SYAIR
PERAHU
KARYA: HAMZAH
FANSURI
Inilah gerangan suatu madah
mengarangkan syair terlalu indah,
membetuli jalan tempat berpindah,
di sanalah i’tikat diperbetuli sudah
Wahai muda kenali dirimu,
ialah perahu tamsil tubuhmu,
tiadalah berapa lama hidupmu,
ke
akhirat jua kekal diammu.
Hai muda arif-budiman,
hasilkan kemudi dengan pedoman,
alat perahumu jua kerjakan,
itulah jalan membetuli insan.
Perteguh jua alat perahumu,
hasilkan bekal air dan kayu,
dayung pengayuh taruh di situ,
supaya laju perahumu itu
Sudahlah hasil kayu dan ayar,
angkatlah pula sauh dan layar,
pada beras bekal jantanlah taksir,
niscaya sempurna jalan yang kabir.
Perteguh jua alat perahumu,
muaranya sempit tempatmu lalu,
banyaklah di sana ikan dan hiu,
menanti perahumu lalu dari situ.
Muaranya dalam, ikanpun banyak,
di sanalah perahu karam dan rusak,
karangnya tajam seperti tombak
ke atas pasir kamu tersesak.
Ketahui olehmu hai anak dagang
riaknya rencam ombaknya karang
ikanpun banyak datang menyarang
hendak membawa ke tengah sawang.
itu terlalu sempit,
di manakan lalu sampan dan rakit
jikalau ada pedoman dikapit,
sempurnalah jalan terlalu ba’id.
Baiklah perahu engkau perteguh,
hasilkan pendapat dengan tali sauh,
anginnya keras ombaknya cabuh,
pulaunya jauh tempat berlabuh.
Lengkapkan pendarat dan tali sauh,
derasmu banyak bertemu musuh,
selebu rencam ombaknya cabuh,
La ilaha illallahu akan tali yang teguh.
Barang siapa bergantung di situ,
teduhlah selebu yang rencam itu
pedoman betuli perahumu laju,
selamat engkau ke pulau itu.
La ilaha illallahu jua yang engkau ikut,
di laut keras dan topan ribut,
hiu dan paus di belakang menurut,
pertetaplah kemudi jangan terkejut.
Laut Silan terlalu dalam,
di sanalah perahu rusak dan karam,
sungguhpun banyak di sana menyelam,
larang mendapat permata nilam.
Laut Silan wahid al kahhar,
riaknya rencam ombaknya besar,
anginnya songsongan membelok sengkar
perbaik kemudi jangan berkisar.
Itulah laut yang maha indah,
ke sanalah kita semuanya berpindah,
hasilkan bekal kayu dan juadah
selamatlah engkau sempurna musyahadah.
Silan itu ombaknya kisah,
banyaklah akan ke sana berpindah,
topan dan ribut terlalu ‘azamah,
perbetuli pedoman jangan berubah.
Laut Kulzum terlalu dalam,
ombaknya muhit pada sekalian alam
banyaklah di sana rusak dan karam,
perbaiki na’am, siang dan malam.
Ingati sungguh siang dan malam,
lautnya deras bertambah dalam,
anginpun keras, ombaknya rencam,
ingati perahu jangan tenggelam.
Jikalau engkau ingati sungguh,
angin yang keras menjadi teduh
tambahan selalu tetap yang cabuh
selamat engkau ke pulau itu berlabuh.
Sampailah ahad dengan masanya,
datanglah angin dengan paksanya,
belajar perahu sidang budimannya,
berlayar itu dengan kelengkapannya.
Wujud Allah nama perahunya,
ilmu Allah akan [dayungnya]
iman Allah nama kemudinya,
“yakin akan Allah” nama pawangnya.
“Taharat dan istinja’” nama lantainya,
“kufur dan masiat” air ruangnya,
tawakkul akan Allah jurubatunya
tauhid itu akan sauhnya.
Salat akan nabi tali bubutannya,
Salat akan nabi tali bubutannya,
istigfar Allah akan layarnya,
“Allahu Akbar” nama anginnya,
subhan Allah akan lajunya.
“Wallahu a’lam” nama rantaunya,
“iradat Allah” nama bandarnya,
“kudrat Allah” nama labuhannya,
“surga jannat an naim nama negerinya.
Karangan ini suatu madah,
mengarangkan syair tempat berpindah,
di dalam dunia janganlah tam’ah,
di dalam kubur berkhalwat sudah.
Kenali dirimu di dalam kubur,
badan seorang hanya tersungkur
dengan siapa lawan bertutur?
di balik papan badan terhancur.
Di dalam dunia banyaklah mamang,
ke akhirat jua tempatmu pulang,
janganlah disusahi emas dan uang,
itulah membawa badan terbuang.
Tuntuti ilmu jangan kepalang,
di dalam kubur terbaring seorang,
Munkar wa Nakir ke sana datang,
menanyakan jikalau ada engkau sembahyang.
Tongkatnya lekat tiada terhisab,
badanmu remuk siksa dan azab,
akalmu itu hilang dan lenyap,
(baris ini tidak terbaca)
Munkar wa Nakir bukan kepalang,
suaranya merdu bertambah garang,
tongkatnya besar terlalu panjang,
cabuknya
banyak tiada terbilang.
Kenali dirimu, hai anak dagang!
di balik papan tidur telentang,
kelam dan dingin bukan kepalang,
dengan siapa lawan berbincang?
La ilaha illallahu itulah firman,
Tuhan itulah pergantungan alam sekalian,
iman tersurat pada hati insap,
siang dan malam jangan dilalaikan.
La ilaha illallahu itu terlalu nyata,
tauhid ma’rifat semata-mata,
memandang yang gaib semuanya rata,
lenyapkan ke sana sekalian kita.
La ilaha illallahu itu janganlah kaupermudah-mudah,
sekalian makhluk ke sana berpindah,
da’im dan ka’im jangan berubah,
khalak di sana dengan La ilaha illallahu.
La ilaha illallahu itu jangan kaulalaikan,
siang dan malam jangan kau sunyikan,
selama hidup juga engkau pakaikan,
Allah dan rasul juga yang menyampaikan.
La ilaha illallahu itu kata yang teguh,
memadamkan cahaya sekalian rusuh,
jin dan syaitan sekalian musuh,
hendak membawa dia bersungguh-sungguh.
La ilaha illallahu itu kesudahan kata,
tauhid ma’rifat semata-mata.
hapuskan hendak sekalian perkara,
hamba dan Tuhan tiada berbeda.
La ilaha illallahu itu tempat mengintai,
medan yang kadim tempat berdamai,
wujud Allah terlalu bitai,
siang dan malam jangan bercerai.
La ilaha illallahu itu tempat musyahadah,
menyatakan tauhid jangan berubah,
sempurnalah jalan iman yang mudah,
pertemuan Tuhan terlalu susah.
SYAIR IKAN TERUBUK
KARYA: ULUL AZMI
Bismillah itu permulaan kalam
Dengan nama Alllah khalik al-alam
Melimpahkan rahmat siang dan malam
kepada segala mukmin dan islam
mula dikarang ikan terubuk
lalai memandang ikan di lubuk
hati dan jantung bagai serbuk
laksana kayu dimakan bubuk
asal terubuk ikan puaka
tempatnya konon dilaut melaka
siang dan malam berhati duka
sedikit tidak menaruh suka
pagi dan petang duduk bercinta
berendam dengan airnya mata
kalbunya tidak menderita
kerana mendengar khabar berita
pertama mula terubuk merayu
berbunyilah guruh mendayu-dayu
senantiasa berhati sayu
terkenangkan puteri ikan puyu-puyu
puteri puyu-puyu kon namanya
di dalam kolam konon tempatnya
cantik menjelis barang lakunya
patutlah dengan budi bahasanya
koolamnya konon di Tanjung Padang
di sana lah tempat terubuk bertandang
pinggangnya ramping dadanya bidang
hancurlah hati terubuk memandang
muda menentang dari saujana
melihat puteri terlalu lena
hati di dalam bimbang gulana
duduk bercinta tiada semena
gundah gulana tiada ketahuan
lalulah pulang muda bangsawan
setelah sampai ke Tanjung Tuan
siang dan malam igau-igauan
setelah hari hampirkan senja
puteri siap hendak memuja
jika sungguh asal raja
disampaikan Allah barang disaja
berlimau mandi tuan puteri
lalulah masuk kedalam puri
meminta dia seorang diri
sampailah waktu dinihari
Ya Ilahi ,Ya Tuhanku
apakah sudah demikian laku
dengan berkat nenek moyangku
disampaikan dewata barang pintaku
selang tidak berapa antara
turunlah ribut dengan segera
kilat dan petir tidak terkira
datuk nenek turun dari udara
membawa sepohon batangnya pulai
datang dari Tanjung Balai
eloknya tidaklah ternilai
puteri melihat hairan terlalai
pulainya rendang dengan rampaknya
di tengah kolah terdiri dianya
sampailah waktu dengan janjinya
puteri melompat keatas pucuknya
dengan berkat segala aulia
perkataan puteri terhentilah ia
belum;lah sampai daya upaya
tiada pertemuan apakan daya
berlida menyahut sambil bercura
lemah lembut bunyi suara
puteri nin sudah naik udara
dengan bala segala tentera
pari pun kembali menghadap baginda
berdatang sembah lakunya syahda
dualat tuanku dule seripada
tuan puteri sudah tiada
sudah naik ke atas udara
belida gerangan punya bicara
kepada tuanku jangan ketara
silakan tuanku ke laut negara
demi baginda mendengar kata
tunduk berhamburan airnya mata
putuslah harap rasnya beta
belumlah lagi pertemuan kita
terubuk berenang lalu ke laut
sekalian ramai yang mengikut
hati di dalam terlalu kusut
bagaikan datang rasanya takut
kain putih bersampul pulih
pakaian anak raja perempuan
yang dicita tidaklah boleh
sudahlah nasib badanku tuan
anggur jabat tanaman Judah
tanam melati di jambangan
janganlah dijabat yang telah sudah
rosaklah hati yang berpanjangan
muda pun datang kepada tempatnya
hancur luluh rasa hatinya
sebab tak sampai bagai kehendaknya
duduk bercinta di dalam hatinya
SYAIR
BIDASARI
KARYA: TUTI
MUNAWAR
Dengarkan tuan suatu riwayat
Raja di desa Negeri Kembayat
Dikarang fakir dijadikan hikayat
Sehingga menjadi tamsil ibarat
Raja di desa Negeri Kembayat
Dikarang fakir dijadikan hikayat
Sehingga menjadi tamsil ibarat
Ada raja suatu negeri,
Sultan Halifah sebaliknya bestari,
Awalnya beliau raja yang bahari,
Melimpah ngadil dagang senteri.
Sultan Halifah sebaliknya bestari,
Awalnya beliau raja yang bahari,
Melimpah ngadil dagang senteri.
Heran orang empunya acara,
Baginda itulah raja perkasa,
Sangat tidak merasakan susah,
Entah pada esok dan lusa.
Baginda itulah raja perkasa,
Sangat tidak merasakan susah,
Entah pada esok dan lusa.
Seri sultan raja bestari,
Setelah ia sudah beristri,
Beberapa bulan beberapa hari,
Hamillah putri permaisuri.
Setelah ia sudah beristri,
Beberapa bulan beberapa hari,
Hamillah putri permaisuri.
Beberapa lamanya dalam pemerintah,
Baginda duduk bersuka-sukaan,
Datanglah beroleh kedukaan,
Beliau meninggalkan tahta kerajaan.
Baginda duduk bersuka-sukaan,
Datanglah beroleh kedukaan,
Beliau meninggalkan tahta kerajaan.
Datanglah ke suatu waktu,
Melayanglah unggas dari angkasa,
Unggas Gurda sangat perkasa,
Menjadi negeri rusak binasa.
Melayanglah unggas dari angkasa,
Unggas Gurda sangat perkasa,
Menjadi negeri rusak binasa.
Datanglah menyambar suaranya bahana,
Gemparlah sekalian mulia dan hina,
Seisi negeri gundah-gelana,
Membawa diri ke mana-mana.
Gemparlah sekalian mulia dan hina,
Seisi negeri gundah-gelana,
Membawa diri ke mana-mana.
Baginda pun sedang dihadap orang,
Mendengarkan gempar seperti perang,
Bertitah baginda raja yang garang,
“Gempar ini apakah kurang.”
Mendengarkan gempar seperti perang,
Bertitah baginda raja yang garang,
“Gempar ini apakah kurang.”
SYAIR
NASIB MELAYU
KARYA: TENAS EFENDI
Dengan
bismillah pembuka kata
Merangkai
syair di malam buta
Membiarkan
hati berkata-kata
Melepaskan
perasaan mana terasa
Nasib
melayu nama di karang
Melayu
dahulu hingga sekarang
Walaupun
banyak di kaji orang
Tal
ada banyak salahnya di ilang-ulang
Terhadap
Melayu banyak bahasan
Ada
menyanjung ada melecehkan
Ada memuji
berlebih-lebihan
Ada
mengeji penuh ejekan
Beragam
pemdapat tentang melayu
Baik
dan buruk bergendeng bahu
Musim
beredar zaman berlalu
Nasib
melayu belum menentu
Sudah
tercatat dalam sejarah
Rumpun
melayu dalam sejarah
Kerajaan
banyal harta berlimpah
Daulatnya
regak marwah pun megak
Dahulu
melayu pernah terbilang
Lautnya
luas tanahnya lapang
Hutannya
lebat ladang terbentang
Buminya
sarat berisi tambang
Negeri
melayu ternama indah
Orangnya
baik laku perumah
Dibawa
berunding mereka mudah
Terhadap
pemdatang hati pemurah
Dari
Bintang melayu menapak
Terus
ke Temasuk melebarkan kepak
Di
bumi Melaka marwahnya tegal
Menjadi
sentisa hidup pun tenang
Di
zaman Melayu terpandang
Kerajaan
besar dihormati orang
Budaya
maju ekonomi berkembang
Rakyat
sentosa hidup pun tenang
Tetapi
seperti kata pepatah
Adat
yang baharu berubah-ubah
Pagi
tegak pulagnya rebah
Sehabis
senang timbullah susah
Karena
melayu ternama kaya
Datanglah
kaum berbilang bangsa
Merampas harta merebut kuasa
Mengadu
domba sama sebangsa
Melaka
pun jatuh ketangan Portugis
Melayu
yang besar mulai mengempis
Daulat
mengecil tuah menipis
Masa
jayanya berangsur terkikis
Syukurlah
Allah Maha Penyayang
Melaka
jatuh Johor berkembang
Bagaikan
kayu di tengah padang
Ke
sana pula Melayu menumpang
Berdiri
Johor dengan perkasa
Mejadi
pewaris tahta Melaka
Meayu
pun mulai berlapang dada
Menyatukan
diri serumpun sebangsa
Melayu
Johor tidaklah lama
Banyak
musibah datang melanda
Luar
dan dalam tumbuh sengketa
Akhirnya
Johor melemah pula
Walaupun
Johor semakin lumpuh
Kerajaan
lain banyak yang tumbuh
Ada
yang dekat ada yang jauh
Mengangkat
marwah yang sudah jatuh
Ada
kejaraan di Riau Lingga
Menguasai
pulau di Selat Melaka
Ada
pula siak sri inderapura
Wilayahnya
luas di pesisir Sumaetra
Di
Kampar Pelalawan tampil kedepan
Tegak
bersanding Gunung Sahilan
Mengangkat
melayu perlahan-lahan
Memikul
beban berat dan ringan
Di
kuantan ada kerajaan inderagiri
Semasa
Melaka sudah berdiri
Pasang
dan surut ia alami
Lambat
laun mengokohkan diri
Di
Rokan banyak pula kerajaan
Di
hulu di hilir seiring jalan
Ada
tambusai ada pekaitan
Mengangkat
melayu dari kubangan
Demikian
pula di Tanah Semenanjung
Banyak
kerajaan patut disanjung
Ke
sana pula Melayu berkampung
Menyandarkan
nasib tempat bernaung
Tetapi
sudah nasib Melayu
Kerajaan
banyak kurang bersatu
Dihasung
orang jadi bersiteru
Akhirnya
hidup tidak menentu
Ada
berperang sesama awak
Berebut
tahta anak beranak
Ada
bermusuh karena tamak
Hidup
sensara negeri pun rusak
Melihat
Melayu semakin lemah
Sukalah
hati kaum penjajah
Inggeris
belanda berbagi tanah
Melayu
yang besar pecah terbelah
Satu
persatu kerajaan jatuh
Dikaki
penjajah duduk bersimpuh
Daulat
hilang marwah pun runtuh
Bercabullah
laku tidak senonoh
Walaupun
ada kerajaan berdiri
Tetapi
sudah tidak berarti
Daulat
tidak ditangan sendiri
Diatur
penjajah kanan dan kiri
Raja-raja
melayu sekedar pajangan
Kaun
penjajah yang menjadi tuan
Rakyat
tertindas dalam kenistaan
Hidup
melarat dikaki penjajah
Beratus
tahun Melayu terinjak
Hidup
melata bagaikan cecak
Duduk
ditekan tegak disepak
Tuah
dan marwah menjadi rusak
Selama
Melayu hidup terjajah
Ilmu
sedikit pengetahuan rendah
Sama
serumpun berpecah belah
Diadu
domba oleh penjajah
Rakyat
sengsara hidup melarat
Kaki
terpasung tangan terkebat
Bila
menyanggah lidah dikerat
Bila
melawan leher dipepa
Nasib
Melayu semakin malang
Merangkak
dibawah telapak orang
Bagaikan
hewan di dalam kandang
Salah
sedikit kena pengkelang
Tetapi
seperti kata orang tua
Semut
diinjak melawan juga
Melayu
tegak mengangkat kepala
Melawan
penjajah sehabis daya
Putera
Melayu bangkit berjuang
Melawan
penjajah berhati tunggang
Esanya
hilang dua terbilang
Mengangkat
marwah yang sudah hilang
Sayangnya
Melayu kurang bersatu
Perlawanan
patah satu persatu
Kaum
penjajah tetap berkuku
Melayu
pun tetap mati kutu
Banyaklah
anak Melayu yang tewas
Negeri
dibakar harta dirampas
Mana
yang tinggal berhati cemas
Akhirnya
hidup bertambah lemas
Syurlah
Allah maha kuasa
Pecahlah
perang dunia kedua
Inggeris
Belanda kehabisan daya
Dibantai
Jepang "saudara tua"
Ketika
Jepang mulai mendarat
Disanjung
orang laut dan darat
"Saudara
tua" juru selamat
Karena
menghalau penjajah laknat
Tetapi
sudah nasib Melayu
Lepas
bangkai terpeluk ke hantu
Jepang
datang bukan membantu
Tetapi
menjajah mengharu baru
Penjajahan
Jepang amatlah ganas
Rakyat
sengsara hidup tertindas
Siapa
menenteng leher di tebas
Siapa
menyanggah kulit dilepas
Penjajahan
Jepang amatlah kejam
Banyaklah
Melayu mati direjam
Harta
dirampok badan direndam
Bekerja
paksa siang dan malam
Di
bumi Melayu banyak kesempatan
Untuk
menjadi sumber pendapatan
Karena
pengetahuan taka da di badan
Orang
lain yang memanfaatkan
Sekarang
ilmu menjadi ukuran
Untuk
menapat lapangan pekerjaan
Tidak
peduli melayu ataupun bukan
Siapa
mampu dia didahulukan
Disinilah
tempat Melayu jatuh
Karena
banyak yang masih bodoh
Peluang
yang dekat menjadi jauh
Nasib
pun malang selaka tumbuh
Tentulah
melayu tak semuanya bodoh
Ada
juga yang pandai dan tangguh
Apabila
mereka bersungguh-sungguh
Tentulah
dapat hidup senonoh
Kelemahan
lain orang Melayu
Mabuk
merindu masa yang lalu
Zaman
berubah tak mau tahu
Akhirnya
hidup bebal dan dungu
Kemajuan
zaman kurang disimak
Musim
beralih dia tak Nampak
Menuntut
ilmu teragak-agak
Akhirnya
nasib semakin rusak
Sebagian
melayu bermanja-manja
Hidup
bergantung ke harta pusaka
Berusaha
sendiri tidak percaya
Akhirnya
nasib tetap sengsara
Sebagian
melayu berkepala besar
Pantang
baginya bekerja kasar
Menjadi
kuli ia tak gemar
Akhirnya
nasib tetap terkapar
Sebagian
melayu kerja memilih
Terasa
berat ia beralih
Dalam
bersaing pasti tersisih
Akhirnya
hidup menanggung pedih
Sebagian
orang Melayu tak mau bersusah
Mencari
kerja yang mudah-mudah
Bila
bersaing tentulah kalah
Ahirnya
hidup tak tentu ara
0 Komentar