Melestarikan Tradisi Tepuk Tepung Tawar sebagai Wujud Cinta terhadap
Warisan Budaya Melayu Riau
Karya: Stephanie Amira Ellen
Tradisi Tepuk Tepung Tawar diwarnai oleh keharuman bunga dan doa-doa tulus yang mengiringi setiap prosesi. Prosesi ini mencerminkan rasa hormat, kasih sayang, dan kecintaan terhadap warisan leluhur yang terus dilestarikan hingga kini.
Lebih dari sekadar prosesi, Tepuk Tepung Tawar sarat simbol dan nilai kehidupan. Biasanya, tradisi ini dilaksanakan pada pernikahan, kelahiran, atau peristiwa penting lainnya untuk memberikan doa dan restu. Gerakan yang sederhana namun penuh makna mencerminkan kebijaksanaan dan kehalusan budi masyarakat Melayu Riau. Untuk lebih memahami keindahan dan makna tradisi ini, mari kita lihat secara lebih rinci bagaimana setiap prosesi Tepuk Tepung Tawar dilaksanakan.
Dalam pelaksanaan Tepuk Tepung Tawar, setiap persiapan terasa seperti merajut doa di udara. Tuan rumah menata beras kuning, beras putih, daun setawar, bunga rampai, dan air mawar di atas talam perak yang berkilau. Tatalan itu seakan
memantulkan harapan dan ketulusan di dalam hati. Keharuman bunga dan air mawar perlahan menyebar, memenuhi ruang dengan ketenangan. Alam seakan ikut menunduk memberi restu. Angin lembut membawa aroma bunga ke setiap sudut ruangan. Sinar matahari menembus jendela dan memantul di atas talam perak, menambah kilau doa yang tak terucap. Setiap butir bahan tampak hidup, seolah menanti untuk menyatu dengan tepukan yang menyiratkan harapan.
Prosesi dimulai dengan kehadiran tokoh yang dituakan: tetua adat, tok penghulu, atau orang tua dari pihak keluarga. Mereka mengenakan pakaian adat Melayu yang cerah, seperti songket berkilau dan baju kurung yang anggun, seakan setiap helai kainnya turut menyampaikan restu dan harapan. Tetua adat tersenyum sambil menepuk tepung tawar dengan gerakan perlahan yang penuh ketelitian dan makna. Tindakan itu seolah menyalurkan pesan hati melalui udara.
Tepuk Tepung Tawar bukan sekadar tepukan fisik, tetapi bahasa hati yang bergerak. Tepung putih melambangkan kesucian hati dan ketulusan doa. Beras kuning menjadi sinar kecil yang menebarkan kemakmuran, daun setawar menghadirkan kesejukan, sementara bunga rampai dan air mawar membawa ketenangan. Semua unsur ini menari bersama dalam harmoni, membawa doa agar penerima selalu hidup dalam keselamatan, kebahagiaan, dan keberkahan.
Suasana menjadi sakral ketika tok penghulu mulai membacakan doa-doa. Suaranya mengalun seperti nyanyian masa lalu yang menembus waktu, berpadu dengan gemericik air mawar dan tepukan lembut tepung tawar, menimbulkan ritme yang menenangkan. Petuah orang tua kepada generasi muda terdengar seperti benih yang jatuh ke tanah, siap tumbuh menjadi pohon nilai dan kebijaksanaan. Setiap langkah prosesi menunjukkan bahwa makna tradisi tidak hanya pada bentuknya, tetapi juga doa dan filosofi, sementara seluruh warga ikut merasakan aliran pesan hati yang bagaikan cahaya.
Suasana kebersamaan, gotong royong, dan saling menghormati tampak jelas. Masyarakat menata tempat, menyiapkan bahan, dan menyambut tamu dengan senyum ramah. Upacara ini bukan hanya ritual, tetapi ikatan hati yang nyata, memperlihatkan bahwa budaya dapat menjadi pelita yang menuntun manusia agar tetap bersatu.
Tangan yang menepuk tepung tawar seolah menyalurkan pesan hati melalui udara, menyentuh bahu dan tangan penerima berkat dengan ketulusan yang hangat. Penerima tersenyum haru, menunduk sejenak sambil merasakan aliran berkah dan kedamaian yang menghangatkan hati, membuat setiap orang yang hadir ikut merasakan damai yang lembut.
Tepuk Tepung Tawar juga menjadi sarana pendidikan moral bagi generasi muda. Anak-anak dan remaja terlibat dalam setiap tahap prosesi. Mereka belajar menghargai budaya, memahami makna doa, dan menumbuhkan sikap rendah hati serta saling menghormati. Orang tua sengaja melibatkan mereka agar nilai luhur tidak hilang ditelan zaman. Dengan demikian, pelestarian tradisi tidak hanya mempertahankan bentuk upacara. Tradisi ini juga menanam maknanya di hati penerus bangsa.
Keindahan Tepuk Tepung Tawar bukan hanya terlihat dari tata upacara, tetapi juga dari suasana yang tercipta. Saat tepung tawar ditepukkan, senyum lembut, kata-kata doa, dan raut wajah penuh kasih menghadirkan momen hangat yang menenangkan jiwa. Upacara ini mampu mengikat emosi dan membangkitkan rasa cinta terhadap budaya sendiri. Selain itu, ia menumbuhkan kesadaran bahwa kebersihan hati dan ketulusan adalah bagian dari kehidupan yang harmonis dan penuh berkah.
Tradisi Tepuk Tepung Tawar bukan sekadar prosesi adat, melainkan cerminan nilai-nilai luhur yang telah diwariskan turun-temurun oleh masyarakat Melayu Riau. Setiap gerak, setiap taburan beras, dan setiap doa yang dipanjatkan
mengandung makna mendalam tentang penghormatan, kasih sayang, dan harapan akan kehidupan yang penuh berkah. Di balik kesederhanaannya, tersimpan filosofi kebersamaan dan keseimbangan antara manusia, alam, dan Sang Pencipta.
Pelestarian tradisi ini menjadi bukti nyata bahwa budaya daerah memiliki peran penting dalam memperkuat identitas bangsa Indonesia. Di tengah derasnya arus modernisasi, Tepuk Tepung Tawar tetap bertahan sebagai simbol kearifan lokal yang tidak lekang oleh waktu. Melalui upaya menjaga dan mengenalkannya kepada generasi muda, kita turut merawat akar kebudayaan yang menjadi penopang jati diri bangsa. Tradisi ini mengingatkan kita bahwa setiap budaya daerah memiliki keindahan dan makna yang layak dijaga. Selama masih ada hati yang menghargai dan tangan yang meneruskan, Tepuk Tepung Tawar akan terus hidup. Tradisi ini menebarkan doa dan kesejukan bagi siapa saja yang menyaksikannya.
.png)
0 Komentar