Perpecahan, ringisan rasa sakit semua menyelimuti dalam ketakutan. kata kata terkunci dibaluti api, inilah kita yang mencoba bangkit dari rasa sakit, kita membawa masa depan. ujung demi ujung tarikan demi tarikan menyatukan perbedaan, penderitaan tidak selesai sampai disini. Mereka akan tetap berjalan walaupun masa tidak lagi sama
Alisya, 1999
Namaku Alisya Fadilah, orang-orang memanggilku Lisya. Banyak pertanyaan yang terkunci rapat didalam hatiku, Aku merasa pikiran sangat egois, bisakah ia membiarkan hatiku melakukan apa yang ingin dilakukan? dan apakah tubuhku tidak bisa bersikap adil, seolah iya takut dan dikendalikan.
Tetapi ini bukan tentang mereka..
Dan.. Tepat sasaran! Pikiranku kini seakan berbisik apa arti kehidupan? Kenyataan sebenarnya tentang kehidupan, aku selalu berusaha menggapainya sampai aku mengerti arti kehidupan.
Terkadang ada hal yang membuat kita merasa kesal dan terkadang juga merasa tenang. ya ketika aku Bersama LUna sahabatku. Memang terkadang ia menyebalkan, Tetapi aku merasa tenang ketika ia ada. Aku membuat nama panggilan lucu untuknya “Una”, aku malu mengakuinya Tetapi ia penari yang sangat cantik. beragam tarian yang sudah ia tarikan, tentunya dengan tampilan yang memukau yang selalu berhasil mencuri hati penonton
Jam istirahat di hari yang cukup berat, aku memilih untuk menghabiskan waktu istirahatku di perpustakaan, aku hanya mengambil sebuah buku, aku segera mencari posisi yang nyaman, disudut ruang terdapat sebuah kursi kosong, ketika aku menghampiri kursi tersebut. “gua duluan” seorang pria yang tak ku kenali, tersenyum penuh kemenangan, seperti biasa aku tidak merespon apapun. Pria itu bersikap aneh raut wajahnya kini berubah menjadi tatapan iba, “Apa-apaan” aku menatapnya bingung pria itu seperti menyadari satu hal, dan kemudian pergi begitu saja. “Menyebalkan!” batinku
“Lisyaaaaaaa, lisss kamu dimana?” suara Una terdengar cukup keras memanggil keberadaanku, Tetapi aku tidak menghiraukan panggilannya. “Lilissss, lisyaaaaaa, Alisyaaaaaaa!!” kali ini Una berteriak sangat keras, semua mata kini tertuju padaku, lirikan mereka seolah mengatakan kalau aku harus menyuruh sahabatku diam. Tentu saja mereka menatapku dennggakn tatapan yang akan menerkamku kapan saja,
“Ini perpustakaan luna”! aku berteriak di dalam pikiranku, kalau pikiranku bisa mengadu mungkin dia akan mengeluh dan menangis karena kelakuan Una., “Astaga anak itu hahaha…”
“Mengapa lama sekali”, suaraku mau habis lisya” Una memanyunkan bibirnya,dan mulai bersikap manja padaku, agar aku tidak jadi marah padanya Kadang aku hanya menutupi semuanya dengan senyuman, membayangkan bagaimana jika aku tidak memiliki kondisi seperti ini,aku akan selalu bercerita, menceritakan kepada banyak orang tentang kelakuan sahabatku, Tetapi inilah jalan hidupku, pikiranku mendorongku keluar sehingga aku merasa bingung, dari sekian banyak orang Mengapa aku harus menjadi gadis bisu? B-I-S-U inilah kondisiku. Aku menyadari orang-orang akan mengasihaniku. Jadi aku memilih untuk menutup duniaku dengan dunia luar.
Meskipun Una kadang menyebalkan, dialah orang yang mengerti apa yang ingin dan tidak aku lakukan. Dan membantuku perlahan membuka duniaku. Una memperlakukanku selayaknya orang biasa tanpa ada tatapan iba darinya.
“Lisyaaaaa, kamu pergi ke pameran budaya? Aku nggak mau tau lis kamu harus ikut, aku belum pernah menampilkan tarian ini, latihannya junggak lama. aku jamin kamu pasti suka!”
“Tidak Una aku mau..”
Una mulai memperhatikan ku, sebelum aku mengatakan padanya alasan aku memilih tidak ikut dengannya, dia mulai menahan tanganku agar aku berhenti, tatapannya seolah olah memohon, aku tidak tenggak padanya, aku menyerah dan memilih untuk ikut dengannya,
“Membaca buku mungkin bisa dilain waktu” pikirku saat itu
“Waaaaaaa! Makasih banyak cintaku, alisya tercinta, kita berangkat pulang sekolah lets go go go!!” Una berteriak dengan hati yang penuh kebahagiaan.
Aku hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan Una yang konyol, seperti anak kecil yang baru saja mendapatkan hadiah dari ibunya
Kami pun berangkat sepulang sekolah aku menemani Una dikelilingi para wanita yang dengan lihai merias wajahnya, mereka terlihat seperti seniman yang menggoreskan kuas di kanvas yang indah, tentu saja Una cantik apalagi kalau dirias semua orang pasti tidak akan lepas memandang wajahnya. aku ingat membawa buku yang aku pinjam ,sembari menunggu Una, aku membacanya, buku ini berjudul “Globalisasi” aku membaca bagian daftar isi, entah mengapa aku tertarik pada bagian dari buku itu berjudul “bahtera dan lentera persatuan”
“Bahtera dan lentera persatuan” terdengar asing ditelingaku, aku mulai membacanya
Aku mulai memahami kata bahtera dalam buku tersebut,Tetapi.. “Bahasa nya sulit dimengerti iii, bikin pusing aja”
Aku menutupnya dan menandai halaman itu, niatku akan membaca nya nanti setelah Una selesai menampilkan tariannya.
Aku terpukau melihat Una memakai pakaian kimono, pakaian tradisional jepang, jadi yang menarik kali ini Una menarikan tarian tradisional jepang, tidak hanya itu pemeran budaya kali ini bertemakan tentang globalisasi. tarian negeri tirai bambu, china,Thailand dan banyak lagi, mataku bersinar melihat tampilan menakjubkan, aku seakan terjun ke dunia dongeng.
Una akhirnya selesai menampilkan tariannya,aku memilih untuk melihat lihat dagangan yang dijual,dari tadi perutku mati rasa,
“Laparr, nanti aku temui Una,perutku sekarang lebih penting”
Aku pun membeli beberapa makanan,tak lupa aku membeli lebih untuk Una, pasti ia sannggakt lelah, aku menghampiri Una dennggakn menunjukkan makanan yang aku beli
“aaaaa so sweet, makasih sayang” Una terlihat bersemangat
Kami pun menyantap makanan, untuk mengisi perut yang sedari tadi sudah keroncongan. Setelah selesai makan, Una mengeluarkan sesuatu, ternyata itu buku ku,aku tidak sadar ternyata aku meninggalkannya
“Ini bukumu ya?,menarik sekali, kamu sudah selesai membacanya?” tanya nya padaku
Aku menggelengkan kepalaku, aku meminta kepada Una untuk menjelaskannya padaku,aku sejujurnya malu mengakuinya,aku tidak mengerti maksud dari buku ini.
“Sebentar ya lis, aku baca dulu, ini buku era globalisasi ya?, kamu mau aku jelaskan bagian yang kamu tandai ini? Aku baca sebentar ya…bahtera dan lentera kekuatan….”
Aku menunggu Una menjelaskan padaku, aku terdiam terlintas di pikiranku bagiku dia sempurna gadis yang sangat cantik, seorang penari handal dan dia juga gadis yang sangat cerdas, jika berkeliling rumahnya di setiap sudut ruang dipenuhi dengan berbagai medali, tropi dan sertifikat, dia juga memiliki kelebihan yang semua orang belum tentu bisa memilikinya,ya sosial yang tinggi. Ia sangat ramah, pergaulan dan jejaring sosial yang tinggi, ia pandai berbahasa asing sehingga tak heran ia juga memiliki teman dari mancanegara, aku sannggakt bangnggak padanya.kadang aku bertanya apa yang membuatnya ingin menjadi sahabat gadis bisu ini?
“Lis sebelumnya kamu harus tau dulu apa itu globalisasi, kamu tau global kan? Pasti di pikiranmu itu berbagai macam negara kan? Global mencakup seluruh bagian dari bumi kita ini Lis, coba kita bayangkan peta. di dalam globalisasi itu akan terjadi interaksi, dari sinilah kita akan tahu Mengapa dalam globalisasi ini memerlukan sebuah bahtera dan lentera yang membentuk persatuan. Disini membahas ilmu sosial dan interaksi yang dilandasi dengan persatuan”
Aku tersenyum, sekarang iya benar-benar seperti guru, sahabatku sangat sempurna Una terus menjelaskannya padaku tanpa henti, ia menarik dan nggak nku, aku tersentak kaget, ia membawaku Kembali melihat pameran seni pertunjukan ini yang terakhir, aku melihat semua lampu dimatikan, suasana menjadi hening dan boom, suara ledakan petasan dengan berbagai bendera negara di dunia ditampilkan pertunjukan yang mengagumkan.
“Lis, aku sangat mencintai dunia, bagaimana aku melihat berbagai macam budaya, aku sangat menyukai interaksi, aku sangat senang bisa diandalkan oleh orang lain”
Aku terdiam, aku memikirkan apakah jalanku selama ini menutup diri dengan dunia ini salah? Aku hanya peduli pada diriku sendiri.tidak sebenarnya aku takut..
“Una bagaimana dengan kondisiku, apakah aku bisa sepertimu?, berkembang sepertimu? Bersinar sepertimu?” aku berusaha sekuat tenaga menahan air mataku
“Lis, dunia ini luas, mulailah dari lingkunganmu,teman teman disini, jangan anggap mereka merendahkanmu, itu tidak seperti yang kamu bayangkan selama ini”.
Aku hanya mengangguk.
“Lis satu hal yang harus kamu innggakt, walaupun dunia ini luas, kita juga tidak boleh lupa dengan tempat kita dilahirkan,dan dibesarkan, banggakimana caranya kita membawa nama yang diperjuangkan sedari dulu”
“Una menurutmu apakah aku bisa hidup dengan keadaan dan zaman yang berubah, bagaimana orang sepertiku bisa mengikuti arus kehidupan? gelap semuanya gelap, kegelapan memberontak Una seperti inilah hidupku” Una mengelus punggungku, kemudian berbisik di telingaku,
“Sekarang aku tunjukkan arti bahtera dan lentera sebenarnya na…” dengan tatapan penuh keyakinan.
aku bingung apa maksudnya?
“Setelah itu kami Kembali ke ruang istirahat, dan menyiapkan barang kami sebelum Kembali pulang”
“Tunggu ini bukan jalan pulang” aku menepuk bahu Una menyuruhnya untuk berhenti. Tetapi ia sama sekali tak menghiraukanku.
“Tenang aja, kamu nggak mungkin kuculiklah Lis, udah ikut saja. Ini belum terlalu malam.”
Aku membiarkan Una membawaku yang aku sendiri tidak tahu apa yang ada dipikirannya.
Tunggu ini panti asuhan…
Kami kemudian berjalan ke dalam keadaannya sepi, sepertinya anak anak di sini sudah tidur. Aku melihat kekanan dan kiri, tempat yang tidak terlalu luas Tetapi seakan memberi kenyamanan dibawah sinar bulan. Aku bisa membayangkan bagaimana jika mereka tidak berada disini, pasti mereka akan berkumpul ria Bersama keluarga, aku tahu di umur mereka yang masih membutuhkan kasih sayang dari orang tua.
“Permisi Bu Rina,” ucap Una memanggil ibu panti yang sedang menyapu teras panti asuhan.
“Iya Neng, astanggak neng masuk dulu”
“Nggeh, Bu”
Kami masuk duduk berbincang sebentar,aku hanya diam tidak mengerti yang mereka bicarakan
“Aku nggak ngerti bahasa jawa, ngomong apa sih?” batinku
saat ini pukul 8.30 kami masih saja mengelilingi setiap halaman panti “Ketemu!!!” teriakan Una membuatku kaget
Aku menangis sejadi jadinya.
“Apa yang selama ini ku lakukan? bagaimana aku merasa seperti dunia ini tak adil. Sekarang aku melihat, mungkin dunialah yang berpikir dia tak adil. gadis kecil yang sedang melukis dengan kakinya, ia tidak sendirian dan temannya yang buta”.
“Lis inilah lentera,kita bisa lihat di negri kita tercinta ketidaksempurnaan bukan penghalang, tekat anak bangsa yang kuat, akan membuat kita semakin kuat di era yang akan terus berkembang ini. Bahtera adalah kita yang akan mengumpulkan semangat juang anak anak bangsa dimasa depan, kapal yang kita kemudikan sebagai anak bangsa, akan menentukan arah bangsa kedepannya”
“Una terima kasih, banyak pelajaran tentang kehidupan yang aku temukan malam ini, aku tidak ingin lagi diselimuti kegelapan, aku akan mencari lenteraku sendiri”.***
0 Komentar