Oleh: Ester Evelyn
Pada selembar kain sederhana,
Tersimpan kisah ribuan makna,
Dari tangan-tangan penuh cinta,
Lahir batik—jiwa Nusantara.
Titik-titik malam menari perlahan,
Menyulam cerita tentang kehidupan,
Tentang laut yang bergelora,
Tentang gunung yang menjaga rahasia.
Setiap pola bukan sembarang hiasan,
Ia adalah warisan, doa, dan harapan,
Lukisan hati yang penuh makna,
Dari leluhur untuk anak bangsa.
Di Pekalongan, batik berwarna cerah,
Di Yogyakarta, batik bermakna tabah,
Di Cirebon, motifnya seperti ombak,
Menggambarkan hidup yang tak pernah lelah.
Batik bukan sekadar kain penutup badan,
Tapi lambang persatuan dan kedamaian,
Dalam tiap garis, ada sejarah,
Dalam tiap warna, ada marwah.
Ketika jarum dan malam berpadu,
Terukir kisah masa lalu,
Perempuan tua di beranda rumah,
Menulis cinta dengan tetesan sabar yang megah.
Lihatlah, kini batik menjelma bangga,
Dipakai muda hingga yang tua,
Dalam pesta, di kantor, di sekolah,
Batik hadir, menandai jati diri bangsa.
Namun, di balik keindahan coraknya,
Ada pesan yang tak boleh hilang maknanya,
Bahwa menjaga budaya bukan tugas sesaat,
Tapi kewajiban yang harus kita kuatkan.
Mari kita kenakan batik dengan cinta,
Bukan karena tren, tapi karena makna,
Setiap kali kain itu menyentuh kulit,
Seakan kita memeluk Indonesia dengan hangat.
Batik adalah bahasa tanpa kata,
Yang menyatukan kita dari Sabang sampai Jayapura,
Dari garis-garisnya lahir harmoni,
Dari warnanya tumbuh jati diri.
Wahai generasi muda Indonesia,
Jangan biarkan batik jadi nostalgia,
Peliharalah ia dengan kebanggaan,
Agar dunia tahu—kita cinta warisan.
Karena batik bukan sekadar warisan masa,
Ia adalah napas bangsa yang merdeka,
Identitas yang tak tergantikan,
Dan kebanggaan yang harus dijaga selamanya.
Selama batik hidup di dada,
Selama warna dan pola tak sirna,
Selama kita mencintainya sepenuh jiwa,
Indonesia akan selalu indah adanya.
.png)
0 Komentar