SMPIT Imam An-Nawawi Pekanbaru
“Napas Bangsa dalam Alunan Kata”
oleh Habib Alhabsy Hidayat
Ketika gejolak berkecamuk,
budaya ikut terperdaya.
Karena lemahnya benteng budaya,
warisan terbang ke negeri seberang.
Patut disadari,
warisan budaya leluhurku dihargai di negeri orang.
Namun di tengahnya kudengar sayup angin bercerita
tentang negeri yang memeluk aksara,
tempat Anwar menyulut juang
dengan darah dan prosa meradang menerjang
Di kaki Gunung Agung,
kutemui Rendra melukis derita dalam tinta
suaranya menembus genting kekuasaan
membacakan nasib rakyat dalam pertunjukan yang tak bisa dibungkam.
Di balik senyap setiap lembar sejarah,
sastra mengendap bak napas samar semu.
Bukan sekadar cerita,
tapi prasasti dari akal, jiwa dan suara yang lama bergetar.
Tiap aksara adalah akar,
mengakar nun jauhnya dalam untaian zaman.
Tempat para penyair menanam makna,
menyemai luhur, menuai peradaban azim.
SMPIT Imam An-Nawawi Pekanbaru
“Napas Bangsa dalam Alunan Kata”
oleh Habib Alhabsy Hidayat
Sastra adalah rumah
bagi bangsa yang menolak dilupa.
Tiap kalimatnya adalah genting
melindungi bangsa dari badai bumi maya
Namun kini, mengetik lebih cepat dari berpikir,
di era seribu gulir dan satu detik perhatian,
masih adakah ruang bagi hikayat tua?
Masihkah pantun diperdengarkan dalam pesta?
Kita bukan hanya pewaris,
tapi penyambung lidah zaman.
Bukan memuja indahnya yang lalu,
tapi menghidupkannya dalam bentuk baru.
Biarlah puisi tampil dalam layar ponsel,
prosa menjadi konten,
pantun berdansa dalam intermeso media sosial
asal maknanya tak pudar, asal ruhnya tetap menyala.
Biarkan kata menjadi jembatan,
antara masa lalu dan masa depan.
Biarkan puisi menjadi pelita,
bagi mereka yang mencari arti "kita."
0 Komentar