AKSI CITA-CITA BAHASA DI ERA GLOBALISASI - LIANA FILZAH
AKSI CITA-CITA BAHASA DI ERA GLOBALISASI
LIANA FILZAH-SMA IT FADHILLAH
Di pinggiran kota yang hiruk-pikuk, terdapat sebuah komunitas kecil bernama 'pelangi kata'. Di sinilah cerita Filzah, seorang gadis remaja yang terlahir dengan bakat luar biasa dalam merangkai kata. Setiap kalimat yang ditulisnya bagaikan embun pagi yang menyejukkan jiwa, mampu menghidupkan harapan dalam hati banyak orang.
Filzah bermimpi besar,ia ingin mengubah dunia melalui tulisannya. Namun, di tengah era global yang penuh kecanggihan dan arus informasi yang deras, ia merasa kata-katanya seringkali tenggelam dalam kebisingan. Suatu malam, saat bintang-bintang berkelip di langit seperti lampu-lampu kota yang jauh, Filzah duduk di teras rumahnya, merenungkan apa yang bisa ia lakukan.
“Bahasa adalah jembatan, tetapi tanpa aksi, jembatan itu tidak akan pernah dilalui,” gumamnya, terinspirasi oleh pepatah yang sering didengarnya. Ia menyadari, untuk mewujudkan cita-citanya, ia harus menggabungkan kata-kata dengan tindakan nyata. Keesokan harinya, Filzah mengumpulkan teman-temannya di sebuah kafe kecil yang penuh dengan aroma kopi dan kue manis. Dengan semangat membara, ia berbagi visinya. “Kita bisa menciptakan perubahan! Mari kita mulai dengan proyek menulis dan membaca di tempat umum. Kita bisa mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dan merayakan kekuatan bahasa!”
Meskipun ragu,teman-teman nya tergerak oleh semangat nya Filzah. Mereka mulai merencanakan acara yang disebut “Hari Bahasa”. Dalam waktu singkat, poster-poster berwarna cerah terpampang di seluruh penjuru kota, menghiasi dinding dan tiang listrik, seolah-olah menyebarkan pesan semangat yang ta terucapkan.
Hari yang ditunggu pun tiba. Filzah berdiri di panggung kecil, dikelilingi oleh buku-buku yang terbuka lebar, seakan-akan mengundang semua orang untuk menyelami dunia kata-kata. Suaranya, bagaikan aliran sungai yang tenang, menyentuh hati setiap pendengar. “Kata-kata memiliki kekuatan untuk mengubah nasib. Hari ini, mari kita bawa bahasa ke dalam aksi!”
Berturut-turut, orang-orang dari berbagai usia membacakan puisi, cerita, dan bahkan cuplikan dari novel favorit mereka. Suasana hangat dan penuh tawa menghampiri, menyatu dalam harmoni yang indah. Fizah melihat anak-anak kecil tersenyum, orang dewasa terinspirasi, dan para lansia mengenang kembali masa- masa indah saat mereka pertama kali belajar membaca.
Namun, Filzah tidak berhenti di situ. Dia mengajak semua orang untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial. “Mari kita manfaatkan kekuatan kata-kata ini untuk membantu sesama,” ajaknya. Mereka mulai mengumpulkan buku-buku bekas untuk disumbangkan ke perpustakaan desa yang terabaikan.
Dalam sekejap, “Hari Bahasa” berubah menjadi gerakan nyata. Setiap orang berkontribusi, seolah-olah mereka adalah potongan-potongan mozaik yang saling melengkapi, membentuk gambaran besar yang indah. Aria merasa seperti seorang maestro, mengarahkan orkestra yang harmonis. Beberapa minggu kemudian, perpustakaan desa yang dulunya sepi kini dipenuhi anak-anak yang ingin membaca. Kegiatan membaca bersama diadakan setiap minggu, dan Filzah, dengan senyum lebar, menjadi penggerak utamanya. Ia menyadari, tindakan kecil ini membangkitkan semangat belajar di kalanga masyarakat, seolah-olah menanam benih harapan yang kelak akan tumbuh subur dan menjadi bunga yang indah
Dari Cita-cita ke aksi, Filzah telah membuktikan bahwa setiap kata yang terucap dapat menggugah semangat, dan setiap tindakan kecil memiliki dampak yang besar. Di era global ini, di mana informasi mengalir bak sungai deras, Filzah adalah sosok yang mengingatkan manusia bahwa di balik layar teknologi, kekuatan sejati terletak pada hubungan antarmanusia dan aksi nyata. Filzah juga membuktikan bahwa kata-kata memiliki kekuatan untuk menginspirasi, dan tindakanlah yang mengubah semuanya
Komentar
Posting Komentar