusak dan karam,
sungguhpun banyak di sana menyelam,
larang mendapat permata nilam.
Laut Silan wahid al kahhar,
riaknya rencam ombaknya besar,
anginnya songsongan membelok sengkar
perbaik kemudi jangan berkisar.
Itulah laut yang maha indah,
ke sanalah kita semuanya berpindah,
hasilkan bekal kayu dan juadah
selamatlah engkau sempurna musyahadah.
Silan itu ombaknya kisah,
banyaklah akan ke sana berpindah,
topan dan ribut terlalu ‘azamah,
perbetuli pedoman jangan berubah
Laut Kulzum terlalu dalam,
ombaknya muhit pada sekalian alam
banyaklah di sana rusak dan karam,
perbaiki na’am, siang dan malam.
Ingati sungguh siang dan malam,
lautnya deras bertambah dalam,
anginpun keras, ombaknya rencam,
ingati perahu jangan tenggelam.
Jikalau engkau ingati sungguh,
angin yang keras menjadi teduh
tambahan selalu tetap yang cabuh
selamat engkau ke pulau itu berlabuh.
Sampailah ahad dengan masanya,
datanglah angin dengan paksanya,
belajar perahu sidang budimannya,
berlayar itu dengan kelengkapannya.
Wujud Allah nama perahunya,
ilmu Allah akan [dayungnya]
iman Allah nama kemudinya,
“yakin akan Allah” nama pawangnya
“Taharat dan istinja’” nama lantainya,
“kufur dan masiat” air ruangnya,
tawakkul akan Allah jurubatunya
tauhid itu akan sauhnya.
Salat akan nabi tali bubutannya,
Salat akan nabi tali bubutannya,
istigfar Allah akan layarnya,
“Allahu Akbar” nama anginnya,
subhan Allah akan lajunya.
“Wallahu a’lam” nama rantaunya,
“iradat Allah” nama bandarnya,
“kudrat Allah” nama labuhannya,
“surga jannat an naim nama negerinya
Karangan ini suatu madah,
mengarangkan syair tempat berpindah,
di dalam dunia janganlah tam’ah,
di dalam kubur berkhalwat sudah.
Kenali dirimu di dalam kubur,
badan seorang hanya tersungkur
dengan siapa lawan bertutur?
di balik papan badan terhancur.
Di dalam dunia banyaklah mamang,
ke akhirat jua tempatmu pulang,
janganlah disusahi emas dan uang,
itulah membawa badan terbuang.
Tuntuti ilmu jangan kepalang,
di dalam kubur terbaring seorang,
Munkar wa Nakir ke sana datang,
menanyakan jikalau ada engkau sembahyang
Tongkatnya lekat tiada terhisab,
badanmu remuk siksa dan azab,
akalmu itu hilang dan lenyap,
(baris ini tidak terbaca)
Munkar wa Nakir bukan kepalang,
suaranya merdu bertambah garang,
tongkatnya besar terlalu panjang,
cabuknya banyak tiada terbilang
Kenali dirimu, hai anak dagang!
di balik papan tidur telentang,
kelam dan dingin bukan kepalang,
dengan siapa lawan berbincang?
La ilaha illallahu itulah firman,
Tuhan itulah pergantungan alam sekalian,
iman tersurat pada hati insap,
siang dan malam jangan dilalaikan.
La ilaha illallahu itu terlalu nyata,
tauhid ma’rifat semata-mata,
memandang yang gaib semuanya rata,
lenyapkan ke sana sekalian kita.
La ilaha illallahu itu janganlah kaupermudah-mudah,
sekalian makhluk ke sana berpindah,
da’im dan ka’im jangan berubah,
khalak di sana dengan La ilaha illallahu.
La ilaha illallahu itu jangan kaulalaikan,
siang dan malam jangan kau sunyikan,
selama hidup juga engkau pakaikan,
Allah dan rasul juga yang menyampaikan.
La ilaha illallahu itu kata yang teguh,
memadamkan cahaya sekalian rusuh,
jin dan syaitan sekalian musuh,
hendak membawa dia bersungguh-sungguh.
La ilaha illallahu itu kesudahan kata,
tauhid ma’rifat semata-mata.
hapuskan hendak sekalian perkara,
hamba dan Tuhan tiada berbeda.
La ilaha illallahu itu tempat mengintai,
medan yang kadim tempat berdamai,
wujud Allah terlalu bitai,
siang dan malam jangan bercerai.
La ilaha illallahu itu tempat musyahadah,
menyatakan tauhid jangan berubah,
sempurnalah jalan iman yang mudah,
pertemuan Tuhan terlalu susah.
SYAIR IKAN TERUBUK
(Ulul Azmi)
Bismillah itu permulaan
kalam
Dengan nama Alllah
khalik al-alam
Melimpahkan rahmat
siang dan malam
kepada segala mukmin
dan islam
mula dikarang ikan
terubuk
lalai memandang ikan di
lubuk
hatidan jantung bagai
serbuk
laksana kayu dimakan
bubuk
asal terubuk ikan puaka
tempatnya konon dilaut
melaka
siang dan malam berhati
duka
sedikit tidak menaruh
suka
pagi dan petang duduk
bercinta
berendam dengan airnya
mata
kalbunya tidak
menderita
kerana mendengar khabar
berita
pertama mula terubuk
merayu
berbunyilah guruh
mendayu-dayu
senantiasa berhati sayu
terkenangkan puteri
ikan puyu-puyu
puteri puyu-puyu kon
namanya
di dalam kolam konon
tempatnya
cantik menjelis barang
lakunya
patutlah dengan budi
bahasanya
koolamnya konon di
Tanjung Padang
di sana lah tempat
terubuk bertandang
pinggangnya ramping
dadanya bidang
hancurlah hati terubuk
memandang
muda menentang dari
saujana
melihat puteri terlalu
lena
hati di dalam bimbang
gulana
duduk bercinta tiada
semena
gundah gulana tiada
ketahuan
lalulah pulang muda
bangsawan
setelah sampai ke
Tanjung Tuan
siang dan malam
igau-igauan
setelah hari hampirkan
senja
puteri siap hendak
memuja
jika sungguh asal raja
disampaikan Allah
barang disaja
berlimau mandi tuan
puteri
lalulah masuk kedalam
puri
meminta dia seorang
diri
sampailah waktu
dinihari
Ya Ilahi ,Ya Tuhanku
apakah sudah demikian
laku
dengan berkat nenek
moyangku
disampaikan dewata
barang pintaku
selang tidak berapa
antara
turunlah ribut dengan
segera
kilat dan petir tidak
terkira
datuk nenek turun dari
udara
membawa sepohon
batangnya pulai
datang dari Tanjung
Balai
eloknya tidaklah
ternilai
puteri melihat hairan
terlalai
pulainya rendang dengan
rampaknya
di tengah kolah terdiri
dianya
sampailah waktu dengan
janjinya
puteri melompat keatas
pucuknya
dengan berkat segala
aulia
perkataan puteri terhentilah
ia
belum;lah sampai daya
upaya
tiada pertemuan apakan
daya
berlida menyahut sambil
bercura
lemah lembut bunyi
suara
puteri nin sudah naik
udara
dengan bala segala
tentera
pari pun kembali
menghadap baginda
berdatang sembah
lakunya syahda
dualat tuanku dule
seripada
tuan puteri sudah tiada
sudah naik ke atas
udara
belida gerangan punya
bicara
kepada tuanku jangan
ketara
silakan tuanku ke laut
negara
demi baginda mendengar
kata
tunduk berhamburan
airnya mata
putuslah harap rasnya
beta
belumlah lagi pertemuan
kita
terubuk berenang lalu
ke laut
sekalian ramai yang
mengikut
hati di dalam terlalu
kusut
bagaikan datang rasanya
takut
kain putih bersampul
pulih
pakaian anak raja
perempuan
yang dicita tidaklah
boleh
sudahlah nasib badanku
tuan
anggur jabat tanaman
Judah
tanam melati di
jambangan
janganlah dijabat yang
telah sudah
rosaklah hati yang
berpanjangan
muda pun datang kepada
tempatnya
hancur luluh rasa
hatinya
sebab tak sampai bagai
kehendaknya
duduk bercinta di dalam
hatinya
SYAIR BURUNG PUNGGUK
(Roslan Madun)
Pertama
mula Pungguk merindu,
Berbunyilah guruh mendayu-dayu,
Hatinya rawan bercampur pilu,
Seperti dihiris dengan sembilu.
Pungguk bermadah seraya merawan,
“wahai Bulan,terbitlah tuan,
Gundahku tidak berketahuan,
Keluarlah tercelah awan,”
Sebuah tilam kita beradu,
Mendengarkan pungguk merindu,
Suaranya halus tersedu-sedu,
Laksana orang berahikan jodoh
Pungguk merawan setiap bulan,
Sebilang jitun berlompatan,
Bulan mengandung disebelah lautan,
Mendengarnya bersambut-sambutan….
Di atas beraksa berapa lama,
Gilakan cahaya bulan purnama,
Jikalau bulan jatuh kerama,
Di manakah dapat pungguk bersama.
“Pungguk bermadah seraya merawan,
Wahai bulan terbitlah tuan,
Gundahku tidak berketahuan,
Keluarlah bulan tercelah awan,”
Berbunyilah guruh mendayu-dayu,
Hatinya rawan bercampur pilu,
Seperti dihiris dengan sembilu.
Pungguk bermadah seraya merawan,
“wahai Bulan,terbitlah tuan,
Gundahku tidak berketahuan,
Keluarlah tercelah awan,”
Sebuah tilam kita beradu,
Mendengarkan pungguk merindu,
Suaranya halus tersedu-sedu,
Laksana orang berahikan jodoh
Pungguk merawan setiap bulan,
Sebilang jitun berlompatan,
Bulan mengandung disebelah lautan,
Mendengarnya bersambut-sambutan….
Di atas beraksa berapa lama,
Gilakan cahaya bulan purnama,
Jikalau bulan jatuh kerama,
Di manakah dapat pungguk bersama.
“Pungguk bermadah seraya merawan,
Wahai bulan terbitlah tuan,
Gundahku tidak berketahuan,
Keluarlah bulan tercelah awan,”
SELENDANG DELIMA
(Muhammad Jaruki)
Syahdannya
dulu
Bandar
yang beruntung
Negeri
dumai
Berbalai
agung
Kerajaannya
bernama
Sri
bunga Tanjung
Rajanya
bijak
Patut
disanjung
Ratu
cik sima
Nama
rajanya
Konon
mempunyai
Tujuh
putrinya
Selalu
bermain
Di
taman bunga
Bagaikan
dewi
Turun
ke buana
Puteri
bungsu
Muda
bestari
Mayang
mengurai
Gelak
diberi
Jadi
sanjungan
Anak
negeri
Bagaikan
kuntum
Indah
bestari
Raja
seberang
Datang
meminang
Puteri
bungsu
Cantik
tak terbilang
Karena
melangkah
Pantang
dan larang
Pinangan
di tolak
Maksud
terhalang.
Komentar
Posting Komentar