ANDA WAJIB TAHU !!! NASKAH SYAIR YANG DILOMBAKAN DALAM PRAKTIKUM SASTRA KE-26 TAHUN 2018

SYAIR PERAHU
KARYA: HAMZAH FANSURI

Inilah gerangan suatu madah
mengarangkan syair terlalu indah,
membetuli jalan tempat berpindah,
di sanalah i’tikat diperbetuli sudah

Wahai muda kenali dirimu,
ialah perahu tamsil tubuhmu,
tiadalah berapa lama hidupmu,
ke akhirat jua kekal diammu.

Hai muda arif-budiman,
hasilkan kemudi dengan pedoman,
alat perahumu jua kerjakan,
itulah jalan membetuli insan.

Perteguh jua alat perahumu,
hasilkan bekal air dan kayu,
dayung pengayuh taruh di situ,
supaya laju perahumu itu

Sudahlah hasil kayu dan ayar,
angkatlah pula sauh dan layar,
pada beras bekal jantanlah taksir,
niscaya sempurna jalan yang kabir.

Perteguh jua alat perahumu,
muaranya sempit tempatmu lalu,
banyaklah di sana ikan dan hiu,
menanti perahumu lalu dari situ.

Muaranya dalam, ikanpun banyak,
di sanalah perahu karam dan rusak,
karangnya tajam seperti tombak
ke atas pasir kamu tersesak.

Ketahui olehmu hai anak dagang
riaknya rencam ombaknya karang
ikanpun banyak datang menyarang
hendak membawa ke tengah sawang.

itu terlalu sempit,
di manakan lalu sampan dan rakit
jikalau ada pedoman dikapit,
sempurnalah jalan terlalu ba’id.




Baiklah perahu engkau perteguh,
hasilkan pendapat dengan tali sauh,
anginnya keras ombaknya cabuh,
pulaunya jauh tempat berlabuh.

Lengkapkan pendarat dan tali sauh,
derasmu banyak bertemu musuh,
selebu rencam ombaknya cabuh,
La ilaha illallahu akan tali yang teguh.

Barang siapa bergantung di situ,
teduhlah selebu yang rencam itu
pedoman betuli perahumu laju,
selamat engkau ke pulau itu.

La ilaha illallahu jua yang engkau ikut,
di laut keras dan topan ribut,
hiu dan paus di belakang menurut,
pertetaplah kemudi jangan terkejut.

Laut Silan terlalu dalam,
di sanalah perahu rusak dan karam,
sungguhpun banyak di sana menyelam,
larang mendapat permata nilam.

Laut Silan wahid al kahhar,
riaknya rencam ombaknya besar,
anginnya songsongan membelok sengkar
perbaik kemudi jangan berkisar.

Itulah laut yang maha indah,
ke sanalah kita semuanya berpindah,
hasilkan bekal kayu dan juadah
selamatlah engkau sempurna musyahadah.

Silan itu ombaknya kisah,
banyaklah akan ke sana berpindah,
topan dan ribut terlalu ‘azamah,
perbetuli pedoman jangan berubah.


Laut Kulzum terlalu dalam,
ombaknya muhit pada sekalian alam
banyaklah di sana rusak dan karam,
perbaiki na’am, siang dan malam.




Ingati sungguh siang dan malam,
lautnya deras bertambah dalam,
anginpun keras, ombaknya rencam,
ingati perahu jangan tenggelam.

Jikalau engkau ingati sungguh,
angin yang keras menjadi teduh
tambahan selalu tetap yang cabuh
selamat engkau ke pulau itu berlabuh.

Sampailah ahad dengan masanya,
datanglah angin dengan paksanya,
belajar perahu sidang budimannya,
berlayar itu dengan kelengkapannya.

Wujud Allah nama perahunya,
ilmu Allah akan [dayungnya]
iman Allah nama kemudinya,
“yakin akan Allah” nama pawangnya.

“Taharat dan istinja’” nama lantainya,
“kufur dan masiat” air ruangnya,
tawakkul akan Allah jurubatunya
tauhid itu akan sauhnya.

Salat akan nabi tali bubutannya,
istigfar Allah akan layarnya,
“Allahu Akbar” nama anginnya,
subhan Allah akan lajunya.

“Wallahu a’lam” nama rantaunya,
“iradat Allah” nama bandarnya,
“kudrat Allah” nama labuhannya,
“surga jannat an naim nama negerinya.

Karangan ini suatu madah,
mengarangkan syair tempat berpindah,
di dalam dunia janganlah tam’ah,
di dalam kubur berkhalwat sudah.


Kenali dirimu di dalam kubur,
badan seorang hanya tersungkur
dengan siapa lawan bertutur?
di balik papan badan terhancur.

Di dalam dunia banyaklah mamang,
ke akhirat jua tempatmu pulang,
janganlah disusahi emas dan uang,
itulah membawa badan terbuang.




Tuntuti ilmu jangan kepalang,
di dalam kubur terbaring seorang,
Munkar wa Nakir ke sana datang,
menanyakan jikalau ada engkau sembahyang.
Tongkatnya lekat tiada terhisab,
badanmu remuk siksa dan azab,
akalmu itu hilang dan lenyap,
(baris ini tidak terbaca)

Munkar wa Nakir bukan kepalang,
suaranya merdu bertambah garang,
tongkatnya besar terlalu panjang,
cabuknya banyak tiada terbilang.
Kenali dirimu, hai anak dagang!
di balik papan tidur telentang,
kelam dan dingin bukan kepalang,
dengan siapa lawan berbincang?

La ilaha illallahu itulah firman,
Tuhan itulah pergantungan alam sekalian,
iman tersurat pada hati insap,
siang dan malam jangan dilalaikan.

La ilaha illallahu itu terlalu nyata,
tauhid ma’rifat semata-mata,
memandang yang gaib semuanya rata,
lenyapkan ke sana sekalian kita.

La ilaha illallahu itu janganlah kaupermudah-mudah,
sekalian makhluk ke sana berpindah,
da’im dan ka’im jangan berubah,
khalak di sana dengan La ilaha illallahu.


La ilaha illallahu itu jangan kaulalaikan,
siang dan malam jangan kau sunyikan,
selama hidup juga engkau pakaikan,
Allah dan rasul juga yang menyampaikan.

La ilaha illallahu itu kata yang teguh,
memadamkan cahaya sekalian rusuh,
jin dan syaitan sekalian musuh,
hendak membawa dia bersungguh-sungguh.


La ilaha illallahu itu kesudahan kata,
tauhid ma’rifat semata-mata.
hapuskan hendak sekalian perkara,
hamba dan Tuhan tiada berbeda.

La ilaha illallahu itu tempat mengintai,
medan yang kadim tempat berdamai,
wujud Allah terlalu bitai,
siang dan malam jangan bercerai.

La ilaha illallahu itu tempat musyahadah,
menyatakan tauhid jangan berubah,
sempurnalah jalan iman yang mudah,
pertemuan Tuhan terlalu susah.



















SYAIR IKAN TERUBUK
KARYA: ULUL AZMI

Bismillah itu permulaan kalam
Dengan nama Alllah khalik al-alam
Melimpahkan rahmat siang dan malam
kepada segala mukmin dan islam

mula dikarang ikan terubuk
lalai memandang ikan di lubuk
hati dan jantung bagai serbuk
laksana kayu dimakan bubuk

asal terubuk ikan puaka
tempatnya konon dilaut melaka
siang dan malam berhati duka
sedikit tidak menaruh suka

pagi dan petang duduk bercinta
berendam dengan airnya mata
kalbunya tidak menderita
kerana mendengar khabar berita

pertama mula terubuk merayu
berbunyilah guruh mendayu-dayu
senantiasa berhati sayu
terkenangkan puteri ikan puyu-puyu

puteri puyu-puyu kon namanya
di dalam kolam konon tempatnya
cantik menjelis barang lakunya
patutlah dengan budi bahasanya

koolamnya konon di Tanjung Padang
di sana lah tempat terubuk bertandang
pinggangnya ramping dadanya bidang
hancurlah hati terubuk memandang

muda menentang dari saujana
melihat puteri terlalu lena
hati di dalam bimbang gulana
duduk bercinta tiada semena

gundah gulana tiada ketahuan
lalulah pulang muda bangsawan
setelah sampai ke Tanjung Tuan
siang dan malam igau-igauan



setelah hari hampirkan senja
puteri siap hendak memuja
jika sungguh asal raja
disampaikan Allah barang disaja

berlimau mandi tuan puteri
lalulah masuk kedalam puri
meminta dia seorang diri
sampailah waktu dinihari

Ya Ilahi ,Ya Tuhanku
apakah sudah demikian laku
dengan berkat nenek moyangku
disampaikan dewata barang pintaku

selang tidak berapa antara
turunlah ribut dengan segera
kilat dan petir tidak terkira
datuk nenek turun dari udara

membawa sepohon batangnya pulai
datang dari Tanjung Balai
eloknya tidaklah ternilai
puteri melihat hairan terlalai

pulainya rendang dengan rampaknya
di tengah kolah terdiri dianya
sampailah waktu dengan janjinya
puteri melompat keatas pucuknya

dengan berkat segala aulia
perkataan puteri terhentilah ia
belum;lah sampai daya upaya
tiada pertemuan apakan daya

berlida menyahut sambil bercura
lemah lembut bunyi suara
puteri nin sudah naik udara
dengan bala segala tentera

pari pun kembali menghadap baginda
berdatang sembah lakunya syahda
dualat tuanku dule seripada
tuan puteri sudah tiada

sudah naik ke atas udara
belida gerangan punya bicara
kepada tuanku jangan ketara
silakan tuanku ke laut negara

demi baginda mendengar kata
tunduk berhamburan airnya mata
putuslah harap rasnya beta
belumlah lagi pertemuan kita

terubuk berenang lalu ke laut
sekalian ramai yang mengikut
hati di dalam terlalu kusut
bagaikan datang rasanya takut

kain putih bersampul pulih
pakaian anak raja perempuan
yang dicita tidaklah boleh
sudahlah nasib badanku tuan

anggur jabat tanaman Judah
tanam melati di jambangan
janganlah dijabat yang telah sudah
rosaklah hati yang berpanjangan

muda pun datang kepada tempatnya
hancur luluh rasa hatinya
sebab tak sampai bagai kehendaknya
duduk bercinta di dalam hatinya















SYAIR BIDASARI
KARYA: TUTI MUNAWAR

Dengarkan tuan suatu riwayat
Raja di desa Negeri Kembayat
Dikarang fakir dijadikan hikayat
Sehingga menjadi tamsil ibarat

Ada raja suatu negeri,
Sultan Halifah sebaliknya bestari,
Awalnya beliau raja yang bahari,
Melimpah ngadil dagang senteri.

Heran orang empunya acara,
Baginda itulah raja perkasa,
Sangat tidak merasakan susah,
Entah pada esok dan lusa.

Seri sultan raja bestari,
Setelah ia sudah beristri,
Beberapa bulan beberapa hari,
Hamillah putri permaisuri.

Beberapa lamanya dalam pemerintah,
Baginda duduk bersuka-sukaan,
Datanglah beroleh kedukaan,
Beliau meninggalkan tahta kerajaan.

Datanglah ke suatu waktu,
Melayanglah unggas dari angkasa,
Unggas Gurda sangat perkasa,
Menjadi negeri rusak binasa.

Datanglah menyambar suaranya bahana,
Gemparlah sekalian mulia dan hina,
Seisi negeri gundah-gelana,
Membawa diri ke mana-mana.

Baginda pun sedang dihadap orang,
Mendengarkan gempar seperti perang,
Bertitah baginda raja yang garang,
“Gempar ini apakah kurang.”





SYAIR NASIB MELAYU
KARYA: TENAS EFENDI

Dengan bismillah pembuka kata
Merangkai syair di malam buta
Membiarkan hati berkata-kata
Melepaskan perasaan mana terasa

Nasib melayu nama di karang
Melayu dahulu hingga sekarang
Walaupun banyak di kaji orang
Tal ada banyak salahnya di ilang-ulang

Terhadap Melayu banyak bahasan
Ada menyanjung ada melecehkan
Ada memuji berlebih-lebihan
Ada mengeji penuh ejekan

Beragam pemdapat tentang melayu
Baik dan buruk bergendeng bahu
Musim beredar zaman berlalu
Nasib melayu belum menentu

Sudah tercatat dalam sejarah
Rumpun melayu dalam sejarah
Kerajaan banyal harta berlimpah
Daulatnya regak marwah pun megak

Dahulu melayu pernah terbilang
Lautnya luas tanahnya lapang
Hutannya lebat ladang terbentang
Buminya sarat berisi tambang

Negeri melayu ternama indah
Orangnya baik laku perumah
Dibawa berunding mereka mudah
Terhadap pemdatang hati pemurah

Dari Bintang melayu menapak
Terus ke Temasuk melebarkan kepak
Di bumi Melaka marwahnya tegal
Menjadi sentisa hidup pun tenang

Di zaman Melayu terpandang
Kerajaan besar dihormati orang
Budaya maju ekonomi berkembang
Rakyat sentosa hidup pun tenang



Tetapi seperti kata pepatah
Adat yang baharu berubah-ubah
Pagi tegak pulagnya rebah
Sehabis senang timbullah susah

Karena melayu ternama kaya
Datanglah kaum berbilang bangsa
Merampas  harta merebut kuasa
Mengadu domba sama sebangsa

Melaka pun jatuh ketangan Portugis
Melayu yang besar mulai mengempis
Daulat mengecil tuah menipis
Masa jayanya berangsur terkikis

Syukurlah Allah Maha Penyayang
Melaka jatuh Johor berkembang
Bagaikan kayu di tengah padang
Ke sana pula Melayu menumpang

Berdiri Johor dengan perkasa
Mejadi pewaris tahta Melaka
Meayu pun mulai berlapang dada
Menyatukan diri serumpun sebangsa

Melayu Johor tidaklah lama
Banyak musibah datang melanda
Luar dan dalam tumbuh sengketa
Akhirnya Johor melemah pula

Walaupun Johor semakin lumpuh
Kerajaan lain banyak yang tumbuh
Ada yang dekat ada yang jauh
Mengangkat marwah yang sudah jatuh

Ada kejaraan di Riau Lingga
Menguasai pulau di Selat Melaka
Ada pula siak sri inderapura
Wilayahnya luas di pesisir Sumaetra

Di Kampar Pelalawan tampil kedepan
Tegak bersanding Gunung Sahilan
Mengangkat melayu perlahan-lahan
Memikul beban berat dan ringan




Di kuantan ada kerajaan inderagiri
Semasa Melaka sudah berdiri
Pasang dan surut ia alami
Lambat laun mengokohkan diri

Di Rokan banyak pula kerajaan
Di hulu di hilir seiring jalan
Ada tambusai ada pekaitan
Mengangkat melayu dari kubangan

Demikian pula di Tanah Semenanjung
Banyak kerajaan patut disanjung
Ke sana pula Melayu berkampung
Menyandarkan nasib tempat bernaung

Tetapi sudah nasib Melayu
Kerajaan banyak kurang bersatu
Dihasung orang jadi bersiteru
Akhirnya hidup tidak menentu

Ada berperang sesama awak
Berebut tahta  anak beranak
Ada bermusuh karena tamak
Hidup sensara negeri pun rusak

Melihat Melayu semakin lemah
Sukalah hati kaum penjajah
Inggeris belanda berbagi tanah
Melayu yang besar pecah terbelah

Satu persatu kerajaan jatuh
Dikaki penjajah duduk bersimpuh
Daulat hilang marwah pun runtuh
Bercabullah laku tidak senonoh

Walaupun ada kerajaan berdiri
Tetapi sudah tidak berarti
Daulat tidak ditangan sendiri
Diatur penjajah kanan dan kiri

Raja-raja melayu sekedar pajangan
Kaun penjajah yang menjadi tuan
Rakyat tertindas dalam kenistaan
Hidup melarat dikaki penjajah

Beratus tahun Melayu terinjak
Hidup melata bagaikan cecak
Duduk ditekan tegak disepak
Tuah dan marwah menjadi rusak

Selama Melayu hidup terjajah
Ilmu sedikit pengetahuan rendah
Sama serumpun berpecah belah
Diadu domba oleh penjajah

Rakyat sengsara hidup melarat
Kaki terpasung tangan terkebat
Bila menyanggah lidah dikerat
Bila melawan leher dipepa

Nasib Melayu semakin malang
Merangkak dibawah telapak orang
Bagaikan hewan di dalam kandang
Salah sedikit kena pengkelang

Tetapi seperti kata orang tua
Semut diinjak melawan juga
Melayu tegak mengangkat kepala
Melawan penjajah sehabis daya

Putera Melayu bangkit berjuang
Melawan penjajah berhati tunggang
Esanya hilang dua terbilang
Mengangkat marwah yang sudah hilang

Sayangnya Melayu kurang bersatu
Perlawanan patah satu persatu
Kaum penjajah tetap berkuku
Melayu pun tetap mati kutu

Banyaklah anak Melayu yang tewas
Negeri dibakar harta dirampas
Mana yang tinggal berhati cemas
Akhirnya hidup bertambah lemas

Syurlah Allah maha kuasa
Pecahlah perang dunia kedua
Inggeris Belanda kehabisan daya
Dibantai Jepang "saudara tua"

Ketika Jepang mulai mendarat
Disanjung orang laut dan darat
"Saudara tua" juru selamat
Karena menghalau penjajah laknat


Tetapi sudah nasib Melayu
Lepas bangkai terpeluk ke hantu
Jepang datang bukan membantu
Tetapi menjajah mengharu baru

Penjajahan Jepang amatlah ganas
Rakyat sengsara hidup tertindas
Siapa menenteng leher di tebas
Siapa menyanggah kulit dilepas
Penjajahan Jepang amatlah kejam
Banyaklah Melayu mati direjam
Harta dirampok badan direndam
Bekerja paksa siang dan malam

Di bumi Melayu banyak kesempatan
Untuk menjadi sumber pendapatan
Karena pengetahuan taka da di badan
Orang lain yang memanfaatkan

Sekarang ilmu menjadi ukuran
Untuk menapat lapangan pekerjaan
Tidak peduli melayu ataupun bukan
Siapa mampu dia didahulukan

Disinilah tempat Melayu jatuh
Karena banyak yang masih bodoh
Peluang yang dekat menjadi jauh
Nasib pun malang selaka tumbuh

Tentulah melayu tak semuanya bodoh
Ada juga yang pandai dan tangguh
Apabila mereka bersungguh-sungguh
Tentulah dapat hidup senonoh

Kelemahan lain orang Melayu
Mabuk merindu masa yang lalu
Zaman berubah tak mau tahu
Akhirnya hidup bebal dan dungu

Kemajuan zaman kurang disimak
Musim beralih dia tak Nampak
Menuntut ilmu teragak-agak
Akhirnya nasib semakin rusak

Sebagian melayu bermanja-manja
Hidup bergantung ke harta pusaka
Berusaha sendiri tidak percaya
Akhirnya nasib tetap sengsara

Sebagian melayu berkepala besar
Pantang baginya bekerja kasar
Menjadi kuli ia tak gemar
Akhirnya nasib tetap terkapar

Sebagian melayu kerja memilih
Terasa berat ia beralih
Dalam bersaing pasti tersisih
Akhirnya hidup menanggung pedih

Sebagian orang Melayu tak mau bersusah
Mencari kerja yang mudah-mudah
Bila bersaing tentulah kalah
Ahirnya hidup tak tentu ara

Posting Komentar

0 Komentar