Menghidupkan Kembali Budaya Daerah Sebagai Pengingat Generasi Muda - Ratifa Zahra

 


Menghidupkan Kembali Budaya Daerah Sebagai Pengingat Generasi Muda

Karya: Ratifa Zahra

Budaya daerah adalah tempatnya para leluhur Indonesia untuk mewariskan
kebiasaan, adat istiadat, kesenian dan nilai-nilai yang sudah tercangkum di suatu
wilayah yang akan di sebarkan dari generasi ke generasi. Budaya itu sendiri yang
menjadikan cerminan kebiasaan yang di lakukan masyarakat tersebut. Setiap daerah
yang berada di Indonesia sangat beragam akan budaya yang mereka miliki. Seperti
tari tradisional, alat permainan, alat musik, nyanyian bahkan sampai adanya cerita
rakyat di daerah itu. Namun, akibat perkembangan zaman, banyak anak-anak
Indonesia yang mulai melupakan budaya mereka karena dianggap kuno.
Menghidupkan kembalinya budaya daerah merupakan tindakan masyarakat
Indonesia sebagai upaya agar kalangan anak muda tidak melupakan nilai-nilai
moral yang sudah di lakukan leluhur bangsa Indonesia. Budaya daerah tersebut
terbentuknya jati diri dan hakikat bangsa Indonesia sendiri, bukan hanya sebagai
tradisi tetapi sebagai sarana pembentukan bangsa. Semakin berkembangnya
teknologi generasi pemuda zaman sekarang, cenderung meninggalkan budaya
daerahnya dan lebih memilih budaya luar. Oleh karena itu, perlunya upaya agar
kembalinya kebiasaan yang di lakukan budaya Indonesia. Selain dari itu, tidak
melibatkan daerah yang berada di luar kendali indonesia.
Setiap pulau-pulau yang bertebaran di Indonesia memiliki ciri khasnya
sendiri. Tentunya daerah-daerahnya pun memiliki keunikan dan kekreativitasnya


sendiri. Misalnya Tarian Piring dari Minangkabau yang berasal dari Provinsi
Sumatra Barat. Menggunakan piring yang di letakkan di kedua telapak tangan, lalu
menggerakkan tubuh dengan cepat. Seiringan penari menggerakan tubuh nya
dengan semakin lama semakin cepat adanya adegan Tarian Piring yang memakai
kakinya sebagai landasan untuk menginjak piring. Berbeda dengan Tarian Dana
Dana yang berasal dari Provinsi Gorontalo, tidak menggunakan properti benda
apapun, hanya menampilkan gerakan tubuhnya dengan lincah dan anggun.
Pemanfaatan media sosial menjadi upaya yang bisa di lakukan pada
generasi ini. Dengan melestarian budaya daerah untuk lebih di ketahui masyarakat
Indonesia yaitu, mempostingkannya di media sosial. Alasannya remaja sekarang
atau generasi muda cenderung untuk membuka gadget nya dibandingkan untuk
langsung ke daerah tersebut, dikarenakan biayanya dan kesempatan kesana.
Pendidikan sekolah perlu mengadakan nilai-nilai yang mengcangkup daerah
budaya Indonesia. Serta studi juga mengatakan bahwa remaja Indonesia masih
mencintai budaya daerahnya sekitaran 70,2%.
Itulah bentuk bahwa masih ada pemuda Indonesia yang masih mencintai
budaya lokalnya sendiri. Agar bisa melakukan lebih banyak lagi, untuk mengetahui
budaya daerah Indonesia sekolah bisa melakukan pemgromanan. Dengan
mengadakan pelatihan seni dan kegiatan ekstrakulikuler yang menarik. Seperti
ekstrakurikuler yaitu “menari”. Disitu murid-murid bisa lebih memahami secara
visual dengan adanya pelatih yang bisa menunjukan bagaimana tarian tersebut bisa
ditarikan oleh muridnya. Pelatihan seni, bisa di latihkan dengan adanya alat musik
tradisional berasal dari daerah tersebut.
Seperti angklung yang berasal dari jawa barat. Alat musik tradisional
angklung terdiri dari 2 hingga 4 tabung bambu yang di susun di bingkai bambu lalu
diikat dengan tali rotan. Cara memainkannya pun mudah untuk di lakukan kalangan
anak remaja sekarang. Memainkannya yaitu dengan cara di goyangkan ujung dari
tabung sebelah kanan bambu lalu jari jempol dan jari telunjuk memeggang ujung
tabung bambunya lagi di sebelah kiri menunjukan bahwa angklung itu di
goyangkan. Bukan di pukul. Setiap angklung menghasilkan 1 nada dan di mainkan
secara bersama.


Terciptanya musik angklung juga merupakan cerminan cara pandang hidup
masyarakat suku baduy (suku sunda asli) yang hidup dalam budaya agraris. Sumber
kehidupan mereka dari padi (paré). Menurut mitos, mereka menggunakan alat
musik angklung untuk memikat Nyai Sri Pohaci yang melambangkan Dewi Padi
sebagai pemberi kehidupan (hirup-hirup). Musik angklung juga dianggap sebagai
bagian dari ritual untuk mengawali penanaman padi.
Permainan angklung sudah ada sejak sekitar 400 abad lalu muncul sebagai
upaya untuk memikat Dewi Sri turun ke bumi dan membuat tanaman padi subur.
Selain berfungsi dalam ritual pertanian, angklung sempat berperan untuk
penggugah semangat dalam pertempuran di masa penjajahan. Hingga pemerintahan
Hindia Belanda sempat melarang masyarakat menggunakan angklung. Membuat
popularitas angklung menurun dan hanya dimainkan oleh anak anak pada waktu
itu. Pada Dewi Sri adanya lagu-lagu persembahan yang diiringi bunyian tabuh dari
susunan bambu-bambu yaitu angklung seperti sudah dijelaskan. Disitulah alat
musik angklung dipersembahkan dan dibersamai oleh Seren Taun. Pada penyajian
angklung umumnya berkaitan dengan upacara padi bagi suku baduy, kesenian
itulah yang sebagai pertunjukan sifatnya arak-arakan. Sebagian dari itu, ada juga
pertunjukan iring-iringan Rengkong, Dongdan dan Jampana (usungan pangan).
Seiringnya berkembangnya angklung, angklung sampai menyebar ke seluruh Jawa,
Kalimantan dan terakhir di Sumatra.
Pada tahun 1903, salah satu misi kebudayaan dari Indonesia ke Thailand,
yaitu ditandai dengan penyerahan angklung. Permainan musik bambu ini bahkan
sempat menyebar luas di sana. Di tahun 1966, Udjo Ngalagena merupakan tokoh

angklung yang mulai menumbuhkan teknik permainan dengan adanya nada laras-
laras pelog, salendro lalu manenda. Mulailah dari situ, bagaimana cara memainkan

angklung dan mengajarkan kepada masyarakat luas.
Terakhir adalah teknik Tengkep, mirip seperti Kurulung tetapi salah satu
tabung ditahan agar tidak ikut bergetar. Pada intinya angklung melodi
menyebutkan, bahwa teknik ini yang menyebabkan angklung bisa mengeluarkan
nada murni (satu nada melodi, tidak seperti pada umumnya dua). Namun berbeda
dengan angklung akompanimen mayor, teknik inilah yang digunakan untuk


menjakankan 3 akord mayor (3 nada). Bila tidak dilakukan dengan teknik Tengkep
maka nada yang dihasilkan, akrod dominan septim (4 nada).
Pada jenis-jenis angklung sangat bervariasi dan ada sejarah nya pada setiap
jenisnya. Diantaranya terdapat jenis angklung yang diutamakan dalam masyarakat
suku baduy yaitu Kanekes, Badeng, lalu Badud. Angklung Kanekes adalah
angklung yang paling utama dalam ritual padi, karena adanya hubungan dengan
ritus padi. Bukan untuk digunakan untuk menghiburkan orang-orang. Angklung
hanya digunakan saat sedang menanam padi di huma (ladang). Sebelumnya Badeng
fungsinya sebagai hibura untuk kepentingan dakwah islam. Tetapi, ternyata Badeng sudah
di kenal sejak sebelum masuknya islam. Masyarakat menggunakannya untuk penanaman
padi seperti yang sudah di jelaskan sebelumnya. Diduga, Badeng diakui menyebar saat
berkembangnya islam di daerah ini pada abad ke-16 atau 17. Di mana masanya penduduk
Sanding, Arpaen, Nursaen masih saat belajar agama islam di Kerajaan Demak.
Setelah pulang dari demak mereka memulai dakwah dan menyebarkan
agama islam. Angklung yang digunakan sebanyak sembilan, lalu ada musik
pendukung dengan teks campuran bahasa Sunda, Arab, Indonesia, berisi nilai islami
dan nasihat. Selain musik, ada juga atraksi kesaktian seperti mengiris tubuh dengan
senjata tajam. Terakhir angklung badud berkembang di Tasikmalaya pada tahun
1996-2016. Dari mulai tradisi mengarak padi hingga tampil di berbagai acara.
Berserta adanya pendungkung dan penghambatnya. Pelestarian angklung Badud ini
melibatkan pemerintahan, kelurahan dan masyarakat setempat.
Maka demikianlah, salah satu bentuk pelestarikan budaya daerah dapat
dilakukan melalui sistem pendidikan dan penyenggaraan festival budaya di daerah

masing-masing. Saya berharap generasi muda bisa membiasakan diri dengan nilai-
nilai moral yang telah diterapkan di lingungkan daerahnya. Lalu untuk pada

generasi selanjutnya saya juga mengharapkan budaya daerah indonesia tidak akan
hilang sampai kapan pun. Semoga tulisan yang saya buat ini bisa menjadi sumber
inspirasi dan memberikan manfaat bagi generasi muda.


Posting Komentar

0 Komentar