Rindu Ayah - Fazat Azizah Simra


Rindu Ayah 
 Fazat Azizah Simra-MTs Muhammadiyah 02 Pekanbaru

Ayah
Aku mau cerita pada dunia...
Dulu sembilan tahun yang lalu saat aku masih berumur 4 tahun, saat aku belum tau sama sekali akan kehidupan ini, Ayah pergi meninggalkanku. Walaupun begitu, aku tetap ingin katakana aku juga sempat merasakan kasih sayang Ayah. Rasa cinta dan pelukan hangat yang tak ternilai harganya. Waktu itu memang umurku masih terlalu kecil, tapi sangat lekat dalam ingatanku kalau aku pernah punya seorang ayah yang senyumnya meneduhkan hatiku. Pelukannya menghangatkan tubuhku, belaiannya menangkan jiwaku dan canda tawanya membuat aku bahagia.

   Ayah apa kabar di atas sana...? Apakah Ayah tahu, sekarang anak gadis Ayah sudah besar dan saat ini sangat merindukanmu. Aku masih sangat membutuhkan Ayah. Tiada hari yang ku lewati tanpa memikirkan Ayah. Rindu ini semakin hari semakin bergelut dalam mimpi panjangku. Ayah, rasanya dunia tidak adil padaku. kenapa di saat proses pendewasaanku Ayah tidak ada di sampingku. Ayah tidak bisa menemaniku. Semenjak kepergian Ayah, rasanya separuh hidupku juga ikut terkubur bersama jasadmu. Duniaku terasa gelap, hampa, sunyi, sepi, seakan Mentari tidak bersinar lagi. Aku kalut dalam
kerinduan, meringkuk dalam kesedihan, hilang arah dalam ketidak berdayaan hatiku terluka dalam keheningan. Rasanya tidak ada lagi ketertarikan kutentang kehidupan ini dan menggugurkan segala harapan yang ada.

   Ayah, terkadang aku merasa benci dengan keadaan ini. Maafkan aku yang masih sering menangis jika aku rindu. Maafkan aku belum bisa melewati semua ini. Berdamai dengan hati yang hancur rasanya sangat berat, aku rapuh. Aku bingung dalam keadaan kalut, aku ingin mencoba membuka cakrawala pikiran yang makin hari semakin banyak timbul pertanyaan-pertanyan yang menguras emosi batinku. Sekarang jika ditanya antara ikhlas atau tidak, aku tidak tau ada di posisi mana. Aku  saat ini, sebab jika aku mengatakan tidak, aku takut itu akan menyakiti Ayah yang sudah tenang di sisiNya. Namun jika aku mengatakan ikhlas aku telah berbohong dengan perasaanku, hatiku masih sering berkecamuk dan dadaku terasa sesak. Ayah, Saat ini hanya batu nisanmu yang dapat kusentuh, pusaramu akan selalu kuhiasi dengan doa-doa di setiap hembusan nafasku. Walaupun air mataku mongerin karena menangisi kepergian ayah, aku rela. Biar air mata ini yang menemaniku dan selalu menjadi saksi akan kerinduan dan kesedihanku ini.

   Ternyata memang benar ya, rindu yang paling menyakitkan itu rindu dengan seseorang yang telah tiada. Ayah, katanya cinta pertama anak Perempuan adalah Ayah. Cinta yang takkan pernah tergantikan posisi Ayah di hatiku. Engkau cintaku sayangku, belahan jiwaku, pahlawanku, itu hanya ada di Ayah. Lalu bagaimana denganku, aku yang sekarang telah benar-benar kehilangan engkau Ayah. Andai saja aku di beri pilihan untuk melawan takdir ini, biar aku yang pergi duluan, sehingga aku tidak perlu mersakan kehilangan yang sangat menyakitkan ini. Ayah, aku ingin bertemu dan memelukmu, mendekap hangat tubuhmu sambil berbisik, aku sangat rindu. Waktu terus berlalu, aku piker keadaan akan mengubah tentang rinduku padamu. Namun aku salah, justru rasa rindu ini semakin menjadi. Apakah aku salah, apakah aku terlalu berlebihan, apakah ini tidak wajar untuk aku rasakan.

   Tuhan, apakah karena aku terlalu mencintai dan menyanginya sehingga engkau memanggilnya begitu cepat untuk menghadapMu. Aku yang kehilangan d sini Engkau jadikan sebagai ujian terberat bagiku. Tuhan, aku hanya manusia biasa, manusia yang tidak sempurna, yang memiliki segala rasa. Ampuni aku jika aku telah melampui batas menjabarkan pikiran dan perasaanku terhadap Ayahku.
Astarghfirullah...
Aku hanya ingin dunia tau, bahwa sedalam itulah yang aku rasakan untuk Ayahku. Dengan penuh pengharapan, setidaknya masih ada sayang yang tidak akan lenyap dari sosok Ayahku meski takdir telah memisahkan kami. Ayah, meski saat ini ragamu tidak bias kusentuh lagi namun hatiku percaya, jika di atas sana Ayah selalu melihat dan mendampingiku. Di setiap sujudtku selalu kuselipkan do’a semoga ayah tenang di sisi-Nya.
Ayah, Tunggu aku. In syaa Allah kita akan berkumpul kembali kelak di
Jannah Allah! Aku janji...aku akan jadi anak yang membanggakan Ayah.
ALLAHUMMAGHFIR LAHU WARHAMHU WA’AFIHI WA’FU’ANHU.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MOSI DEBAT SMA BULAN BAHASA 2019

MOSI YANG DILOMBAKAN DALAM DEBAT PRATIKUM SASTRA KE 27

NASKAH PUISI YANG DIPERLOMBAKAN DALAM LOMBA BACA PUISI BULAN BAHASA 2021 SE-INDONESIA