Suasana Rumahku Riau - Queena Lakeisha Dufa

 


Suasana Rumahku Riau
Karya: Queena Lakeisha Dufa 

Riau memiliki suasana yang tenang tapi hangat. Begitu aku hirup udaranya terasa segar, bercampur dengan aroma kopi dan makanan tradisional yang dijual di  warung pinggir jalan. Suasana kotanya tidak terlalu ramai, tapi terasa hidup dan  bersahaja. 

Di sepantaran jalan, aku melihat rumah-rumah adat Melayu dengan atap  lancip yang khas. Warna dindingnya cerah, seperti kuning dan hijau, membuat  suasana terlihat indah dan bersih. Di salah satu sudut pasar, aku melihat penjual  kain songket sedang menata dagangannya. Kain songket Riau itu berkilau terkena  cahaya, dengan motif rumit yang dibuat dari benang emas dan perak. Katanya,  setiap corak songket punya makna tersendiri, seperti kesopanan, kehormatan, dan  keindahan hidup orang Melayu. 

Sore harinya, aku pergi ke tepi Sungai Siak. Air sungainya berkilau terkena  sinar matahari, dan angin sore bertiup lembut. Anak-anak terlihat bermain di pinggir  sungai sambil tertawa riang. Tak jauh dari sana, beberapa orang dewasa duduk  santai menikmati makanan dan minuman sambil berbincang.  

Dari arah panggung kecil, terdengar musik gambus yang merdu mengiringi  Tari Zapin. Gerakan para penarinya lembut dan anggun, seperti menyatu dengan  irama musik yang menenangkan hati. 

Menjelang malam, aku sempat menyaksikan pertunjukan budaya di  halaman rumah adat Melayu. Lampu-lampu minyak menyala temaram, menambah  suasana hangat. Beberapa orang tua melantunkan pantun dengan nada lembut dan  penuh makna.  

“Kalau ke pasar membeli ikan, 

jangan lupa membawa keranjang. 

Kalau adat dijaga dengan tangan, 

bangsa tak akan kehilangan bayangan.”

Semua orang yang mendengar tersenyum, seolah larut dalam keindahan  kata dan irama tradisi dan penonton tersenyum dan bertepuk tangan. Aku pun ikut  tersenyum. Rasanya begitu hangat, begitu Indonesia. Budaya di sini tidak sekadar  pertunjukan, tapi juga cara orang menghargai kehidupan, alam, dan sesama  manusia. Rasanya damai sekali, seperti waktu berjalan lebih pelan di tempat ini. 

Orang-orang di Riau terkenal ramah dan sopan. Mereka berbicara dengan  nada lembut, menggunakan bahasa Melayu yang terdengar halus dan indah di  telinga. Saat aku membeli sarapan di warung kecil dekat pasar, ibu penjualnya  tersenyum dan berkata, “Silakan, nak, duduk dulu ya, nanti ibu buatkan yang  hangat.” Sapaan sederhana itu terasa begitu tulus. Di kota lain, mungkin orang sibuk  dengan urusannya masing-masing, tapi di Riau, aku merasa seperti berada di rumah  sendiri. 

Masyarakat Riau sangat menghargai adat dan tradisi mereka. Mereka sopan,  menghormati orang tua, dan saling membantu satu sama lain. Meskipun kehidupan  sekarang sudah modern, budaya Melayu tetap mereka jaga dengan bangga. 

Pagi itu aku berjalan ke pasar tradisional yang cukup ramai. Pasarnya tidak  besar, tapi penuh warna. Ada yang menjual buah-buahan tropis seperti manggis,  durian, dan rambutan. Suara pedagang bercampur dengan tawa para pembeli yang  menawar harga dengan santai. 

Lalu, aku mengunjungi sebuah sekolah di pinggiran kota. Di sana, anak anak sedang berlatih musik tradisional dan menari. Gurunya bercerita bahwa  pelajaran budaya selalu mereka ajarkan agar anak-anak tidak melupakan akar  mereka. Melihat wajah mereka yang bersemangat membuatku yakin, budaya  Indonesia akan terus hidup, selama masih ada generasi muda yang mau belajar dan  mencintainya. 

Selain itu, aku juga belajar banyak tentang nilai-nilai kehidupan. Orang  Riau sangat menjunjung tinggi sopan santun. Mereka tidak berbicara dengan suara  keras, selalu menghormati orang yang lebih tua, dan terbiasa bergotong royong.  Saat ada acara adat atau pesta kampung, semua warga datang membantu, tanpa 

diminta. Itulah bukti bahwa budaya bukan hanya tentang tarian atau pakaian adat,  tapi juga tentang sikap, kebersamaan, dan rasa hormat pada sesama. Budaya Melayu Riau mengajarkanku arti kesederhanaan dan kebersamaan.  Dalam setiap senyum, setiap kain songket, setiap pantun, dan setiap langkah Tari  Zapin, ada jiwa yang hidup di dalamnya. Semuanya mengingatkan kita bahwa  budaya bukan sekadar masa lalu, tapi juga masa depan. Budaya adalah jantung yang  membuat bangsa Indonesia tetap hidup dan berdenyut. 

Melihat semua itu membuatku sadar, betapa pentingnya melestarikan  budaya daerah. Budaya bukan hanya warisan masa lalu, tapi juga jati diri yang  membuat kita tahu siapa kita sebenarnya. Aku merasakan betapa budaya bisa hidup  di tengah keseharian, sederhana tapi penuh makna. Dari setiap senyum, irama  musik, dan kain songket yang berkilau, aku bisa merasakan keindahan Indonesia  yang sesungguhnya — hangat, ramah, dan kaya akan budaya. 

Selesai dan terima kasih^_^

Posting Komentar

0 Komentar