Mentariku yang Sementara Pergi
Anisa Putri Rahayu
Malam ini aku duduk termenung sambil
melihat fotonya di layar handphoneku dan memikirkan selembar keripik kentang
yang ia suapkan untukku dikelas dulu. Sampai saat ini aku masih mengingatnya,
Sang Mentariku Yang Sementara Pergi. Dia bukan siapa-siapa, tapi aku sangat
peduli kepadanya.
Namaku, Tisha. Aku adalah salah satu
pelajar dari SMP Nusa Bangsa. Menjadi sekretaris kelas membuatku selalu berada
disisinya. Ya, siapa lagi kalau bukan ketua kelas yang ditaksir banyak wanita.
Saat itu kami sedang dikumpulkan oleh
pembina OSIS sekolahku, yaitu pak Dhani. Bapak tersebut menyuruh kami untuk
berbaris, kemudian membagi kelompok untuk panitia OSPEK siswa baru di
sekolahku. Ternyata, aku dan dia satu tim dalam kegiatan tersebut.
Demi kerjasama yang baik, kami pun
harus saling kenal mengenal. Ternyata, yang lain sudah saling kenal kecuali
aku.
“Aku manggilnya kakak atau siapa? “
sahutnya ketika melihatku.
"Kok kakak? Kan sama-sama kelas
delapan kan? “ jawabku dengan penuh pertanyaan.
“Emang lahir tahun berapa? “
balasnya kepadaku.
“Tahun 2002“ jawabku dengan santai.
“Eh, masa iya?" jawabnya sambil
menertawaiku.
“Emang kenapa?" jawabku
terheran-heran.
“Ga masalah sih, Cuma lebih tua
aja" jawabnya kembali sambil tersenyum-senyum.
“Ooh, pantesan ketawa" jawabku
dengan jutek.
Pada saat mengospek siswa baru
tersebut, tergesit dipikiranku ''Dia dari kelas mana ya? Kok aku tidak pernah
melihatnya?." Aku ingin menanyakan kepadanya, "Dari kelas manakah
dia?." Namun, sebelum aku bertanya kepadanya, ia duluan yang bertanya
kepadaku.
“Eh, Kak. Kakak dari kelas
mana?" Sahutnya dengan santai kepadaku.
“Loh, kok kakak ?? “ jawabku sambil
heran.
“Kan emang lebih tua, tu iya panggil
kakak dang“ balasnya sambil tertawa.
“Iiihh, janganlah panggil kakak, kan
kita seangkatan.“ jawabku sambil memohon kepadanya.
“Ga ada, ga ada, kakak
pokoknya" responnya kepadaku sambil menertawaiku.
“Terserah..!” jawabku dengan marah.
“Eh, serius nii, dari kelas mana
kak?“
“Delapan B“ jawabku dengan jutek.
“Ha? Masa iya? Sebelahan kelas kita
dong?? “ responnya kepadaku sambil bingung.
“Iya, emang dari kelas mana?“
“Dari kelas 8 C" jawabnya
sambil tertawa.
“Tapi kok ga pernah lihat?"
Jawabku serentak dengannya.
Aku bingung, kenapa sudah satu tahun
bersebelahan kelas dengannya aku tidak pernah melihatnya sekalipun? Kupikir ini
adalah cara indah tuhan pertemukan kami berdua di lapangan sekolah dan satu tim
dengannya. Sejak itu, aku semakin dekat dengannya, dan kelihatannya ia mulai
tertarik denganku. Awalnya aku tidak pernah suka dengannya, bahkan aku adalah
orang yang paling suka memarahinya. Namun sepertinya, dia mulai menaburkan
pelet-pelet cinta kepadaku.
Hari-hari terus berlalu, penghujung
waktu untuk mengospek siswa baru pun akan berakhir. Ada disatu hari terakhir ngospek, kami bermain lompat
tali. Kemudian, ia mulai mengusikku dengan taburan pelet-peletnya. Pada saat
itu aku mulai sering memarahinya. Namun, orang-orang mengira kami adalah
sepasang kekasih yang baru saja jadian.
“Cie-cieeee, langgeng yaa..!" Sapaan
teman-temanku dengan nada julid.
“Apa yang langgeng??" Jawabku terheran-heran.
“Semoga langgeng dengan dia yaa..!" Respon
teman-temanku sambil tertawa.
“Dia siapa yang kalian maksud?" Jawabku kembali
sambil tak enak hati.
“Firza loh.. , dah kami pergi dulu ya, semoga sampai
pelaminan“
Sejak itu,
aku mulai tidak suka dengan ucapan teman-temanku. Aku mulai menceritakannya
dengan dia. Tidak hanya itu, banyak juga orang yang tidak suka karena kedekatan
kami berdua.
Setelah mengospek siswa baru, waktu libur semester
pun berakhir. Kami mulai beraktifitas kesekolah seluruhnya. Saat hari pertama
di semester lima, kami sedang mencari kelas baru. Ternyata, aku dapat kelas
sembilan B, dan dia kelas sembilan E. Tiba-tiba, ada seorang guru yang bernama
bu Putri, ia sedang melakukan penukaran siswa. Bu Putri memanggil salah satu
nama dari kelasku untuk dipindahkan ke kelas sembilan E. Kemudian ia menyuruhku
untuk memanggilkan siswa dari kelas sembilan E untuk pindah ke kelasku. Ternyata,
yang di suruh pindah ke kelasku adalah dia, Firza.
Berbagai kesepakatan telah diputuskan. Wali kelasku
menunjuk dia sebagai ketua kelas dikelasku. Tidak hanya itu, akupun adalah
sekretaris dikelasku. Jabatan yang kami miliki tersebut membuat kami selalu
dekat. Kami berdua sering diberi pekerjaan oleh wali kelasku. Tanggung jawab
kelas pun diserahkan kepada kami berdua. Segala urusan yang menyangkut kelas kami urus bersama.
Saat pembagian tempat duduk, aku duduk didepan
barisan kedua dari pintu kelas. Dia duduk dibelakangku bersama Zikri wakil
ketua kelas kami. Dari letak tempat duduk tersebut membuat kami semakin dekat.
Dia orang yang baik, rajin dan pintar. Jarang sekali kutemukan seorang
laki-laki seperti dia yang rajin belajar. Dikarenakan tempat duduk yang
berdekatan, aku dan dia pun sering satu kelompok dalam pelajaran. .
Hampir setiap pulang sekolah kami mengerjakan tugas
yang disuruh wali kelasku. Ya, pekerjaan yang menyangkut tentang struktur,
denah, mata pelajaran dan semacamnya untuk keindahan kelas. Saat itu motorku
sering dipakai abangku, sehingga aku meminta izin kepada mereka untuk tidak
bisa ikut membuatnya. Namun, mereka tidak mau mengerjakannnya tanpa aku.
Akhirnya, dia menawarkan untuk pergi bersamanya.
Berhari-hari kami mengerjakan tugas yang diberikan
wali kelasku, tidak ada yang serius dari kami kecuali aku. Aku sering
memarahinya karena tidak mau serius dalam
mengerjakannya. Sudah beberapa hari kami belum juga siap mengerjakannya.
Aku meminta mereka untuk serius dalam mengerjakannya, dan akhirnya mereka
serius membantuku mengerjakannya. Hari
terakhir kami mengerjakannya, dia membuat kata yang singkat di kertas origami
berbentuk love yang berwarna kuning dengan tulisan “ Ti Amo “ yang aku sendiri
tidak tau artinya.
“Ti Amo?? Apa artinya ni Fir? “ kataku dengan
bingung.
“Cari di google" jawabnya sambil tersenyum.
“Emang dari bahasa apa nii ??" balasku kembali
sambil heran.
“Cari aja di google“ respon temanku lainnya sambil
menertawaiku.
Tak terasa,
ternyata aku sering berboncengan dengannya untuk mengerjakan tugas sekolah.
Bahkan, hujan petir pun pernah aku lalui bersama dengannya.
Saat disekolah, aku bingung untuk
menghampirinya. Aku tidak tau apa maksud dari yang ditulisnya dikertas origami
tersebut. Aku terus bertanya kembali kepadanya, namun ia tetap tidak ingin
memberitahunya. Kemudian, aku bergegas pergi dan ingin bertanya kepada
sahabatnya yaitu Zaki. Namun, setelah aku bertanya kepada Zaki, Zaki malah
menertawaiku. Sejak itu aku semakin bete dan tidak nyaman serta sering memarahinya.
Lalu ia membocorkan asal daerah kata tersebut. Dan aku kemudian mencarinya di
google, ternyata artinya diluar dugaanku. Masa artinya “Aku Mencintaimu“ kan ga
lucu menurutku.
Setelah aku mengetahui arti dari
kertas origami yang ia berikan kepadaku, aku mulai menjauhinya. Ku kira kami
hanya akan menjadi teman saja, namun sepertinya ia semakin ingin dekat
denganku. Lalu aku mengirimkan pesan kepadanya di facebook.
“Jangan terlalu dekat denganku, aku
takut menyakitimu“ pesanku kepadanya sambil keringat dingin.
“Kenapa??"
“Aku hanya takut menyakitimu, jadi
jangan terlalu dekat denganku“ balasku dengan serius.
“Bagaimana Tisha mau menyakitiku?
Sementara Tisha sendiri yang selalu membuatku bahagia selama ini, pliss
janganlah ngomong gitu“ jawabnya kembali sambil mengirimkan emoticon sedih.
Kata-kata yang ia ucapkan itu yang
membuatku semakin tau bahwa ia suka denganku, namun aku sangat risih
sebenernya. Tapi mau bagaimana lagi, aku belum pasti tau pikiranku benar atau
salah. Lama-kelamaan aku tak bisa jauh darinya, entah kenapa aku sangat nyaman
dengannya. Apa mungkin karena tingkahnya kepadaku bisa membuatku seperti ini?
Entahlah, aku kurang mengerti dengan perasaanku.
Setelah aku merasakan hal aneh
dengan diriku, aku menceritakannya dengan Ciara, sahabatku. Ciara mengatakan
hal yang sama denganku tentang perasaannya kepada Zaki, sahabatnya Firza. Kami
berdua menjadi bingung, apa yang sudah kami lakukan? Kenapa kami berdua menjadi
seperti ini? Bahkan, saat itu kami malah takut kehilangan mereka. Kami akui
memang kami setiap hari selalu bermain bersama. Kami dekat karena aku
bersahabatan dengan Ciara yang satu kelas dengan Zaki, dan aku yang sekelas
dengan Firza. Sungguh sangat rumit kisah kami ini. Orang-orang pun heran dengan
kedekatan diantara kami.
Setelah aku mengakui pada diriku
sendiri bahwa aku benar-benar suka kepadanya, aku lebih sering cemburu
kepadanya ketika ia berbicara dengan perempuan lain. Padahal, aku tau bahwa ia
memang menyukaiku. Aku tahu dia menyukaiku dari sahabatku, Ciara. Ciara sih taunya
saat Firza chattingan dengannya.
Kuperhatikan hari-hari kami semakin
indah, sampai-sampai guru-guru di sekolahku pun mengetahui kedekataan diantara
kami. Guru kami tidak pernah memarahi kedekatan kami, karena guru kami
mengetahui kami tidak mungkin berbuat hal yang aneh-aneh.
Ya, mungkin karena kami termasuk
murid yang berprestasi di kelas. Firza juara 1 dikelasku, sementara aku juara
3. Ciara juara 1, dan Zaki juara 2 dikelasnya. Saat itu terkadang guru-guru pun
suka julid kepada kami. Ia bilang muka kami miriplah, cocoklah, sampai
pelaminanlah, banyak lagi guyyss.. risih sih, tapi mau diapain juga ga akan
hilang ledekannya. Kami sehari tak bersama aja guru-guru pada tau kami lagi
berantem. Huh sedekat apa cobak kami berempat? Udah kayak keluarga bahagia ga?
Hahha.. Bahkan guru yang tidak mengajar kami pun juga tau sama kami. Apa kami
yang digosipin di kantor guru-guru setiap hari? Pertanyaan itu selalu ada
dipikiran kami berempat.
Lucu ternyata memikirkan hal-hal
yang pernah aku lalui bersama sahabat-sahabat seperjuangan yang kini entah
dimana rimbanya. Ya, Mentari yang selalu ku rindu kepergiannya. Mentariku Yang
Sementara Pergi bagiku kini. Ku berharap dan berdo'a semoga mereka sukses dan
bahagia selamanya. Semoga Allah pertemukan kami pada saatnya tiba.
Berbahagialah cinta, kasih, dan sayangku, penghuni hari-hariku di jendala SMP.
0 Komentar