Karya Mahasiswa PBSI pada Gerakan Literasi Mahasiswa 2021-2022

 Sayangi aku, ma

Rades Kasi

 

Jendela yang tak pernah dibuka, setia dikegelapan, mencintai aroma kasur dan selimut tapi memiliki cita-cita menjadi kaya dan berwibawa itulah aku Vanya Alea Renandra. Anak kesayangannya papa dan satu-satunya perempuan di keluarga. Aku hanya remaja biasa yang selalu berusaha untuk membanggakan papa, apapun akan aku lakukan agar papaku tersenyum bahagia. Dimanjakan sejak kecil, hingga tidak bisa mengerjakan pekerjaan rumah sama sekali, bila dipikir sebenarnya sangat tidak baik untuk diriku nantinya, namun begitulah cara papaku mendidik. Aku sangat bahagia apabila menceritakan keseharianku di sekolah, rasanya papaku sudah seperti sahabat dekat bagiku. Mama? Ya aku dari tadi hanya sibuk menceritakan papa hingga lupa bahwa aku sama sekali belum membahas mama. Aku tidak begitu dekat dengannya, dirumah aku dan mama layaknya seperti orang asing yang tinggal disatu atap. Ntahlah akupun tidak paham mengapa bisa seperti itu, yang aku tahu pasti bahwa mama tidak menyayangiku dan cenderung mencintai adik laki-lakiku, dan aku benci itu.

            “pa, aku pergi dulu ya” sambil menyalimi tangan papaku dan bergegas ke sekolah karena hampir terlambat. Namun dari sudut dapur mama memperhatikan langkahku dengan raut wajah sedihnya. Mamaku adalah orang yang sangat tertutup, cuek dan sedikit pemarah, hanya itu yang kutahu tentang dirinya selebihnya aku tidak tahu dan tidak pernah ingin tahu sediktipun. Orang-orang pasti berfikir bahwa aku sangat membenci dirinya terutama sahabatku Angel selaku tempatku berkeluh kesah setiap harinya. Angel sudah seperti saudara kandungku sendiri, lebih dari setengah masalah hidupku dia ketahui. Bagaimana tidak aku dan angel sudah berteman sejak kita kecil karena papaku dan ibunya adalah sahabat dekat. Setiap kali aku ke rumahnya, aku selalu diperlakukan sebagaimana anaknya sendiri bahkan aku lebih menyanyanginya ketimbang mamaku sendiri.

            “Selamat pagi Vanya Alea Renadra! Sudah terseyumkah hari ini? “ teriak angel dengan suara cemprengnya tanpa mempedulikan teman sekelas lainnya yang sudah mengarahkan mata sinis padanya.

            “Angel!! Bisa ga sih sehari aja ga usah berisik dan teriak kek gini? Bikin malu aja”

            “Idihhh biasanya juga gini tumben banget kamu marah, lagi datang bulan ya? Judess banget sih,” kesal angel padaku.

            “Ga gitu, aku lagi pusing mikirin acara osis besok memperingati hari ibu, yang nyuruh kita bawa ibu ke sekolah, tau sendirikan aku ga deket sama mamaku. Lagian kurang kerjaan banget sih osis ngadain kegiatan kek gini! Biasanya ga pernah dan tumben banget.

            “Ini mungkin teguran deh, sudah saatnya kamu bisa deket dan terbuka sama mamamu, coba dipikir-pikir lagi, selama ini pernah ga kamu sama mamamu menghabiskan waktu berdua, curhat, malah kebalikannya kamu malah deket bangen sama papamu. Apa ga ada sedikitpun hatimu pengen ngerasain kasih sayang dari mamamu sendiri?”. Nasehat Angel sambil menepuk jidatku dengan keras

            “Auhh sakit angel, ngapain harus ditepuk sih, masalahnya kamu tau sendirikan mamaku itu sayang banget sama adikku dan ga pernah ada sedikitpun niat buat nanyain kabarku, gimana sekolahku, apa yang aku butuhin. Dia cuma peduli sama anak laki-lakinya, buat apa jugakan aku ngemis kasih sayang, lah dianya sendiri aja ga peduli sama aku. Udah dehh gausah berharap lebih buat hubungan aku sama mama. If she not care, i’ll do the same thing.” Ucapku berlalu sambil meletakkan tas di atas meja dan segera duduk karena sebentar lagi jam pelajaran akan dimulai.

            Sepulang dari sekolah aku mengetuk pintu rumah, dan tidak seperti biasanya hari ini yang membukakan pintu adalah bibi yang telah bekerja 8 tahun dirumahku. Awalnya aku penasaran dan ingin menanyakan itu kepada bibi, tapi ntahlah mungkin gengsiku yang terlalu tinggi membuatku tidak ingin terlalu peduli dan segera menuju ke kamar.

            “Papa pulang... yuk kita makan malam bareng dulu ini papa bawain pizza kesukaannya Alea” teriak papa yang bisa terdengar dari kamarku yang berada dilantai dua rumah. Mendengar itu akupun lantas berlari menuju kesumber suara tersebut. Tengah asyik menikmati pizza tiba-tiba papa memulai percakapan

            “Tadi papa ketemu mamanya Angel direstoran papa beli pizza, katanya akan ada kegiatan hari ibu disekolah kamu dan wajib bawa mama, udah kasih tau mama belum?” tanya papa sambil mengarahkan padangannya padaku

            “Hmm hmm ee be..beluum pa” jawabku grogi

            “Lagian keknya mama juga gabisa deh pa, kan mama harus nganterin sama nemenin Fadhil di sekolah, udah gedepun masih ditemenin kesekolahnya” Ucapku dengan suara kecil namun masih bisa didengar oleh mama yang duduk berhadapan denganku

            “Kan belum ditanya kok udah menyimpulkan sendiri seperti itu. Ma, mama bisakan datang ke acaranya Alea besok di sekolah?” Tanya papaku memastikannya

            “Bisa kok pa, bukan mama mau nolak tapikan Alea ga pernah minta sesuatu sama mama, jadi mama juga gatau harus ngapain” secuil alasan mamaku untuk menghindari amarah papa.

            Mendengar hal itu, tentu saja emosiku mendadak naik, pikiran dan segala macam hal aneh berkecamuk dikepalaku, bisa-bisanya dia menyalahkanku untuk sesuatu hal yang sebenarnya adalah tanggung jawabnya. Itulah mengapa aku tidak pernah bisa dekat dengannya.

            “Gimana mau minta sesuatu sama mama, mama aja sibuk cuma ngurusin anak mama yang satu itu, emang mama pernah nanyaIN kabar aku? Apa yang aku butuhin? Emang harus ya aku ngomong dulu aku kenapa-kenapa? Mama harusnya juga peka!! Jangan pilih kasih sayangnya sama Fadhil aja!” Ucapku dengan nada suara yang sudah tidak terdengar ramah lagi

            “Alea, ga boleh ngomong gitu sama mama, ga baik! Mama bukannya ga sayang sama kamu, tapikan wajar Fadhil diperhatiin lebih karena dia masih kecil dan kamu sebagai kakak harusnya juga paham dan ngertiin itu!” Bentak papa sambil menggenggam gelas dengan erat

            “Kok papa jadi ikutan berpihak sama mama sih? Pahhh.. aku juga anak mama dan aku juga butuh perhatian dan kasih sayangnya bukan cuma Fadhil aja” Isak tangisku dan berlari menuju kamar dan menguncinya.

            “Ma, coba kamu bujuk Alea ya, sepertinya papa terlalu manjain dia sampai dia jadi egois gini, maafin papa ya” Ucap papa dengan raut wajah bersalah dan merasa kasian terhadap istrinya yang terlihat menahan tangis.

            “Semuanya salah mama pa, mama selalu sibuk sampai ga liat perkembangan Alea dan memberikan apa yang seharusnya seorang mama berikan pada anaknya, mama coba bujuk Alea yaa... maafin juga mama yang bikin suasana berantakan seperti sekarang” berlalu menuju alea.

            “Alea, buka pintunya sebentar nak, mama mau ngomong” teriak mama dari luar pintu yang mencoba membujukku agar bisa masuk.

            Berkali-kali mama mengetuk dan memanggilku, namun tidak ada naitan sedikittpun aku menggubrisnya. Hingga akhirnya mama menyampaikan apa yang ingin ia sampaikan diluar.

            “Alea, semoga kamu dengar ya nak, mama ga ada niatan buat beda-bedain kamu sama Fadhil dua-duanya anak kesayangan mama, besok mama datang di acara sekolahan Alea ya! Ga usah khawatir mama janji akan datang, udah malem, tidur ya, jangan lupa cuci kaki sama gosok gigi” Ucap mama dan segera menuju ke kamarnya.

            Sedikit aneh mendengar perkataan itu keluar dari mulut mamaku. Rasanya pertama kalinya aku merasa diperhatikan olehnya, hingga membuat hatiku tergerak dan merasa bersalah telah membentakanya tadi.

            Keesokan harinya, acara memperingati hari ibu yang akan dimulai jam 09:00 WIB, sudah terlihat ramai didatangi oleh para ibu-ibu siswa sekolahku, meski terlihat tidak peduli, sejujurnya aku benar berharap mama akan datang seperti apa yang ia katakan tadi malam. Setengah jam lagi kegiatan akan dimulai, namun belum terlihat tanda-tanda kedatangan mamaku, hingga akhirnay aku menurunkan gengsi untuk meneleponnya.

            “Ma, mama jadi ga kesekolah?” Ucapku dengan kesan cuek

            “Iyaa sabar ya Alea, ini mama lagi di jalan menuju sekolah kamu, 7 menit lagi nyampe kok”.

            Lega mendengar hal itu, lalu aku berjalan menuju ke arah teman –temanku yang sudah lengkap bersama ibu mereka. Tidak lama kemudian dari kejauhan terlihat seorang wanita yang hendak menghampiriku, awalnya kupikir itu adalah mama, ternyata dia adalah bi ani.

            “Maaf non, bibi disuruh ibuk datang buat acaranya non alea disekolahan, ibuk gabisa dateng non, tiba-tiba tadi dapat telepon dari sekolahnnya den Fadhil katanya den Fadhil abis berantem sama temennya makanya ibuk langsung ke sekolahannya den Fadhil, dan nyuruh bibi ke sini, gapapa yakan non? Bibi ga telatkan?”.

            “Yaudah mau gimana lagi, gimanapun tetep fadhil jugakan yang bakal diprioritasin sama mama, emang salah dari awal aku ngarepin mama datang, dan aku pikir mama beneran berubah dan sayang sama aku, ternyata mama yang dulu ga pernah berubah” Jawabku dengan sedikit kesal dan raut kecewa yang tidak bisa aku sembunyikan.

            Begitulah hari ini berlalu sesampainya dirumah aku tidak melihat keberadaan mama ataupun papa. Hingga membuatku semakin jengkel dan memutuskan untuk menginap kerumahnya angel.

            “Bi, kalau papa pulang dan nanyain aku, nanti bilangin ya aku nginep dirumahnaya angel”.

            “Baik non, hati-hati ya”.

            Setelah asyik menghilangkan badmood dengan menonton film bersama Angel, aku mendapat panggilan telepon, ternyata yang menelepon adalah mama.

            “Aleaa.. maafin mama ya nak, gajadi kesekolah kamu, mama ga bermaksud ngecewain dan bohongin kamu, cuma mama juga terpaksa karena Fadhil juga tiba-tiba dapat masalah dan papa lagi dikantor, jadi harus mama yang datang kesekolahnya Fadhil” Ucap mama dengan nada suara bersalah dan terdengar serak serak menahan tangis.

            “Udah ma, gausah dipikirin, lagian aku juga ga berharap mama dateng kok, cuma kalau emang ga bakal dateng gausah ucap janji yang ga bakal mama tepati, selama ini aku cuma diem liat mama yang super peduli sama Fadhil sedangkan aku cuma seperti anak asing bagi mama, dari awal kita juga ga pernah deketkan, kenapa mama tiba-tiba peduli, aku gamau jadi anak durhaka jadi sebaiknya gimana kita yang dulu teruslah berlanjut seperti itu, aku masih punya papa kok yang bakal nanyain kabar aku dan yang sayang sama aku. Mama fokus aja sayangi dan besarin Fadhil. Aku tutup ya ma, udah malem ga enak sama orang tua Angel kalau masih ketahuan belum tidur.” Segera kumatikan telepon dan membantingkan diri ke kasur.

            “Alea.. kamu kok gitu sih sama mamamu, gimanapun dia tetep mama kamu, dia sebenernya sayang sama kamu dan emang mungkin caranya agak beda dan kamu ga nangkep itu, percayalah pasti dia juga punya alasan ngelakuin semua itu, gaboleh gitu ya”.

            “Angel, bisa ga kita gausah bahas ini? Aku cape bahasnya, yuk lanjut nonton’.

            Saat sedang asyik menonton film kesukaan mereka, tiba-tiba Alea mendapat telepon dari teman sekelasnya bahwa besok akan ada pertandingan basket disekolah dan alea sebagai cheerleader akan tampil. Namun masalahnya kostum cheerleadernya ketinggalan dirumah, jadi mau tidak mau alea terpaksa menjemputnya ke rumah.

            Sesampainya dirumah, Alea merasa ada yang menjanggal karena tidak biasanya lampu kamar mama dan papanya dimatikan, dan Alea menanyakan hal itu kepada bibi, namun bibi terlihat terkejut karena alea tiba-tiba pulang tanpa memberitahunya.

            “Mama papa mana bi? Tumben banget dimatiin lampu kamarnya? Biasanya kalau ga dirumah ga pernah dimatiinkan lampunya?”.

            “Anuu non, nyonya sama tuan... ehmm lagi itu anuu lagi diluar katanya mau dinner bareng.” Ucap bibi yang terlihat gugup dan cemas.

            Merasa ada yang aneh dan seperti ada yang disembunyikan oleh bibi, Alea bergegas lari ke kamar mama papanya dan segera menghidupkan lampu kamarnya. Tak terlihat mama ataupun papanya berada dikamar. Namun, ada satu hal yang menjadi pusat perhatiannya adalah sebuah kaset dengan tulisan Alea anakku. Tanpa berfikir panjang alea langsung memutarkan kaset tersebut ke DVD yang ada dikamar orang tuanya. Betapa terkejutnya alea melihat isi dari kaset tersebut. Perjalanan kehamilan mamanya saat mengandung alea, hingga bagaimana proses keras dan sakit saat melahirkan alea, bagaimana terlihat sangat bahagia menyambut kelahiran alea, dicium,digendong, dipeluk dan sambil berkata “alea anakku sayang ini kamu waktu kecil, cantik dan imut yaa, cepat besar ya sayang, mama sama papa sayang sama kamu, rasanya kehidupan mama sangat sempurna setelah kehadiran kamu, cintai mama ya nak” setelah itu terlihatlah foto foto alea dari baru saja lahir, belajar merangkak, berjuang berdiri, dan berusaha berlari dengan dengan kedua tapak kaki kecilnya. Dan yang selalu ada menemani alea adalah mamanya. Dengan iringin lagu ...

Baby i’m just soggy from the chemo

Sayang, aku hanya lelah karean kemoterapi ini

But, counting down the days to go

Namun menghitung hari-hari yang tersisa

It just ain’t living, and i just hope you know

Ini bukanlah hidup, dan aku harap kalian tau

That if you say, goodbye today

Jika kalian katakan selamat tinggal hari ini

I’d ask you to be true

Aku akan meminta kalian untuk jujur

cause the hardest part of this

Karena bagian terberat dari semua ini

Is leaving you

Adalah meninggalkan kalian

 

            Seketika pecah tangisan Alea mendegarkan lagu ini, ia tau bahwa judul lagu tersebut adalah cancer (Kanker) oleh my chemical romace,  tak kuasa Alea menahan tangis, ia merasa anak paling durhaka hingga tidak mengetahui penderitaan mamanya selama ini, ia hanya anak egois, angkuh dan tidak pernah peduli. Lantas bibi menceritakan semua yang terjadi selama ini mengapa mamanya terlihat tidak peduli dan selalu memperhatikan Fadhil, itu karena mamanya harusnya menjalani kemoterapi dan berbohong mengenai Fadhil, ia menghabiskan hari dirumah sakit selama Alea ke sekolah dan akan pulang apabila Alea juga pulang dari sekolah. Mamanya tak ingin Alea khawatir dan menangisinya, ia yakin akan sembuh dan bersepakat untuk menyembunyikan semuanya dari Alea. Dan sekarangpun mamanya ternyata sedang berada di rumah sakit karena tiba-tiba drop. Tanpa pikir panjang alea segera menuju ke rumah sakit.

            “Mama kenapa bohong sama Alea? Maafin Alea karena biarin mama ngerasain sakitnya sendirian, Alea gapernah ada disaat mama butuh Alea, mama boleh pukul atau marahin Alea karena gagal jadi anak yang baik untuk mama, maaa maafin Alea, jangan tinggalin Alea, Alea sayang mama”

            “Mama gapapa kok sayang, gausah khawatir ya, melihat Alea dihadapan mama aja sekarang mama udah bahagia banget, rasanya mama kembali dicintai oleh anak mama, maafin mama udah bohong ya nak, mama cuma mau lihat Alea bahagia dan ga sedih mikirin mama, pokoknya Alea harus janji sama mama untuk selalu bahagia ya nak” Dengan isak tangis yang tak terbendung dan memeluk alea dengan erat.

            Satu hal yang benar membuat alea merasa sangat bersalah adalah ternyata yang mengajukan kegiatan hari ibu kepada kepala sekolah di sekolahan Alea adalah mamanya sendiri, karena ia pikir itu akan menjadi hari terakhir kebersamaannya bersama alea, namun sama sekali tidak kesampaian karena saat diperjalanan mamanya mendadak sakit dan harus dilarikan kerumah sakit, dan dokter memberitahu mamanya bahwa ia sudah ditahap kanker stadium akhir dan hanya memiliki waktu lebih kurang 1 minggu. Hancur-sehancurnya hati Alea mengetahui hal tersebut dan rasanya dunianya akan hancur jika mamanya tidak bersama dirinya lagi. Seharian penuh mamanya menyiapkan semua video dan foto yang ada di kaset yang Alea temukan di kamar mama papanya.

            “Jangan nangis ya sayang, mama masih disini, kita nikmati masa yang tersisa tanpa penyesalan ya, Alea anak kesayangan mama, nantinya kalau mama udah ga ada kamu harus jadi Alea yang kuat, ga cengeng, mandiri dan mama yakin Alea bisa tanpa mama” ucapnya dengan rintihan dan berusaha kuat untuk membendung air matanya.

            “Maafin Alea ma, Alea sayang mama, i love you mama”


Profil Singkat


Rades Kasi. Lahir di Kuantan Singingi 18 November 2002. Merupakan seorang Mahasiswa Universitas Riau dengan program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia


Posting Komentar

0 Komentar