Pemuda pembawa pelita
Rosidah Khai Rani-SMK IT AL-IZHAR
Di sebuah desa kecil yang tak jauh dari kota, hiduplah seorang anak muda yg bernama Fahmi. Fahmi adalah seorang anak yatim piatu, kedua orang tua Fahmi meninggal saat ia berusia delapan tahun dan ia harus hidup di bawah garis kemiskinan. Walaupun Fahmi adalah anak yang putus sekolah, tetapi ia merupakan seorang anak yang pekerja keras dan mandiri. Sejak kecil, ia bercita- cita untuk membangun sebuah sekolah sederhana di desanya. Kini Fahmi tinggal bersama neneknya yang bernama Siti dan warga desa sering memanggilnya dengan sebutan Nek Siti. Setiap hari, Nek Siti selalu berkeliling desa untuk menjual jamu buatannya. sedangkan fahmi membantu menjual gorenga neneknya di pasar. Fahmi merupakan anak yg tidak bersekolah, karena minimnya kebutuhan ekonomi dan pendidikan sekolah di desanya.
Suatu pagi, saat Fahmi sedang menjual gorengan di pasar, seorang anak muda datang menghampirinya yang ternyata adalah temannya yang bernama Rani. Ia merupakan teman bermainnya dari kecil dan bahkan terkadang Rani ikut membantu Fahmi berjualan gorenganya hingga habis, agar mereka bisa pergi bermain bersama teman-temannya. Anak-anak di desa hanya menghabiskan waktu mereka untuk bermain, karena kebanyakan warga di desa memiliki kondisi ekonomi yang tidak memadai, sehingga anak-anak sulit untuk mendapatka pendidikan yang cukup. Kebanyakan anak-anak di desa hanya membantu orang tua mereka bekerja di pasar untuk mencukupi kebutuhan mereka.
Suatu hari, Rani yang merupakan teman dekatnya Fahmi datang menghampirinya dengan wajah yang berseri seri. Fahmi bertanya kepada Rani apa yang membuatnya bahagia. Rani berkata, bahwa orang tua nya telah mendaftarkannya di sekolah yang tak jauh dari desa, dan besok ia sudah bisa mulai bersekolah. Mendengar itu, Fahmi ikut bahagia karena teman dekatnya kini sudah bisa bersekolah. Namun, ada sesuatu yang membuat Fahmi terdiam. Ia juga sangat ingin bersekolah agar bisa mewujudkan cita-citanya yg telah ia pendam sejak dulu, tetapi ia juga tak ingin menyulitkan neneknya nanti. Dia sadar bahwa tidak ada peluang baginya untuk bisa mewujudkan cita-cita yang sangat di impikannya.
Suatu malam, Nek Siti datang menghampiri Fahmi sambil membawa sebuah celengan. Nek siti berkata “cucuku tersayang, nenek sangat ingin sekali melihatmu bersekolah, agar kamu bisa menjadi anak yang sukses dan kelak bisa membanggakan orang tua mu, walau mereka sudah tiada. Ambillah celengan ini, itu merupakan hasil dari kerja kerasmu membantu nenek berdagang. Pergilah ke kota, tempuh pendidikanmu dan jangan pernah menyerah, karena harapan akan selalu menunggumu di ujung perjalanan. Pastikan bahwa kamu bisa membawa sebuah pelita ke desa ini." Mendengar perkataan dari sang nenek, hati Fahmi merasa sangat tersentuh, perasaannya tercampur antara sedih dan bahagia. Ia pun langsung memeluk sang nenek dengan erat dan air mata perlahan mengalir di pipinya. Fahmi pun mulai mengemasi barang yang perlu untuk dibawa ke kota. Saat ingin berpamitan dengan sang nenek fahmi berkata, “Aku akan kembali ke desa ini, Nek. Membaw harapan yang baru!”. Mendengar kata kata Fahmi, membuat Nek Siti tersenyum sambil melambaikan tangannya.
Sesampainya di kota, Fahmi terkagum-kagum melihat gedung-gedung yang menjulang tinggi, bermacam macam jenis kendaraan umum yang berlalu lalang dan suara langkah kaki orang-orang yang terburu-buru. Fahmi tersadar bahwa keadaan di desa, sangat jauh berbeda yang dilihatnya di kota. Begitu banyak perkembangan yang terjadi di sini namun tak terjadi di desanya. “Ternyata seperti ini perubahan yang bisa dibawa oleh globalisasi, apakah desaku juga akan bisa semegah kota ini?" Gumam fahmi pada dirinya sendiri Di suatu pagi, Fahmi sedang bergegas untuk berangkat ke sekolah. Begitu sampai di depan gerbang sekolah, Fahmi melihat sebagian siswa-siswi dengan perasaan yang penuh tanda tanya. Ia menyadari bahwa kebanyakan orang-orang di sekolahnya menggunakan aksesoris yang mirip dengan gaya barat, seperti ransel bergaya, sepatu sneakers dan lain sebagainya. Fahmi diam-diam merasa lega dan beruntung karena tidak ikut terhanyut dalam era globalisasi. Ia berpikir semua aksesoris itu hanya untuk mencari perhatian semata, bukannya menambah semangat untuk menempuh pendidikan Hari demi hari Fahmi menempuh pendidikannya, ia selalu tangguh menerima semua rintangan yang dilaluinya. Terkadang sepulang sekolah, Fahmi mencari peluang dengan menjadi tukang parkir di sebuah toserba dan uang yang ia hasilkan di tabung untuk biaya kuliahnya kelak nanti. Semasa di sekolah, Fahmi dicatat sebagai murid yang teladan dan aktif dalam mengumpulkan prestasi. Fahmi sering mengikuti organisasi-organisasi yang bertujuan membantu masyarakat yang membutuhkan. Dengan semua usahanya itu, Fahmi bisa meraih beasiswa untuk kuliah di unirvesitas ternama dengan mudah.
Fahmi selalu dengan senang hati menolong orang-orang yang membutuhkannya. Walau terkadang ada sebagian orang yang tak suka dengan kehadirannya. Dikarenakan Fahmi memiliki latar belakang keluarga yang hidup di bawah garis kemiskinan. Namun, semua itu tidak membuat semangat Fahmi memudar, ia selalu tetap tangguh dengan semua masalah yang menghampirinya. Ia tidak ingin mengecewakan orang-orang yang telah menaruh harapan kepadanya. Setelah lulus dari sekolahnya, Fahmi melanjutkan perjalanannya menempuh pendidikan ke tingkat yang lebih sulit, yaitu dunia perkuliahan. Fahmi sempat ragu apakah ia akan bisa melewati rintangan baru yang akan dihadapinya. Tahun demi tahun berlalu seperti angin yang tak terasa. setiap pergantian tahun membuat kisah baru, Harapan baru dan tantangan yang berbeda. di aula besar tempat para wisudawan duduk dengan toga hitam dan senyuman terselip di wajah mereka. Akhirnya, Fahmi bisa merasakan suasana wisuda yang terjadi pertama kali dalam hidupnya. Rasa kegugupan dan perasaan senang tercampur aduk di wajahnya, tak sabar untuk mendapatkan gelar yang di impikannya. Fahmi langsung mengabari sang nenek bahwa, ia telah lulus dengan peringkat tertinggi di kampusnya. Mendengar itu, suasana bahagia terlihat pekat di wajah sang nenek dan rasa syukur terus terucap dari bibirnya.
Setelah kelulusannya, Fahmi berencana untuk menjadi dosen di kampus ternama. Saat fahmi menjadi dosen, Ia berkeingnan untuk membangun sebuah organisasi, dimana ia ingin mengajarkan kepada mahasiswanya, tentang pentingnya menolong orang-orang yang membutuhkan, sentiasa hidup sederhana dan yang terpenting jangan mudah terhasut oleh perkembangan zaman. Organisasi yang dibuat oleh Fahmi, bertujuan mengumpulkan dana dari masyarakat, yang nantinya akan di salurkan ke daerah perdesaan yang membutuhkan pendidikan. Hal itu dilakukan agar mereka bisa membangun sebuah sekolah yang layak untuk warga desa di sana.
Tak butuh waktu yang lama, Fahmi bisa membentuk organisasi yang di inginkannya. Berkat para murid-murid nya, yang menggunakan teknologi dengan sangat terampil, usaha dan kerja keras mereka membuahkan hasil yang luar biasa. Banyak orang-orang yang dengan senang hati menyumbangkan donasi ke organisasinya. Sebagian perdesaan yang dulunya tak pernah merasakan pendidikan dan dampak dari perkembangan teknologi, perlahan-lahan mereka mulai merasakannya. Hal yang sama juga terjadi di desa tempat Fahmi dulu dibesarkan oleh keluarganya. Ia tidak pernah lupa untuk mewujudkan cita-citanya disana. Kini banyak warga perdesaan yang memberinya julukan “Pemuda Pembawa Pelita”. "Dahulu manusia bermimpi untuk dapat terbang di angkasa lepas, namun dengan pengetahuan, kerja keras dan ketekunan, semua mimpi yang mustahil kini dapat diwujudkan dengan sebuah pesawat. Mimpi hanya akan selalu menjadi angan-angan. Tetapi, dengan keyakinan dan kerja keras impian yang mustahil bisa jadi kenyataan. Bangunlah, berjuanglah dan wujudkan impianmu”
0 Komentar