Karya Mahasiswa PBSI pada Gerakan Literasi Mahasiswa 2021-2022

 Kepergian yang Tak Berujung Kembali

Nadila Feranti

 

                Di shubuh hari aku sedikit terbangun terdengar ayah sedang menelfon tante ku yang sedang berada disuatu daerah yang bernama selat panjang, sedikit aku terdengar pembicaraan mereka, ditambah pembicaraan ibu dan ayah karena ayah memutuskan ingin berangkat keselatpanjang ingin menjumpai nenek yang sedang sakit parah, awalnya ayah ingin berangkat bersama ibu, aku ingin ditinggal sendiri Karena aku sedang sakit, takutnya tidak bisa mengikuti perjalanan karena sedang masa pandemi, tetapi aku tidak mau ditinggal sendiri takut nanti saat terjadi  apa apa aku tidak bisa , jadi ayah memutuskan berangkat sendiri keselatpanjang, sedangkan aku dan  ibu ikut mengantarkan ayah ke pelabuhan buton.

Tetapi saat diperjalanan tante ku yang di selatpanjang menelfon sambil menanggis dan mengatakan nenek sudah tiada, aku tak bisa membendung air mata , air mata ku pun ikut jatuh mendengarkan kabar duka tersebut, aku merasa dunia pun ikut bersedih , matahari seperti tak memancarkan sinarnya lagi, cuaca terlihat sedikit mendung,entah karena perasaan aku atau karena memang cuaca saat itu seperti itu, aku merasa dunia seperti tidak ada, selama diperjalanan aku terus menanggis, tetapi aku harus mengantarkan ayah ku kepelabuhan terlebih dahulu, sedangkan aku bersama ibu harus pulang kerumah lagi untuk mengambil pakaian dan pergi kepelabuhan lagi, aku tak seperti biasanya, yang biasanya kalau pergi pergi pasti ribet dengan style yang aku suka, tetapi saat itu aku tidak memperdulikan itu lagi, aku hanya memakai gamis dan hijab lalu pergi berangkat keselatpanjang, sesampainya dipelabuhan sekitar setengah jam menunggu keluarga yang dari pekanbaru tiba, saat itu keberangkatan kapal sangat terbatas, aku takut kalau aku tidak bisa melihat nenek untuk yang terakhir kalinya, tetapi Alhamdulillah keluargaku datang dengan tepat waktu, saat dipelabuhan saat perjalananku menuju kapal , aku merasa sepi sekali, yang biasanya kalau pulang kampung dengan hati gembira dengan keceriaan , tetapi dihari itu sangat berbeda, aku merasa disuatu tempat yang tidak ada orang sama sekali yang hanya ditemani angin yang sedang berlalu, saat dikapal aku merasa dingin sekali dengan kesedihan yang tidak bisa kuhibur dengan candaan , dengan mata dan pipi yang sudah basah karena air mata kedukaan

Sesampainya dipelabuhan selatpanjang, aku ingin sekali cepat cepat sampai dirumah nenek, untuk melihat nenek yang terakhir kalinya, ingin aku berlari biar cepat sampai , tetapi jarak antara pelabuhan dengan rumah nenek lumayan jauh, aku menggunakan becak motor dari pelabuhan untuk bisa sampai kerumah nenek, di atas becak  pikiranku hanya ingin cepat tiba kerumah nenek, rasanya sedih sekali, saat becak yang  aku yang aku naiki mulai memasuki dikediaman nenek, aku melihat sudah ada bendera putih yang dipasang didepan gang, perasaan aku mulai campur aduk, dan air mataku sudah berlinang dan hampir jatuh dipipiku,pipiku yang belum kering karena air mata yang tadi kini harus ditimpa lagi dengan air mata lagi, saat hampir tiba aku melihat sudah ada tenda didepan rumah nenek dan banyak orang yang datang, saat tiba dirumah nenek, aku tidak memperdulikan apapun lagi aku bergegas masuk kerumah nenek dan melihat nenek sudah memakai pakaian serba putih yang selalu dipakai orang orang jika sudah tiada, aku tak menyangka aku bisa merasa seperti itu, baru kali itu aku merasa mati itu benar benar ada, dan seseorang pergi dan dipanggil oleh allah swt dan tidak akan pernah bisa kembali lagi, baru kali itu aku merasakan benar benar kehilangan seseorang yang selalu ada dihidup kita, dimulai saat itu aku merasakan kalau orang bisa pergi tanpa adanya kata kembali, baru kali itu aku tau orang yang biasanya berbicara dengan kita, tetapi disaat itu ia hanya diam sambil menutupkan mata tanpa merespon apa yang kita katakan , dan banyaknya orang disekelilingnya tidak bisa membuat ia untuk bisa berkomunikasi lagi, aku yang biasanya takut untuk melihat mayat, memegang mayat, apalagi sampai menciumnya, tetapi pada saat itu ketakutan itu hilang, aku memberanikan diri untuk mencium nenek untuk yang terakhir kalinya, baru pertama kali aku menaiki ambulance, kereta atau transportasi yang belum pernah aku naiki, tetapi disaat itu menjadikan sejarah pertama aku menaiki transportasi tersebut dengan suara sirine nya yang membuat kesedihan itu tidak bisa tertahan,

Sesampainya aku ditempat peristirahatan terakhirnya nenek, aku tak pernah berfikir bahwa orang yang pernah hidup, ada , dan dekat bersama kita bisa masuk kedalam tanah yang sudah digali dan berbentuk persegi panjang, dan orang itu dimasukkan kedalam tanah tersebut dan ditimbun didepan mata kita, aku tak pernah menyangka seperti itu, setelah itu aku tidak bisa melihat nenek lagi , jangan kan wajahnya, kain putihnya pun sudah tidak bisa aku lihat lagi.


Profil Singkat


Nadila Feranti. Tinggal di kampung benayah kecamatan pusako kabupaten Siak , dan merupakan salah satu alumni SMAN 1 Pusako , dilla lahir disuatu kota yang bernama kota Pekanbaru , pada tangal 30 Agustus tahun 2003 , dilla sangat menyukai membaca dan mendengarkan music, dan suka memasak walaupun terkadang sedikit malas hihihi, dilla saat ini sedang melakukan pendidikan di Universitas Riau jurusan pendidikan bahasa dan satra Indonesia.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

MOSI DEBAT SMA BULAN BAHASA 2019

MOSI YANG DILOMBAKAN DALAM DEBAT PRATIKUM SASTRA KE 27

NASKAH PUISI UNTUK LOMBA BACA PUISI BULAN BAHASA 2019 TINGKAT MAHASISWA