Dari Musuh Menjadi Sahabat
Delpi
Lestari
“Anak anak. Hari ini kita kedatangan
murid baru. Bapak harap kalian senang ataskedatangannya. Katty, mari
masuk!” Seru Pak Burhan, wali kelas
kami.
Kulihat seorang anak perempuan berambut
pirang masuk ke kelas dengan bertolak pinggang.Wajahnya sangat cantik, gumamku.
“Katty, silahkan memperkenalkan
diri.” kata Pak Burhan.
“Ehm.. Hello! Namaku Katty. Aku berasal
dari negeri kanguru, tepatnya Australia. Aku lahir diPerth. Dan kuharap, kalian
senang atas kedatanganku.” Kata Katty memperkenalkan dirinya. Aku tercengang.
Dari Australia?
“Baiklah, Katty, silahkan duduk di
samping…” Pak Burhan berfikir lama.
“Ah, itu. Di samping Amanda. Tepatnya di
belakang Amy. Anak berambut coklat itu!”
Seru Pak Burhan. Ya, anak berambut coklat adalah aku.
“Ooh… Yang itu…” Ia memasang wajah sinis
padaku. Ia berjalan bagai model, dan duduk tepat di belakangku. Aku menyapanya,
“Hai! Namaku Amy. Senang bisa mengenalmu…”
Sapaku ramah dengan senyuman seraya mengulurkan tanganku.
“Iih… Jijik! Udah, sana sana!” Ucapnya
kasar. Aku hanya bisa diam. Walaupun ada
sedikit kekecewaan di dalam hati. Hmm… Biasanya anak baru memang begitu,
gumamku seraya mengalihkan pandangan ke papan tulis. Mungkin lain kali ia bisa
menerimaku, gumamku lagi.Teng! Teng! Teenggg!!!Bel tanda pulang sekolah
berbunyi.
“Baiklah anak anak. Silahkan berkemas
kemas. Waktunya pulang.” Kata Pak Burhan. Aku pun pergi ke luar kelas.
“Amy, tunggu!” Teriak seseorang
memanggil namaku. Aku menoleh ke belakang, mencari cari asal suara.
“Eh, Tara. Ada apa?” Tanyaku.
“Bagaimana rasanya duduk dekat dengan anak
baru? Pasti enak dong! Apalagi dari Australia.” Tanya Tara, teman akrabku.
“Tidak juga, Ra… Ia terlihat sangat sombong. Benar benarsombong. Tapi aku
yakin, suatu saat ia akan menerimaku…” Jawabku, dengan nada rendah. Tiba tiba…
“Awas, minggir! Aku mau lewat! Beri
jalan!”
BRUKK!
“Aww, sakit…” Rintihku karena terjatuh.
Aku terjatuh karena didorong oleh Katty, anak baru itu.
“Eh anak baru! Pakai mata dong kalau mau
lewat!” Teriak Tara.
“Udahlah, Tar. Gak apa apa, kok. Namanya
juga anak baru…” Kataku membela Katty.
“Kenapa kamu bela belain dia? Dia kan
jahat sama kamu… Dia itu menganggapmu musuh.Bukan teman.” Perkataan Tara
membuatku terdiam. Apa benar yang dikatakan Tara?
“Kau benar, Tar…” Kataku seraya
menganggukkan kepala. Aku terhasut omongan Tara…
Hari ini, aku akan benar benar mengubah
sikapku pada anak itu. Ia menganggapku musuh, akupun harus begitu. Aku takkan
kalah darinya!Saat di sekolah, aku berlari terburu buru masuk ke kelas.
Meletakkan tas dan duduk di kursi.Seperti biasa, Tara menyapaku,
“Pagi. Sepertinya semangat nih, hari
ini…” Sapanya.
“Haha… Aku mengenal sapaan itu sejak
kelas 1 sd…”
“Hmm… Ya…”
Cukup lama kami berbincang bincang. Tiba
tiba saja anak berambut pirang datang memasukikelas. Aku kenal rambut pirang
itu. Katty!
“Morning!” Sapa Katty dengan sombongnya.
“Huh…” Aku mendengus kesal. “Amy, kita
ke taman saja.” Ajak Tara.
“Iya, aku juga malas melihat wajah anak
baru itu!” Seruku mengiyakan.
Sesampainya di taman…
“Aduh, Ra… Aku tinggal dulu ya… Gak
tahan nih…” Kataku.
“Iya. Udah cepat sana…” Kata Tara.
Aku pergi ke toilet untuk buang air
kecil. Sesampainya di toilet, aku menutup pintu dan buang air kecil. Saat ingin
keluar…
“Wah, gawat! Pintunya terkunci!
Tolooongg! Tolooongg! Toloongg akuuu!” Teriakku meminta bantuan seraya mengetuk
ngetuk pintu toilet. Sudah hampir 1 jam aku disini…
Aku tak tahan lagi… Seketika semuanya
gelap…
Aku membuka mata perlahan. Pandanganku
masih buram. Terlihat seorang anak perempuan dihadapanku. Siapa dia?Semakin
lama penglihatanku semakin jelas. Dan ternyata anak yang kukira Tara ternyata
bukan!Melainkan Katty, Anak Australia itu. Aku memperhatikan sekelilingku. Ini
ruang UKS!
“Ugh… Katty?! Kau pasti yang telah
mengunci pintu toiletnya kan?! Tolooong! Di sini pelakunyaa!!” Teriakku.
“Shht…” Katty menutup mulutku.
“Amy, Katty bukan pelakunya. Justru Kattylah
yang telah menyelamatkanmu. Pintu toiletnya tidak ada yang mengunci. Melainkan
terkunci sendiri. Maklum, pintu toilet itu tidak pernahdiperbarui…” Jelas Pak
Burhan yang ternyata mendengar teriakanku. Tunggu, Kattymenolongku?
“Katty?” Kataku tak percaya.
Pak Burhan mengangguk. Tak terasa, air
mata jatuh dengan deras dari mataku. Katty memelukku. Sangat hangat…
“Terima kasih Katty. Maaf, aku telah
menuduhmu…” Aku mempererat pelukan.
“Aku juga minta maaf karena bersikap sombong
padamu. Aku tahu itu salah…” Air mata Katty berjatuhan. Ia melepaskan pelukan
dan mengacungkan jari kelingkingnya dan mengatakan,
“Sahabat?” Tanyanya seraya menghapus air
mata di wajahnya. Aku mengangguk dan berkata, “Ya, sahabat,” seraya
mengacungkan jari kelingkingku.
Kami kembali berpelukan. Pak Burhan yang
menyaksikan persahabatan kami, hanya bisa tersenyum melihatnya.
0 Komentar