JAWA :
Dongeng Nusantara : Cerita Rakyat Ande Ande Lumut
Pada zaman dahulu, ada sebuah Kerajaan besar yang bernama Kerajaan Kahuripan. Namun, untuk mencegah perang persaudaraan Kerajaan Kahuripan di bagi menjadi dua Kerajaan, yaitu Kerajaan Kediri dan Kerajaan Jenggala. Suatu hari sebelum Raja Erlangga meninggal, ia berpesan untuk menyatukan kembali kedua Kerajaan tersebut.
Akhirnya, kedua Kerajaan tersebut bersepakat untuk menyatukan kedua Kerajaan, dengan cara menikahkan Pangeran dari Kerajaan Jenggala, yaitu Raden Panji Asmarabangun. Dengan Putri cantik Dewi Sekartaji dari Kerajaan Kediri.
Namun, keputusan untuk menikahkan Pangeran Raden Panji Asmarabangun dengan Putri Sekartaji, di tentang oleh Ibu Tiri Putri Sekartaji. Karena Istri kedua dari kerajaan Kediri menginginkan Putri kandungnya sendiri yang menjadi Ratu Jenggala. Akhirnya, ia merencanakan untuk menculik dan menyembunyikan Putri Sekartaji dan ibu kandungnya.
Suatu hari, Raden Panji datang ke Kerajaan Kediri untuk menikah dengan Dewi Sekartaji. Namun, Putri Sekartaji sudah menghilang. Mengetahui hal itu Pangeran Panji sangat kecewa. Namun, Ibu tiri Putri Sekartaji membujuknya untuk tetap melangsungkan pernikahan tersebut. Putri Sekartaji di gantikan dengan Putri kandungnya Intan Sari. Namun, Pangeran langsung menolak usulan tersebut.
Karena sangat kecewa, Pangeran Panji memutuskan untuk mencari Putri Sekar dan Ibunya. Ia akhirnya mengganti namanya menjadi Ande-ande Lumut. Suatu hari, ia menolong seorang Nenek yang sedang kesusahan yang bernama Mbok Randa. Akhirnya, mbok Randa mengangkatnya sebagai anak angkat dan tinggal dirumah Mbok Randa.
Suatu hari, Ande-ande Lumut meminta ibu angkatnya untuk mengumumkan bahwa ia sedang mencari calon istri. Banyak gadis-gadis desa di sekitar desa Dadapan untuk bertemu dan melamar Ande-ande Lumut. Namun, tidak seorangpun yang ia terima untuk di jadikan istrinya.
Sementara, Putri Sekar dan ibunya Candrawulan berhasil membebaskan diri dari sekapan ibu tirinya. Mereka pun mengirimkan pesan melalui Burung Merpati untuk di sampai kepada Raja dari Kerajaan Kediri. Mengetahui bahwa Putri Sekar dan Ibunya mengirimkan surat. Intan Sari dan Ibunya segera melarikan diri.
Putri Sekar sangat senang dan berniat untuk bertemu dengan Pangeran Panji. Namun, ia pun kecewa karena Pangeran Panji sudah pergi berkelana. Ia pun memutuskan untuk berkelana juga untuk mencari Pangeran Panji.
Suatu hari, ketika Putri Sekar tiba di rumah seorang janda yang mempunya tiga anak gadis cantik. Nama ke tiga Janda tersebut adalah, Klenting Merah, Kelentin Biru dan Klenting Ijo. Akhirnya, Putri Sekar pun mengganti namanya menjadi Klenting Kuning.
Mendengar berita yang bersumber dan desa Dadapan kabar itu menyebutkan jika Mbok Randa mempunyai anak angkat, seorang pemuda yang sangat tampan wajahnya_ Ande-ande Lumut namanya. Ketampanan Ande-ande Lumut sangat terkenal menjadi buah bibir dimana-rnana. Banyak gadis yang datang ke desa Dadapan untuk melamar anak angkat Mbok Randa itu.
Kabar tentang Ande-ande Lumut sedang mencari Istri terdengar oleh ke ke empat gadis cantik tersebut. Akhirnya, Janda tersebut menyuruh anak-anaknya untuk pergi menemui Ande-Ande Lumut.
Suatu hari, mereka segera berangkat. Namun, mereka hanya pergi bertiga karena Klenting Kuning mempunyai pekerjaan rumah yang belum selesai. Mereka bertiga saling mendahului agar terpilih oleh Ande-ande Lumut. Namun, di tengah perjalanan mereka sangat kebingungan karena harus menyebrang sungai. Di tengah kebingungan tersebut. Tiba-tiba, muncullah. Pemuda bernama Yuyu Kakang. Ia menawarkan untuk mengantarkan mereka menyebrang. Tapi, Yuyu Kakang mengajukan satu syarat. ‘’ Jika sudah menyebrangkan kalian, maka perbolehkan aku untuk mencium kalian bertiga’’ pada awalnya mereka menolak. Namun, karena itu jalan satu-satunya mereka pun terpaksa menyetujui persyaratan tersebut.
Sesampainya di rumah mbok Randa, mereka langsung memperkenalkan diri satu persatu. Melihat kedatangn ketiga gadis cantik tersebut, ia segera memanggil Ande-ande Lumut. Namun, ia langsung menolak ketiga gadis tersebut.
Sementara itu, setelah menyelesaikan pekerjaannya Kleting Kuning. Kleting Kuning pun juga berniat datang ke desa Dadapan Untuk bertemu dengan Ande-ande Lumut. Keinginan itu disarnpaikannya kepada ibu angkatnya. Kleting Kuning berangkat menyusul ketiga Kleting lainnya. Tibalah ia di tepi sungai. Ia pun merasa kebingungan untuk menyebrang. Namun, lagi-lagi Yuyu Kangkang datang menawarkan bantuannya. Sama seperti ketiga Klenting setelah di sebrangkan Klenting Kuning harus bersedia untuk di cium. Klenring Kuning pun segera naik ke punggung Yuyu Kangkang.
Setelah mereka tiba di seberang, Kleting Kuning langsung membuka kotoran ayam yang dibungkus daun pisang. Ia mengoleskannya pada kedua pipinya. Yuyu Kangkang kemudian menagih janji. Kleting Kuning segera memasang pipinya yang diolesi kotoran ayam. Yuyu Kakang pun marah dan menyuruhnya segera pergi.
Ande-ande Lumut menolak ke tiga Klenting karena telah di cium oleh Yuyu Kangkang. Tiba-tiba, Ande-ande Lumut sangat terkejut ketika melihat kedatangan Klenting Kuning. Mbok Randa sangat heran melihat sikap anak angkatnya. Banyak gadis-gadis cantik yang datang untuk melamarnya. Namun, ia tolak dengan berbagai alasan. Tapi, melihat Klenting Kuning yang berpakaian sangat kumal dan badannya yang sangat bau malah di sambut dengan wajah bahagia dan berseri-seri.
Akhirnya, Mbok Randa pun terdiam. Ia mengikuti Ande-Ande Lumut menemui gadis itu. Sementar, Kleting Kuning terkejut sekali melihat Ande-Ande Lumut adalah tunangannya, Raden Panji Asmarabangun.
Akhirnya, di depan semua orang, Klenting Kuning langsung mengubah diri menjadi Putri Sekartaji. Semua orang sangat terkejut melihat sosoknya yang sangat cantik. Ketiga kakak angkatnya pun sangat terkejut ketika mengetahui jika sosok yang selama itu mereka perlakukan dengan tidak baik itu ternyata Putri Sekartaji.
Tak lama kemudian, mereka di kejutkan oleh Ande-ande Lumut yang membuka dirinya. Ia tidak lain adalah Pangeran Raden Panji. Kedua sejoli tersebut sangat bahagia karena dapat bertemu kembali. Akhirnya, Raden Panji langsung membawa Putri Sekar dan ibu angkatnya Mbok Randa ke Kerajaan Jenggala. Mereka pun segera melangsungkan pernikahan.
Akhirnya Kerajaan Kediri dan Kerajaan Jenggala dapat bersatu kembali.
Pesan moral dari cerita ini adalah jika kita berbuat baik, kita akan mendapatkan kebahagiaan dan kesuksesan di kemudian hari. Sedangkan jika kita berbuat sesuatu yang buruk maka akan mendapatkan kesedihan di masa yang akan datang.
Sumatera :
Dongeng Nusantara : Cerita Rakyat Asal Usul Kota Dumai
Dahulu, di Dumai ada sebuah kerajaan yang dipimpin oleh seorang ratu bernama Cik Sima. Kerajaan tersebut bernama Kerajaan Seri Bunga Tanjung. Cik Sima mempunyai tujuh orang putri yang cantik-cantik. Di antara ketujuh putrinya, putri bungsulah yang paling cantik. la bernama Mayang Sari.
Suatu hari, ketujuh putri ini sedang mandi di Lubuk Sarong Umai. Mereka tidak menyadari bahwa ada orang yang sedang memerhatikan mereka. Pangeran Empang Kuala yang secara tidak sengaja sedang melewati daerah itu terkagum-kagum dengan kecantikan ketujuh putri itu. Namun, matanya terpaku pada Putri Mayang Sari.
“Hmm, cantik sekali gadis itu. Gadis cantik di Lubuk Umai. Dumai… Dumai,” bisiknya pada diri sendiri.
Sekembalinya ke kerajaan, Pangeran Empang Kuala memerintahkan utusannya untuk pergi ke Kerajaan Seri Bunga Tanjung untuk meminang Putri Mayang Sari. Secara adat, Cik Sima menolak dengan halus pinangan kepada putri bungsunya, karena seharusnya putri tertualah yang harusnya menerima pinangan lebih dahulu.
Pangeran Empang Kuala murka mendengar pinangannya ditolak. Lulu, ia mengerahkan pasukannya untuk menyerbu Kerajaan Seri Bunga Tanjung. Mendapat serangan tersebut, Cik Sima segera mengamankan ketujuh puterinya ke dalam hutan. Mereka disembunyikan di sebuah lubang yang ditutupi atap terbuat dari tanah dan dihalangi oleh pepohonan. Cik Sima juga membekali ketujuh puterinya bekal makanan selama tiga bulan. Setelah itu, Cik Sima kembali ke medan perang.
Pertempuan berlangsung selama berbulan-bulan. Telah lewat tiga bulan pertempuran tidak juga selesai dan pasukan Cik Sima semakin terdesak. Korban sudah banyak sekali berjatuhan dan kerajaan pun porak poranda. Akhirnya, Cik Sima meminta bantuan jin yang sedang bertapa di Bukit Hulu Sungai Umai.
Ketika Pangeran Empang Kuala dan pasukannya sedang beristirahat di bagian hilir Sungai Umai pada malam hari, tiba tiba saja ribuan buah bakau berjatuhan menimpa pasukan Pangeran Empang Kuala yang sedang beristirahat. Sebentar saja pasukan tersebut dapat dilumpuhkan. Pangeran Empang Kuala pun terluka.
Dalam kondisi yang lemah itu, datanglah utusan Ratu Cik Sima.
“Hamba datang sebagai utusan Ratu Kerajaan Seri Bunga Tanjung. Ratu meminta Tuan untuk menghentikan peperangan ini. Peperangan ini tidak ada kebaikannya bagi kedua belch pihak. Hanya akan menimbulkan kesengsaraan,” kata utusan Ratu Cik Sima
Pangeran Empang Kuala menyadari bahwa pihaknyalah yang memulai semua kerusakan ini. Akhirnya, ia memerintahkan pasukannya untuk mundur.
Sepeninggal pasukan Pangeran Empang Kuala, Ratu Cik Sima bergegas menuju tempat persembuyian ketujuh putrinya. Namun, ia sangat terpukul, karena dilihatnya ketujuh puterinya telah meninggal dunia, karena kelaparan. Peperangan berlangsung Iebih lama dari perkiraan mereka, sehingga bekal makanan yang ditinggalkan tidak cukup.
Ratu Cik Sima tak kuasa menahan sesal dan kesedihan atas kehilangan putri-putrinya. la jatuh sakit dan meninggal dunia.
Konon, kata Dumai diambil dari kata-kata Pangeran Empang Kuala ketika sedang melihat Putri Mayang Sari di sungai. Kini, di Kota Dumai terdapat situs bersejarah, yaitu sebuah persanggrahan Putri Tujuh yang letaknya di daerah wilayah kilang Minyak PT Pertamina Dumai.
Pesan moral dari cerita ini adalah permusuhan akan menimbulkan kerugian dan penyesalan.
Dongeng Nusantara : Cerita Rakyat Si Pahit Lidah
Dahulu di Sumatera Selatan tepatnya di daerah Sumidang ada sebuah kerajaan besar. Di Kerajaan itu hidup seseorang pangeran yang bernama Serunting. la memiliki sifat iri hati terhadap apa yang dimiliki orang lain. Pangeran Serunting telah memiliki istri. lstrinya memiliki seorang adik yang bernama Aria Tebing, yang kini menjadi adik ipar Pangeran Serunting.
Serunting dan Aria Tebing masing-masing memiliki ladang, letak ladang mereka bersebelahan yang hanya dipisahkan pepohonan. Dan di bawah pepohonan itu tumbuh tanaman Cendawan. Namun, Cendawan yang tumbuh itu menghasilkan hal yang jauh berbeda. Jika diamati Cendawan yang menghadap ke arah ladang milik Aria Tebing tumbuh menjadi logam emas.
Sedangkan Cendawan yang menghadap ke arah ladang milik Serunting tumbuh menjadi tanaman parasit tanaman tidak berguna.
Mengetahui hal tersebut, Serunting menjadi iri hati pada Aria Tebing, setiap hari ia terus berburuk sangka pada adik iparnya itu, “Cendawan yang menghadap ke ladangku tumbuh menjadi tanaman yang tidak berguna, sedangkan yang menghadap ke arah ladang milik Aria Tebing tumbuh menjadi logam emas. Aku yakin, Ini pasti perbuatan Aria Tebing”.
Keesokan harinya, Serunting menghampiri Aria Tebing dengan perasaan dendam dan marah, ia kemudian mengajak Aria Tebing untuk berduel. “Kau telah berbuat curang kepadaku! Aku menantangmu untuk berduel esok hari!!” ucap Serunting.
“Tapi, tapi aku tidak pernah berbuat curang,” sahut Aria Tebing. Serunting tidak memperdulikannya, ia tetap menantangnya untuk berduel. Aria Tebing kebingungan. la tahu bahwa kakak iparnya itu adalah orang yang sakti, setelah lama berpikir, akhirnya Aria Tebing mendapat ide.
la kemudian menceritakan kejadian itu dan membujuk kakak kandungnya yang tak lain adalah istri dari serunting untuk memberitahukan rahasia kelemahan Serunting.
“Kak, beritahukanlah aku rahasia kelemahan suamimu. Aku dalam keadaan terdesak, jika aku kalah maka aku akan terbunuh,” ucap Aria Tebing memohon.
“Maaf adikku, aku tak mau mengkhianati suamiku, aku tak bisa memberi tahumu,” jawab istri serunting keberatan.
“Percayalah kak, ini demi adikmu! Jika aku mengetahui kelemahan suamimu, aku tidak akan membunuhnya,” bujuk Aria tebing lagi.
Akhirnya istri Serunting iba melihat adiknya yang terus memohon, kemudian ia memberitahukan bahwa kesaktian Serunting berada pada tumbuhan ilalang yang bergetar meskipun tak tertiup angin.
Keesokan harinya, sebelum bertanding, Aria Tebing sudah menancapkan tombaknya ke ilalang yang bergetar meskipun tak tertiup angin. Serunting pun akhirnya terluka parah dan kalah.
Serunting mengetahui bahwa istrinya lah yang memberi tahu Aria Tebing tentang kelemahannya, merasa dikhianati akhirnya Serunting pergi mengembara, ia bertapa di Guning Siguntang.
Saat sedang bertapa, ia mendengar suara Hyang Mahameru, “Wahai Serunting! Aku akan menurunkan ilmu kekuatan gaib kepadamu, apakah kau maul’ tanya Hyang Mahameru.
“Aku mau kekuatan gaib itu, wahai Hyang Mahameru, aku mau kekuatan itu,” jawab Serunting.
“Tapi, ada satu syarat yaitu kau harus bertapa di bawah pohon bambu. Setelah tubuhmu ditutupi oleh daun-daun dari pohon bambu itu, maka kamu berhasil mendapatkan kekuatan itu,” ucap Hyang Mahameru.
Dua tahun berlalu, Serunting masih bertapa, akhirnya daun-daun dari pohon bambu sudah menutupinya. Kini ia memiliki kesaktian yaitu setiap perkataan yang keluar dari mulutnya akan menjadi kenyataan dan kutukan.
Suatu hari, ia berniat ingin pulang ke kampung halamannya, di Sumidang. Di perjalanannya, ia mengutuk semua pohon tebu menjadi batu. “Hai pohon tebu, jadilah Batu,” teriaknya lantang. Dan dalam sekejap, pohon-pohon tebu tersebut menjadi batu. Lalu di sepanjang tepi Sungai iambi, ia kembali mengutuk semua orang yang ia jumpai menjadi batu.
Lama-kelamaan Serunting menjadi orang yang angkuh dan sombong. Akhirnya orang menjulukinya dengan nama Si Pahit Lidah. Namun saat Serunting tiba di sebuah Bukit Serut yang gundul, ia mulai menyadari kesalahannya. Lalu ia mengubah Bukit Serut menjadi hutan kayu. Dalam sekejap bukit itu berubah menjadi hutan kayu hingga masyarakat setempat berterima kasih kepadanya karena bukit itu telah menjadi hutan kayu yang akan menghasilkan hasil kayu yang berlimpah dan dijual di pasar untuk mencukupi kebutuhan hidup.
Kemudian ia melanjutkan perjalanan dan tiba di Desa Karang Agung. Serunting melihat gubuk tua yang dihuni suami-istri yang sudah tua. Serunting mendatangi sepasang suami istri tua renta itu. Serunting berpura-pura meminta seteguk air minum.
Sepasang kakek dan nenek itu sangat ramah dan baik hati. Ternyata sudah lama mereka ingin dikaruniai seorang anak untuk membantu mereka bekerja. Serunting pun mengabulkannya.
Ketika melihat ada sehelai rambut yang rontok menempel pada baju sang nenek, Serunting mengambilnya lalu mengubah rambut itu menjadi seorang bayi. Pasangan tua itu bahagia dan berterima kasih kepada Serunting.
Serunting bahagia bisa membantu orang lain. Di sisa perjalanannya, Serunting belajar untuk membantu dan berusaha menolong orang yang kesulitan. Namun meskipun kalimat yang keluar dari mulutnya adalah kalimat baik dan untuk membantu orang yang membutuhkan, tetap saja orang-orang masih menjulukinya dengan nama Si Pahit Lidah.
Pesan moral dari cerita ini adalah manfaatkanlah ilmu yang telah kita miliki untuk berbuat baik dan membantu sesama. Dan juga kita haruslah berhati-hati dalam berucap karena ucapan kita bisa menyakiti orang lain.
Dongeng Nusantara : Cerita Rakyat Si Kelingking
Alkisah, hiduplah sepasang suami istri di sebuah desa di Pulau Belitung. Walaupun hidup miskin, mereka tetap rukun dan bahagia. Namun, mereka belum mempunyai anak. Mereka tidak putus asa, hampir setiap saat berdoa kepada Tuhan.
“Ya, Tuhan! Karuniakanlah kepada kami seorang anak, walaupun sebesar kelingking!” Itulah doa yang selalu mereka panjatkan. Tidak berapa lama sang istri mengandung.
Beberapa bulan kemudian, sang istri pun melahirkan. Alangkah terkejutnya mereka, ketika melihat bayinya hanya sebesar kelingking. Oleh karena itu, mereka memberinya nama Si Kelingking.
Pada awalnya mereka sulit menerimanya. Walaupun badannya sangat kecil, tetapi Si Kelingking mampu menghabiskan makanan yang banyak. Kesabaran mereka seperti sirna menghadapi Si Kelingking yang sangat rakus. Akhirnya, mereka sepakat untuk membuang jauh-jauh Si Kelingking.
Pada suatu hari, sang ayah mengajak Si Kelingking ke hutan untuk mencari kayu. Setibanya di tengah hutan, sang ayah segera menebang pohon besar yang diarahkan kepada anaknya. Beberapa saat kemudian, pohon besar itu pun roboh menimpa Si Kelingking. Setelah memastikan dan yakin anaknya mati, sang ayah segera kembali ke rumahnya. Mendengar cerita suaminya, sang istri pun menjadi senang. Mereka lupa bahwa membunuh anak sendiri adalah perbuatan tercela.
“Bang! Mulai hari ini, hidup kita akan tenang,” kata sang istri kepada suaminya. Baru saja kata-kata itu terlontar dari mulut istrinya, tiba-tiba terdengar suara teriakan dari luar rumah.
“Ayah…! Ayah…! Diletakkan di mana kayu ini.” Suara keras terdengar dari luar rumah.
Istrinya pun bertanya, “Bang! Bukankah anak itu sudah mati?” tanya istrinya heran.
“Ayo, kita lihat!” seru sang suami penasaran. Mereka sangat terkejut melihat si Kelingking sedang memikul sebuah pohon besar di pundaknya. Setelah meletakkan kayu besar itu, Si Kelingking langsung mencari makanan di rumahnya. Karena merasa kelaparan, ia pun menghabiskan sebakul nasi. Sementara ayah dan ibunya hanya duduk terbengong-bengong melihat anaknya, tidak tahu apa yang harus mereka perbuat.
Singkat cerita, meskipun sudah beberapa kali disingkirkan, tetapi ia tetap kembali lagi. Tak ada akal untuk mengenyahkannya lagi dari kehidupan mereka. Ketika melihat Si Kelingking begitu lahapnya makan dan seolah tak pernah tahu niat jahat orang tuanya, akhirnya mereka tersadar. Si Kelingking adalah darah dagingnya, sudah seharusnya ia dipelihara dengan baik. Sejak saat itu, mereka menerima keadaan Si Kelingking apa adanya. Ternyata keberadaan Si Kelingking sangat berguna, dengan tenaganya yang besar, Si Kelingking mampu melakukan pekerjaan yang berat. Pada akhirnya kehidupan mereka menjadi lebih baik, Si Kelingking menjadi sumber tambahan penghasilan keluarganya.
Pesan moral dari cerita ini adalah setiap ucapan adalah doa dan kita tidak boleh memandang rendah orang lain, karena setiap orang punya kelebihan dan kekurangan.
Papua :
Dongeng Nusantara : Cerita Rakyat Kisah Batu Keramat
Tersebutlah di sebuah gunung yang berada di daerah Wawuti, Yapen Timur. Gunung Kamboi Rama namanya. Warga yang berdiam di sekitar gunung itu sering berkumpul dan mengadakan pesta adat di gunung itu.
Di gunung Kamboi Rama itu tinggal Dewa Iriwonawai. Dewa Iriwonawai mempunyai sebuah tifa ajaib yang diberi nama Soworoi atau Sokirei. Jika tifa ajaib itu dibunyikan, orang-orang akan segera berdatangan dan berkumpul. Hanya orang-orang tua yang mempunyai kekuatan gaib saja yang dapat melihat tifa ajaib Soworai, meski orang-orang berusaha melihatnya.
Dewa Iriwonawai mempunyai sebuah dusun bernama Aroempi. Semula, banyak tanaman sagu tumbuh di dusun itu. Namun, tanaman-tanaman sagu itu terus berkurang jumlahnya hingga akhirnya habis tak tersisa. Dewa Iriwonawai menjadi murka. Karena takut dengan kemarahan Dewa Iriwonawai, rakyat pun berpindah tempat ke pantai yang kemudian tempat itu dinamakan Randuayaivi.
Di dusun Aroempi tinggal Dewa Iriwonawai beserta istrinya dan sepasang suami istri berna ma Irimiami dan Isoray. Syandan pada suatu hari Isoray berniat menjemur diri. Ia duduk di atas sebuah batu. Batu yang diduduki Isoray mendadak mengeluarkan asap panas. Isoray yang merasa kepanasan segara bangkit dari duduknya. Apa yang dirasakannya lantas diceritakannya kepada Irimiami. Irimiami lalu mencoba duduk di atas batu itu. Ia juga merasakan kepanasan. Ia mendapati uap panas mengepul keluar dari batu itu setelah meneliti.
Irimiami sejenak merenung. Teringat ia pada daging rusa simpanannya. Ia sangat penasaran, apa jadinya jika daging rusa itu diletakkan di atas batu itu? Irimiami lalu mengambil daging rusa dan meletakkannya di atas batu. Dilihatnya daging itu menjadi mengering dan ketika dicicipinya, rasa daging itu menjadi enak. Isoray juga mengakui, daging rusa itu lebih enak setelah diletakkan di atas batu panas. Maka, sejak saat itu Irimiami dan Isoray senantiasa meletakkan makanan di atas batu panas itu sebelum memakannya.
Pada suatu hari Irimiami dan Isoray menggosok-gosokkan bambu di atas batu panas. Bambu itu langsung putus dan akibat gosokan itu menimbulkan sesuatu yang berwarna kemerah-merahan. Rasanya panas ketika sesuatu berwarna kemerah-merahan itu terkena kulit tangan suami istri tersebut. Suami istri itu lantas mengumpulkan rumput dan daun kering dan meletakkannya di atas batu panas. Beberapa saat kemudian suami istri itu melihat asap putih bergumpal-gumpal muncul dari tumpukan rumput dan dedaunan kering. Irimiami dan Isoray pun sadar, batu itu bukan sembarang batu. Keduanya menganggap batu itu batu keramat dan mereka memujanya.
Ketika matahari bersinar terik, Irimiami dan Isoray meletakkan rumput, daun kering, dan ranting-ranting bambu di atas batu keramat. Keduanya menunggu apa yang akan terjadi pada benda-benda yang mereka Ietakkan di atas batu keramat. Keduanya sangat terkejut ketika mendapati sesuatu yang menyala berwarna merah terang. Sesuatu itu terasa sangat panas ketika suami istri itu mencoba memegangnya. Keduanya menjadi ketakutan ketika sesuatu itu bertambah besar hingga tumpukkan rumput, dedaunan kering, dan juga ranting-ranting bambu menjadi kehitaman terkena jilatannya.
Irimiami dan Isoray yang ketakutan segera memohon kepada Dewa Iriwonawai agar memadamkan sesuatu berwarna kemerah- merahan yang terasa sangat panas itu. Dewa Iriwonawai memperkenankan permohonan mereka.
Keesokan harinya Irimiami dan Isoray mengumpulkan rerumputan kering, dedaunan kering, dan juga kayu-kayu kering dalam jumlah yang banyak. Suami istri itu meletakkan semuanya di atas batu keramat. Tak berapa lama sesuatu yang berwarna merah terang terlihat menyala. Kian lama kian membesar nyalanya. Asapnya mengepul tebal di puncak Gunung Kamboi Rama. Tifa Soworai pun berbunyi. Terus berbunyi tifa itu selama enam hari. Masyarakat yang tinggal di Randuayaivi akhirnya berdatangan ke puncak Gunung Kamboi Rama. Mereka ingin melihat tifa ajaib milik Dewa Iriwonawai itu.
Irimiami dan Isoray menyambut kedatangan masyarakat Randuayaivi dengan baik. Suami istri itu lantas menceritakan pengalaman mereka sehubungan dengan adanya batu keramat. Penduduk Randuayaivi tercengang mendengar penuturan suami istri itu. Mereka juga keheranan ketika merasakan daging yang sebelumnya diletakkan di atas batu keramat. Daging itu menjadi Iebih lezat. Berbagai makanan lainnya terasa lebih lezat setelah diletakkan di atas batu keramat.
Penemuan batu keramat itu ditindaklanjuti dengan pesta adat. Masyarakat Randuayaivi pun berdatangan ke puncak Gunung Kamboi Rama seraya membawa bahan-bahan makanan, seperti sagu, keladi, dan juga daging yang mereka miliki. Mereka kemudian berkumpul setelah meletakkan bahan makanan yang mereka bawa di atas batu keramat. Puncak Gunung Kamboi Rama terlihat terang benderang. Pesta adat itu berlangsung selama tiga hari.
Irimiami dan Isoray lantas memerintahkan masyarakat Randuayaivi dan juga mereka yang hadir di puncak gunung Kamboi Rama itu untuk mengelilingi batu keramat sambil menari-nari dan memujanya. Maka, sejak saat itu hingga kini masyarakat Papua tetap mengeramatkan batu api penemuan Irimiami dan Isoray tersebut. Mereka sangat percaya, Irimiami dan Isoray adalah orang-orang pertama yang menemukan api di dunia ini.
Pesan moral dari cerita ini adalah hendaklah kita bersikap jujur. Jangan berbohong karena kebohongan akan terbuka di kemudian hari dan merugikan diri kita sendiri.
Sulawesi :
Dongeng Nusantara : Legenda La Sirimbone yang Beruntung
La Sirimbone adalah seorang anak laki-laki yang baik hati. Ia tinggal bersama ibunya, wa Roe. Ayahnya meninggal saat ia masih kecil. Suatu hari, seorang pedagang kain dari Desa La Patamba datang menemui mereka.
Saat melihat Wa Roe, La Patamba langsung jatuh hati. Seusai berdagang, La Patamba pergi menemui sesepuh desa untuk meminta izin menikahi Wa Roe.
Dengan restu para sesepuh desa, akhirnya Wa Roe bersedia menikah dengan La Patamba. Apalagi La Patamba berjanji akan menyayangi La Sirimbone seperti anak kandungnya sendiri.
Namun, setelah menikah, rupanya La Patamba mengingkari janjinya. Ia meminta Wa Roe untuk membuang anaknya itu ke hutan. Betapa hancur hati Wa Roe, tapi ia tak berani membantah permintaan suaminya.
Apalagi la patamba mengancam akan membunuh La Sirimbone jika ia menolak permintaanya. Dengan berat hati terpaksa Wa Roe membuang anak satu-satunya. Sambil berurai air mata, Wa Roe berpesan, “Jaga dirimu baik-baik anaku. Ibu yakin Tuhan selalu akan melindungimu. Ibu tidak akan pernah berhenti mendoakanmu. La Sirimbone ikut menangis. Ia takut tinggal di hutan itu sendirian. Namun ia sadar sebagai anak laki-laki, ia tak boleh cengeng.
Sepeninggal ibunya, La Sirimbone meneruskan perjalanannya ke dalam hutan.
Setelah beberapa hari berjalan, ia menemukan jejak kaki. Bukan Sembarang jejak, jejak kaki itu sangat besar.
“Wah, makhluk apa yang punya kaki sebesar ini?” ucap La Sirimbone dalam hati. Ia lalu mengikuti jejak kaki itu, dan tibalah ia di sebuah rumah yang sangat besar sekali.
Tiba-tiba Bumi bergetar. Buuummm… buuummmm… buuummm…. La Sirimbone limbung. Ternyata getaran itu disebabkan oleh perempuan raksasa yang sedang menumbuk. La Sirimbone berlari mendekati raksasa itu.
“Hei, siapakah kau anak manusia? Bagaimana kau bisa berada di sini?” tanya raksasa itu dengan heran.
Dengan takut, La Sirimbone menceritakan asal-usulnya. Ternyata raksasa itu adalah raksasa yang baik hati. Ia merasa iba pada La Sirimbone dan mengizinkannya untuk tinggal di situ. Ia berpesan, “La Sirimbone, kau boleh tinggal di sini, tapi kau harus hati-hati. Di sini banyak jin dan hewan buas yang bisa mencelakaimu. Sebaiknya, kau tak usah ke mana-mana. Tinggallah di rumah saja.”
La Sirimbone menurut. Namun setelah beberapa hari, ia mulai bosan. Karena itu ia meminta izin untuk pergi menangkap ikan. Ternyata, hari itu La Sirimbone sangat beruntung, ia mendapat banyak ikan. Sebelum pulang, ia meninggalkan bubunya dan berharap esok pagi bubu itu akan penuh dengan ikan.
Keesokan harinya, ia meminta izin lagi untuk keluar rumah. Ia kembali ke sungai untuk memeriksa bubunya. Aneh, tak seekor ikan pun yang masuk. Ia memasang umpan lagi dan menunggu. Karena lelah menunggu, ia memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar. Alangkah kagetnya ia saat kembali ke sungai. Ikan-ikan dalam bubunya dimakan oleh jin! Dengan marah La Sirimbone menyerang jin itu. Karena tak siap, jin itu kalah.
“Ampun Anak manusia, lepaskon aku. Sebagai ganti ikan-ikan yang telah kucuri, terimalah cincin ini. Cincin ini dapat menyembuhkon orang sakit dan membangkitkan orang yang meninggal,” katanya.
La Sirimbone menerima cincin itu dan membiarkan jin itu pergi, Kemudian ia pulang ke rumah si raksasa perempuan. Ketika ia melintasi sebuah sungai, dilihatnya seekor babi yang sedang berjalan di atas air. Penasaran, ia bertanya, “Babi yang baik, bagaimana kau bisa berjalan di atas air?”
Babi itu lalu menunjukkan jimat kalung miliknya, “Dengan kalung ini, kau bisa berjalan di atas air. Jika kau mau, kau boleh memilikinya. Aku tak Iagi membutuhkannya,” jawab babi itu.
Dengan suka cita, La Sirimbone menerimanya. Setelah itu ia meneruskan perjalanan, Tak berapa lama, ia bertemu dengan seorang nelayan yang sedang menangkap ikan.
“Wah, banyak sekali ikan yang Bapak tangkap. Hebat,” kato La Sirimbone. “Aku menggunakan keris pusaka, Nak. Keris ini bisa menikam sendiri jika diperintah,” jawab nelayan itu. Singkat cerita, nelayon itu juga memberikan keris pusakanya pada La Sirimbone.
Sejak memiliki ketiga benda pusaka itu, La Sirimbone sering membantu orang. la menyembuhkan orang sakit, menghidupkan orang yong meninggal, dan menangkap hewan-hewan buruan, serta membagi-bagikannya pada yang membutuhkan. Sekarang, raksasa perempuan itu tak khawatir lagi pada keselamatan La Sirimbone.
Suatu hari, saat La Sirimbone sedang berjalan-jalan ke desa tetangga, ia mendengar suara tangis seorang gadis.
“Hai, namaku La Sirimbone. Jika aku boleh tahu, mengapa kau menangis?” tanyanya.
Gadis yang bernama Wa Ngkurorio itu menjawab, “Sebentar lagi aku akan mati. Ketujuh kakakku meninggal karena disantap seekor naga. Hari ini adalah giliranku.”
La Sirimbone tersenyum, “Jangan khawatir. Aku akan membantumu. Aku akan membunuh naga itu dengan keris pusakaku,” katanya.
Benar saja, siang itu, naga itu datang dan siap menyantap Wo Ngkurorio. Gadis itu gemetar. la takut luar biasa. Namun La Sirimbone menenangkannya. Dengan tenang, ia berbisik memberi perintah pada keris pusakanya untuk menikam naga itu. Dalam sekejap, keris itu menusuk perut naga tersebut don mengoyak-oyak perutnya.
Naga itu mati seketika. Wa Ngkurorio sangat takjub melihat kejadian tersebut, demikian pula dengan orangtuanya dan Seluruh warga desa. Mereka sangat berterima kasih karena La Sirimbone telah berhasil melenyapkan naga jahat yang selama ini mengganggu warga. Berkat pertolongan La Sirimbone desa menjadi aman.
Sebagai ucapan terima kasih mereka meminta La Sirimbone untuk tinggal di desa mereka. La Sirimbone pun bersedia. Ia kemudian pulang untuk berpamitan pada raksasa yang telah membantunya selama ini. Mulai saat itu La Sirimbone hidup bahagia dan damai bersama sahabat-sahabat barunya.
Pesan moral dari cerita ini adalah kita harus bersabar saat mendapatkan masalah, karena semua masalah pasti ada jalan keluarnya. Dan jangan lupa, terkadang keajaiban bisa terjadi.
Kalimantan :
Dongeng Nusantara : Cerita Rakyat Asal Usul Danau Malawen
Dahulu kala, ada seorang pemuda bernama Kumbang Banaung. Ia adalah seorang pemuda yang tampan. Ia hidup bersama kedua orangtuanya yang sudah tua dan hidup sangat sederhana.
Sifat Kumbang tidak serupawan wajahnya. Ia sering bertindak kasar kepada orangtuanya dan selalu memaksakan kehendak.
Ketika ayahnya sedang sakit keras, Kumbang memaksanya untuk menemani dirinya pergi berburu.
“Tidakkah kau kasihan kepada ayahmu yang sedang sakit ini, Nak?” tanya ibunya dengan sedih, “Kau pergilah sendiri, Ibu akan membawakan kau bekal makanan ”
Meskipun dengan bersungut-sungut, akhirnya Kumbang pergi berburu seorang diri. Sebelum ia pergi, ayahnya memberikan sesuatu kepadanya.
“Bawalah ini. Ini adalah piring malawen. Jika kau mengalami kesulitan, lemparkanlah piring ini. Kelak kau akan tertolong.” kata sang ayah.
Kumbang pun pergi berburu. Ia menyusuri hutan lebat. Ketika semakin jauh ke dalam hutan, ia tersesat. Kumbang pun segera mencari-cari jalan keluar dari hutan tersebut.
Tak disangka, di kejauhan ia melihat sebuah desa. Lalu, ia berjalan memasuki desa yang bernama Desa Sanggu. Di sana sedang diadakan semacam pesta rakyat untuk merayakan masa perubahan anak gadis Kepala Desa dari gadis kecil ke ambang kedewasaan. Gadis cantik jelita itu bernama Intan.
Kumbang terkagum-kagum melihat kecantikan gadis itu. Ketika ia kembali ke rumahnya, wajah Intan masih terbayang-bayang.
Keesokan harinya, Kumbang kembali pamit untuk pergi berburu. Padahal, ia pergi ke Desa Sanggu. Sesampainya di desa itu, ia berusaha mencari jalan agar bisa berkenalan dengan Intan.
Akhirnya, Kumbang berhasil berkenalan dengan Intan dan mereka cukup lama berbincang-bincang. Dari sikapnya, ternyata Intan juga menyimpan rasa terhadap Kumbang. Mereka pun sepakat menjalin kasih.
Sejak saat itu, Kumbang semakin sering pergi ke Desa Sanggu untuk menemui Intan. Hal itu berlangsung berkali-kali, sehingga menimbulkan kecurigaan warga. Mereka menganggap sikap Intan dan Kumbang tidak memberikan contoh yang baik bagi para gadis-gadis di desa itu.
Suatu hari, Intan menceritakan masalah yang dihadapinya kepada Kumbang. Ternyata, ia telah dijodohkan dengan seorang pengusaha rotan yang kaya raya. Kumbang menjadi gundah. Lalu, ia pulang untuk menemui kedua orangtuanya.
Kepada orangtuanya ia mengutarakan niatnya untuk segera melamar Intan. Ayah dan Ibu Kumbang merasa keberatan.
“Jangan berharap terlalu tinggi, Anakku. Gadis itu berasal dari keluarga terpandang. Kita tidak sebanding dengan mereka” ujar ibunya.
Namun, Kumbang tetap bersikeras, “Intan harus menjadi istriku!” Kemudian, anak muds itu pergi ke Desa Sanggu dan menemui Intan.
“Adinda, tidak ada satu pun yang menyetujui pernikahan kita. Sebaiknya, kita pergi saja,” ujar Kumbang. Intan juga menyetujui ajakan Kumbang.
Mereka pergi mengendap-endap meninggalkan rumah Intan. Ternyata, gerak-gerik mereka sudah diamati oleh beberapa warga.
“Hei, lihat! Itu kan Kumbang dan Intan.” seru warga yang melihat.
Intan ketakutan. Ia khawatir warga akan menghukum dan mempermalukannya. Kumbang tak kalah paniknya. Mereka mempercepat langkah dan menghindari kejaran warga
Tiba-tiba, Kumbang ingat akan benda sakti yang diberikan ayahnya, piring malawen. Segera saja ia melempar piring itu ke tepi sungai. Ajaib sekali, piring tersebut berubah menjadi besar. Kumbang dan Intan naik ke atas piring untuk menyeberang sungai.
Mereka bernapas lega, karena mereka selamat dari kejaran warga.
Mereka berdua tertawa gembira. Namun, ketika sampai di tengah sungai, tiba-tiba terjadi badai dahsyat disertai petir menyambar dan hujan yang sangat lebat. Piring malawen tidak mampu menahan gelombang dan cuaca seburuk itu. Piring itu pun terbalik. Sungai itu kemudian menjelma menjadi sebuah danau. Masyarakat kemudian menamakannya dengan Donau Malawen.
Konon kabarnya Kumbang dan Intan berubah menjadi sepasang buaya putih penunggu danau tersebut.
Pesan moral dari cerita ini adalah nasihat orangtua haru kita dengarkan dan dikerjakan demi kebaikan diri kita sendiri.
Sumber Dongeng : https://dongengceritarakyat,com/
0 Komentar