Goresan Jiwa di Dinding Gua - Siti Nur Ma'rufa
Di sebuah Desa terpencil di Riau, tinggal seorang gadis muda bernama
Ranti. Dia adalah putri dari kepala suku di Desa tersebut. Ranti hanya tinggal
bersama ayah dan neneknya saja. Ibunya Ranti sudah lama meninggal dari sejak
Ranti berumur 9 tahun. Ranti juga anak yang ceria walaupun sedikit penakut, tapi
rasa takutnya akan ditepiskan Ranti demi memuaskan rasa penasarannya terhadap
sesuatu. Ranti juga selalu antusias dalam mendengarkan kisah-kisah kuno dari
neneknya.
Suatu hari, ketika Neneknya jatuh sakit, ia berpesan, "Ranti, di dalam gua
sebelah barat hutan, terdapat lukisan kuno yang menggambarkan asal-usul kita.
Namun, tidak banyak yang mampu membacanya lagi.”
“Apakah Nenek salah satu orang yang bisa membacanya?” tanya Ranti
setelah ia mendengar perkataan Neneknya tersebut.
“Iya cucuku, Nenek adalah salah satu orang tersebut” mendengar jawaban
dari Neneknya Ranti semakin kagum melihat Neneknya itu.
Penuh rasa penasaran, Ranti memutuskan untuk menjelajahi gua tersebut
meskipun Ayahnya sempat melarang keras untuk ranti pergi ke sana.
"Itu tempat keramat, Nak " kata Ayah setelah mendengar Ranti yang akan
pergi ke dalam gua tersebut.
“Tapi Ranti sangat ingin pergi ke sana untuk melihat lukisan yang
dikatakan oleh nenek.” Bujuk Ranti kepada ayahnya agar mengizinkan ia untuk
pergi ke gua yang dikatakan oleh Neneknya.
“ baiklah, Ayah akan izin kan kamu ke sana asalkan kamu berhati-hati saat
sudah memasuki mulut gua.” Dengan berat hati Ayah mengizinkan putri satu-
satunya untuk pergi ke gua tersebut.
Dengan tersenyum Ranti menjawab, “Baik Ayah, Ranti akan berhati-hati.”
Sambil mengancungkan jempol kepada Ayahnya. Melihat tingkah Anaknya itu
Ayah Ranti hanya tersenyum tipis dan pergi ke dapur untuk membuakan bekal
untuk Anaknya yang akan berangkat ke gua esok pagi. Setelah itu Ranti juga
bergegas untuk mempersiapkan peralatan yang dibutuhkannya dalam perjalanan
panjang yang akan di laluinya.
Keesokan paginya, Ranti memulai perjalanan ke hutan. Hutan yang akan
di lalui Ranti sangat lebat sampai-sampai cahaya matahari tak dapat menembus
hutan tersebut yang membuat hutan menjadi gelap tanpa menggunakan obor.
Dengan obor dan buku kecil di tangan, ia mulai memasuki hutan lebat,
menyeberangi sungai berarus deras, hingga akhirnya menemukan mulut gua yang
gelap dan menakutkan. Pada awalnya Ranti ketakutan melihat mulut gua yang
gelap gulita itu.
Di dalam gua, Ranti melihat didindingnya dipenuhi dengan lukisan purba
gambar manusia berburu, hewan, dan simbol-simbol yang aneh. Jantung Ranti
berdegup kencang penuh rasa takjub. Ia mulai menyalin gambar-gambar itu ke
dalam buku kecilnya, berusaha memahami maknanya. Tiba-tiba, angin bertiup
kencang, memadamkan obornya.
Dalam kegelapan, suara bisikan terdengar, "Kau yang mencari tahu akan
menemukan."
Ranti melihat sekelilingnya untuk memastikan siapa yang berbicara,
namun ia hanya melihat kegelapan yang menyelimuti seluruh gua.
“siapa yang berbicara?” Ranti bertanya dengan rasa takut di dalam dirinya.
“Kau tidak perlu takut, nak.” Jawab sosok itu.
Dalam kegelapan sosok itu tetap bisa mengetahui raut muka Ranti yang
ketakutan. Hal itu membuat Ranti semakin takut dengan sosok itu. Dengan rasa
takut yang mendalam Ranti mulai berlari keluar dari gua itu dengan tergesa-gesa
yang membuat Ranti jatuh berulang kali. Ia tak lagi sempat melihat keadaan
lututnya yang habis tergores batu saat ia terjatuh. Ranti merasa sosok itu
mengikutinya di belakang. Sampai akhirnya Ranti berhasil keluar dari gua yang
menyeramkan itu. Di mulut gua Ranti dapat bernapas lega.
***
Setelah kembali ke Desa, Ranti segera menemui Pak Gani, seorang
peneliti sastra lisan yang kebetulan sedang berkunjung ke Desanya. Ia
menunjukkan salinan lukisan mural dari gua tersebut. Pak Gani terkejut melihat
salinan itu.
“Ini mirip dengan cerita rakyat dari suku lain di Nusantara yang aku cari-
cari selama ini.” katanya dengan nada bersemangat.
“Di mana kamu mendapatkannya, nak?” Tanya Pak Gani tanpa
mengalihkan pandangannya terhadap salinan yang ada di buku Ranti.
“Ranti mendapatkannya dari dalam gua di hutan sebelah Barat Pak.”
Pak Gani hanya mengangguk-anggukan kepalanya dengan tersenyum
lebar mendengar jawaban Ranti itu. Pak Gani mulai melihat salinan lukisan itu
dengan lebih seksama lagi.
Mereka pun bekerja sama melakukan penelitian dan menemukan bahwa
lukisan-lukisan tersebut adalah bagian dari sastra visual kuno yang menceritakan
migrasi nenek moyang bangsa Indonesia. Setiap simbol ternyata memiliki makna
yang mendalam, seperti persatuan, keberanian, dan kearifan alam.
Akhirnya, Ayah Ranti mengizinkannya untuk mempelajari lebih jauh dan
bahkan mendorong Anak-anak Desa lainnya untuk ikut serta. Ranti menyadari
bahwa sastra tidak hanya berupa tulisan atau cerita lisan, melainkan juga bisa
terwujud dalam gambar, tarian, atau lagu. Semua itu adalah cerminan budaya dan
identitas bangsa.
***
Kini, Ranti sering berbagi cerita tentang lukisan di dinding gua kepada
anak-anak desa. Ia berkata, “Setiap garis dan warna merupakan kata-kata yang
menunggu untuk dibaca. Jika kita melupakannya, kita akan kehilangan jejak siapa
diri kita yang sebenarnya.”
Kisah Ranti pun menyebar, menginspirasi banyak orang untuk menggali
kembali warisan nenek moyang. Sastra dalam segala bentuknya terus hidup
sebagai pengingat akan kekayaan budaya dan identitas bangsa yang tak ternilai.
Dengan demikian kita sebagai anak muda mestinya untuk menjaga dan
melestarikan kekayaan budaya yang ada di Indonesia agar tetap hidup di tengah-
tengahnya gempuran budaya Barat yang masuk ke Indonesia.
***Tamat***
Komentar
Posting Komentar