Prosa Tanah Lancang Kuning
Raysa Ashia Bilge
SMAS IT MUTIARA
Angin berbisik di tepi sungai
Menyentuh riak menyapu gelombang
Seperti pantun dalam kenduri
Menghidupkan cerita dalam terang
Kilasan kisah dalam buku terurai mengalir indah
Di rumah panggung kami bertaut
Petuah orang tua kami bersambut
Kalau hidup hendak selamat
Berbudi bahasa jangan terlambat
Buku pertama, kisah yang membekas dihati
Zapin berputar di tengah balai
Serunai lirih merasuk sanubari
Langkah penari bagai ombak berlayar
Mencatat jejak di tanah melayu
Buku Kedua, saat kisah didedarkan saat pesta rakyat
Gurindam tua tetap bertahan
Seperti nyala dalam pelita
Dalam baitnya tertanam pesan
Agama bekal mengarungi dunia
Buku Ketiga, kilasan istana Raja Ali Haji mengambang dalam benakku
Lancang kuning mengarungi samudra
Menantang badai menjemput harapan
Begitulah bahasa leluhurku
Menjaga adat menjaga sikap
Buku keempat, saat dunia ditangan para pelaut
Kaum muda ingatlah selalu
Pantun bukan sekadar kata-kata
Dalam barisnya tersimpan waktu
Petuah lama yang menghujam dada
Buku kelima, saat pantun dibacakan dipanggung penuh lampu
Tulislah kisah tuturkan cerita
Agar sejarah tak usang ditelan masa
Tanah Lancang Kuning tetap bernyawa
Membingkai kita menjaga
Buku keenam, saat emas perak penjajah tak bisa membeli harga diri
Karya seni ini jantung hati
Nasihat ibu pesan ayahanda
Dalam pantun dan syair tua
Hidup Melayu berpaut hati
Buku Ketujuh, saat hati sudah bertaut
Dari tepian hingga ke tanjung
Suara gurindam terus berkumandang
Mengingatkan kita yang sedang berjuang
Agama budaya jangan terbuang
Buku kedelapan, saat kaki meninggalkan tanah Lancang Kuning
Untuk melanjutkan Pendidikan
Maka bersama kita ukir sejarah
Biarkan dunia tahu asal diri
Bahwasanya Lancang kuning takkan rapuh
Karya seni tetap mewangi terpatri dalam hati
Dimana prosa bisa bercerita dari buku buku lama
0 Komentar