Bahtera dan Lentera Kekuatan - Afiyah Salimah

 


Bahtera dan Lentera Kekuatan 
Afiyah Salimah-Siswi SMA Negeri Plus Provinsi Riau

       Perpecahan, ringisan rasa sakit semua menyelimuti dalam ketakutan. kata  kata terkunci dibaluti api, inilah kita yang mencoba bangkit dari rasa sakit, kita  membawa masa depan. ujung demi ujung tarikan demi tarikan menyatukan  perbedaan, penderitaan tidak selesai sampai disini. Mereka akan tetap berjalan  walaupun masa tidak lagi sama

Alisya, 1999 

Namaku Alisya Fadilah, orang-orang memanggilku Lisya. Banyak  pertanyaan yang terkunci rapat didalam hatiku, Aku merasa pikiran sangat egois,  bisakah ia membiarkan hatiku melakukan apa yang ingin dilakukan? dan apakah  tubuhku tidak bisa bersikap adil, seolah iya takut dan dikendalikan.  

Tetapi ini bukan tentang mereka.. 

Dan.. Tepat sasaran! Pikiranku kini seakan berbisik apa arti kehidupan?  Kenyataan sebenarnya tentang kehidupan, aku selalu berusaha menggapainya  sampai aku mengerti arti kehidupan. 

Terkadang ada hal yang membuat kita merasa kesal dan terkadang juga  merasa tenang. ya ketika aku Bersama LUna sahabatku. Memang terkadang ia  menyebalkan, Tetapi aku merasa tenang ketika ia ada. Aku membuat nama  panggilan lucu untuknya “Una”, aku malu mengakuinya Tetapi ia penari yang  sangat cantik. beragam tarian yang sudah ia tarikan, tentunya dengan tampilan yang  memukau yang selalu berhasil mencuri hati penonton 

Jam istirahat di hari yang cukup berat, aku memilih untuk menghabiskan  waktu istirahatku di perpustakaan, aku hanya mengambil sebuah buku, aku segera  mencari posisi yang nyaman, disudut ruang terdapat sebuah kursi kosong, ketika  aku menghampiri kursi tersebut. “gua duluan” seorang pria yang tak ku kenali, tersenyum penuh kemenangan, seperti biasa aku tidak merespon apapun. Pria itu  bersikap aneh raut wajahnya kini berubah menjadi tatapan iba,  “Apa-apaan” aku menatapnya bingung  pria itu seperti menyadari satu hal, dan kemudian pergi begitu saja.  “Menyebalkan!” batinku 

“Lisyaaaaaaa, lisss kamu dimana?” suara Una terdengar cukup keras  memanggil keberadaanku, Tetapi aku tidak menghiraukan panggilannya. “Lilissss, lisyaaaaaa, Alisyaaaaaaa!!” kali ini Una berteriak sangat keras,  semua mata kini tertuju padaku, lirikan mereka seolah mengatakan kalau aku  harus menyuruh sahabatku diam. Tentu saja mereka menatapku dennggakn  tatapan yang akan menerkamku kapan saja, 

“Ini perpustakaan luna”! aku berteriak di dalam pikiranku, kalau pikiranku  bisa mengadu mungkin dia akan mengeluh dan menangis karena kelakuan Una.,  “Astaga anak itu hahaha…” 

“Mengapa lama sekali”, suaraku mau habis lisya” Una memanyunkan  bibirnya,dan mulai bersikap manja padaku, agar aku tidak jadi marah padanya Kadang aku hanya menutupi semuanya dengan senyuman, membayangkan  bagaimana jika aku tidak memiliki kondisi seperti ini,aku akan selalu bercerita,  menceritakan kepada banyak orang tentang kelakuan sahabatku, Tetapi inilah jalan  hidupku, pikiranku mendorongku keluar sehingga aku merasa bingung, dari sekian  banyak orang Mengapa aku harus menjadi gadis bisu? B-I-S-U inilah kondisiku.  Aku menyadari orang-orang akan mengasihaniku. Jadi aku memilih untuk menutup  duniaku dengan dunia luar.  

Meskipun Una kadang menyebalkan, dialah orang yang mengerti apa yang  ingin dan tidak aku lakukan. Dan membantuku perlahan membuka duniaku. Una  memperlakukanku selayaknya orang biasa tanpa ada tatapan iba darinya. 

“Lisyaaaaa, kamu pergi ke pameran budaya? Aku nggak mau tau lis kamu  harus ikut, aku belum pernah menampilkan tarian ini, latihannya junggak lama. aku  jamin kamu pasti suka!” 

“Tidak Una aku mau..”  

Una mulai memperhatikan ku, sebelum aku mengatakan padanya alasan aku  memilih tidak ikut dengannya, dia mulai menahan tanganku agar aku berhenti, tatapannya seolah olah memohon, aku tidak tenggak padanya, aku menyerah dan  memilih untuk ikut dengannya,  

“Membaca buku mungkin bisa dilain waktu” pikirku saat itu 

“Waaaaaaa! Makasih banyak cintaku, alisya tercinta, kita berangkat  pulang sekolah lets go go go!!” Una berteriak dengan hati yang penuh  kebahagiaan. 

Aku hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan Una yang konyol, seperti  anak kecil yang baru saja mendapatkan hadiah dari ibunya 

Kami pun berangkat sepulang sekolah aku menemani Una dikelilingi para  wanita yang dengan lihai merias wajahnya, mereka terlihat seperti seniman yang  menggoreskan kuas di kanvas yang indah, tentu saja Una cantik apalagi kalau dirias  semua orang pasti tidak akan lepas memandang wajahnya. aku ingat membawa  buku yang aku pinjam ,sembari menunggu Una, aku membacanya, buku ini  berjudul “Globalisasi” aku membaca bagian daftar isi, entah mengapa aku tertarik  pada bagian dari buku itu berjudul “bahtera dan lentera persatuan” 

“Bahtera dan lentera persatuan” terdengar asing ditelingaku, aku mulai  membacanya 

Aku mulai memahami kata bahtera dalam buku tersebut,Tetapi.. “Bahasa nya sulit dimengerti iii, bikin pusing aja” 

Aku menutupnya dan menandai halaman itu, niatku akan membaca nya nanti  setelah Una selesai menampilkan tariannya. 

Aku terpukau melihat Una memakai pakaian kimono, pakaian tradisional  jepang, jadi yang menarik kali ini Una menarikan tarian tradisional jepang, tidak  hanya itu pemeran budaya kali ini bertemakan tentang globalisasi. tarian negeri tirai  bambu, china,Thailand dan banyak lagi, mataku bersinar melihat tampilan  menakjubkan, aku seakan terjun ke dunia dongeng. 

Una akhirnya selesai menampilkan tariannya,aku memilih untuk melihat  lihat dagangan yang dijual,dari tadi perutku mati rasa,  

“Laparr, nanti aku temui Una,perutku sekarang lebih penting” 

Aku pun membeli beberapa makanan,tak lupa aku membeli lebih untuk Una, pasti ia sannggakt lelah, aku menghampiri Una dennggakn menunjukkan makanan yang aku beli 

aaaaa so sweet, makasih sayang” Una terlihat bersemangat 

Kami pun menyantap makanan, untuk mengisi perut yang sedari tadi sudah  keroncongan. Setelah selesai makan, Una mengeluarkan sesuatu, ternyata itu buku  ku,aku tidak sadar ternyata aku meninggalkannya 

“Ini bukumu ya?,menarik sekali, kamu sudah selesai membacanya?” tanya  nya padaku 

Aku menggelengkan kepalaku, aku meminta kepada Una untuk menjelaskannya  padaku,aku sejujurnya malu mengakuinya,aku tidak mengerti maksud dari buku  ini. 

“Sebentar ya lis, aku baca dulu, ini buku era globalisasi ya?, kamu mau  aku jelaskan bagian yang kamu tandai ini? Aku baca sebentar ya…bahtera dan  lentera kekuatan….” 

Aku menunggu Una menjelaskan padaku, aku terdiam terlintas di pikiranku  bagiku dia sempurna gadis yang sangat cantik, seorang penari handal dan dia juga  gadis yang sangat cerdas, jika berkeliling rumahnya di setiap sudut ruang dipenuhi  dengan berbagai medali, tropi dan sertifikat, dia juga memiliki kelebihan yang  semua orang belum tentu bisa memilikinya,ya sosial yang tinggi. Ia sangat ramah,  pergaulan dan jejaring sosial yang tinggi, ia pandai berbahasa asing sehingga tak  heran ia juga memiliki teman dari mancanegara, aku sannggakt bangnggak  padanya.kadang aku bertanya apa yang membuatnya ingin menjadi sahabat gadis  bisu ini? 

“Lis sebelumnya kamu harus tau dulu apa itu globalisasi, kamu tau global  kan? Pasti di pikiranmu itu berbagai macam negara kan? Global mencakup seluruh  bagian dari bumi kita ini Lis, coba kita bayangkan peta. di dalam globalisasi itu  akan terjadi interaksi, dari sinilah kita akan tahu Mengapa dalam globalisasi ini  memerlukan sebuah bahtera dan lentera yang membentuk persatuan. Disini  membahas ilmu sosial dan interaksi yang dilandasi dengan persatuan”  

Aku tersenyum, sekarang iya benar-benar seperti guru, sahabatku sangat  sempurna Una terus menjelaskannya padaku tanpa henti, ia menarik dan nggak nku,  aku tersentak kaget, ia membawaku Kembali melihat pameran seni pertunjukan ini  yang terakhir, aku melihat semua lampu dimatikan, suasana menjadi hening dan boom, suara ledakan petasan dengan berbagai bendera negara di dunia ditampilkan  pertunjukan yang mengagumkan. 

“Lis, aku sangat mencintai dunia, bagaimana aku melihat berbagai macam  budaya, aku sangat menyukai interaksi, aku sangat senang bisa diandalkan oleh  orang lain” 

Aku terdiam, aku memikirkan apakah jalanku selama ini menutup diri  dengan dunia ini salah? Aku hanya peduli pada diriku sendiri.tidak sebenarnya aku  takut.. 

“Una bagaimana dengan kondisiku, apakah aku bisa sepertimu?,  berkembang sepertimu? Bersinar sepertimu?” aku berusaha sekuat tenaga menahan  air mataku 

“Lis, dunia ini luas, mulailah dari lingkunganmu,teman teman disini, jangan  anggap mereka merendahkanmu, itu tidak seperti yang kamu bayangkan selama  ini”. 

Aku hanya mengangguk. 

“Lis satu hal yang harus kamu innggakt, walaupun dunia ini luas, kita juga  tidak boleh lupa dengan tempat kita dilahirkan,dan dibesarkan, banggakimana  caranya kita membawa nama yang diperjuangkan sedari dulu” 

“Una menurutmu apakah aku bisa hidup dengan keadaan dan zaman yang  berubah, bagaimana orang sepertiku bisa mengikuti arus kehidupan? gelap  semuanya gelap, kegelapan memberontak Una seperti inilah hidupku” Una mengelus punggungku, kemudian berbisik di telingaku, 

“Sekarang aku tunjukkan arti bahtera dan lentera sebenarnya na…” dengan  tatapan penuh keyakinan. 

aku bingung apa maksudnya? 

“Setelah itu kami Kembali ke ruang istirahat, dan menyiapkan barang  kami sebelum Kembali pulang” 

“Tunggu ini bukan jalan pulang” aku menepuk bahu Una menyuruhnya  untuk berhenti. Tetapi ia sama sekali tak menghiraukanku. 

“Tenang aja, kamu nggak mungkin kuculiklah Lis, udah ikut saja. Ini  belum terlalu malam.”

Aku membiarkan Una membawaku yang aku sendiri tidak tahu apa yang  ada dipikirannya. 

Tunggu ini panti asuhan… 

Kami kemudian berjalan ke dalam keadaannya sepi, sepertinya anak anak  di sini sudah tidur. Aku melihat kekanan dan kiri, tempat yang tidak terlalu luas  Tetapi seakan memberi kenyamanan dibawah sinar bulan. Aku bisa  membayangkan bagaimana jika mereka tidak berada disini, pasti mereka akan  berkumpul ria Bersama keluarga, aku tahu di umur mereka yang masih  membutuhkan kasih sayang dari orang tua. 

“Permisi Bu Rina,” ucap Una memanggil ibu panti yang sedang menyapu  teras panti asuhan. 

“Iya Neng, astanggak neng masuk dulu” 

“Nggeh, Bu” 

Kami masuk duduk berbincang sebentar,aku hanya diam tidak mengerti  yang mereka bicarakan 

“Aku nggak ngerti bahasa jawa, ngomong apa sih?” batinku 

saat ini pukul 8.30 kami masih saja mengelilingi setiap halaman panti “Ketemu!!!” teriakan Una membuatku kaget 

Aku menangis sejadi jadinya. 

“Apa yang selama ini ku lakukan? bagaimana aku merasa seperti dunia ini  tak adil. Sekarang aku melihat, mungkin dunialah yang berpikir dia tak adil. gadis  kecil yang sedang melukis dengan kakinya, ia tidak sendirian dan temannya yang  buta”. 

“Lis inilah lentera,kita bisa lihat di negri kita tercinta ketidaksempurnaan  bukan penghalang, tekat anak bangsa yang kuat, akan membuat kita semakin kuat  di era yang akan terus berkembang ini. Bahtera adalah kita yang akan  mengumpulkan semangat juang anak anak bangsa dimasa depan, kapal yang kita  kemudikan sebagai anak bangsa, akan menentukan arah bangsa kedepannya” 

“Una terima kasih, banyak pelajaran tentang kehidupan yang aku temukan  malam ini, aku tidak ingin lagi diselimuti kegelapan, aku akan mencari lenteraku  sendiri”.***


Posting Komentar

0 Komentar