IKHTIAR MENYUARAKAN ASA
Gladingin Aritonang- SMKN 1 LUBUK BATU JAYA
Terkadang permasalahan di negeri ini jadi topik menarik untuk dipecahkan dan menumbuhkan rasa ingin tahu juga mencuri perhatian seorang penulis untuk diceritakan. Kondisi tempatku menetap saat ini menimbulkan banyak tanda tanya dalam benakku, mengapa bisa terjadi? mengapa tidak dihentikan? bukankah banyak orang yang dirugikan? Banyak hal yang dilakukan manusia tidak beradap saat ini yang merampas hak dan rasa kepercaayaan diri sesamanya.
Sembari menatap indah rembulan malam ini diatas meja belajarku, sebentar aku ingin bersuara, bercerita tentang siapa aku? Namaku Laurent, seorang siswi yang saat ini duduk dibangku Sekolah Menengah Kejuruan. Bercita-cita ingin menjadi seorang Penulis dan Psikologi, hingga tibalah aku pada titik dimana kemampuanku diuji. Memasuki pra akhir tahun aku mendapat banyak kesibukan di sekolah dan tepat satu bulan yang lalu aku dipanggil guru Bahasa Indonesia disekolahku, kata beliau ada hal penting yang ingin disampaikan.
“Rent, tadi bu Sarah berpesan, katanya kamu disuruh keruangannya “kata Rona, teman sekelasku. “Ada hal penting apa ron?” sahutku dengan ramah.” aku kurang tau, lebih baik kamu temui saja sekarang” balas Rona. Sesaat setelah percakapan singkatku dengan Rona, aku langsung bergegas melangkah keruangan bu Sarah, guru Bahasa Indonesia.
TOK TOK TOK
“Permisi bu“setelah dipersilahkan masuk, aku dengan sopan duduk dikursi tepat didepan meja bu Sarah, beliau pun langsung meninggalkan kegiatan kerjanya dilaptop. “Ibu tadi panggil saya ya?” tanyaku “iya Laurent, ibu panggil kamu” balas bu Sarah sambil tersenyum manis. Lalu aku bertanya maksud dari pertemuan mendadak ini. Setelah bu Sarah memberitahu alasannya memanggilku, seketika suasana hatiku menjadi campur aduk. Rasa senang dan tercengang menjerit dengan lantang dalam hatiku. Untuk sesaat aku termenung, sanggupkah aku? Layakkah aku?
Setelah perbincangan panjang bersama bu Sarah aku pamit untuk kembali ke kelas karena bel masuk sudah berbunyi. Jika kamu penasaran apa yang kubicarakan dengan bu Sarah, maka akan kuberitahu. Bu Sarah memberi informasi bahwa ada perlombaan cipta karya tulis berbentuk novel tingkat SMA Se-kabupaten dan setiap sekolah diwajibkan mengutus 1 peserta. Saat mendengar informasi itu aku langsung merasa tertarik, tapi saat bu Sarah mengatakan bahwa sekolah merekomendasikanku menjadi peserta perlombaan itu, disitulah hatiku mulai bergemuruh antara senang dan ragu. Bisakah aku?
Tak terasa waktu pulang sudah tiba, para siswa siswi membubarkan dirinya masing masing dan memenuhi area parkiran. Sambil menunggu bus sekolah tiba aku terhanyut dalam lamunan, memikirkan tema apa yang akan kuangkat untuk kutulis dalam bukuku. Tak lama bus sekolahpun berhenti tepat didepanku, dengan tidak bersemangat aku melangkah lemah kedalam bus.
Sesampainya aku dirumah kuputuskan untuk langsung beristirahat tapi ternyata bayang bayang soal perlombaan itu terus berputar dalam kepalaku. Setelah melalui malam yang panjang aku kembali kesekolah dan masih dengan suasana yang sama yaitu kebingungan. Aku berjalan sendiri melewati lorong sekolah yang akan membawaku menuju kelasku, tiba tiba jalanku terhenti saat indra pendengaranku menangkap sebuah pernyataan yang sangat tidak menyenangkan dari gerombolan siswa yang sibuk dengan handphonenya. “Ada apa ya kira kira?” gumamku penasaran. Aku memberanikan diri untuk mendekat dan bertanya, tapi baru selangkah kakiku berpindah Rona memanggilku dari depan kelas, akhirnya aku memutuskan untuk menuju kelas dan menunda pertanyaanku tadi.
“Rent kamu udah tau belum berita terbaru anak kelas sebelah?” kata Rona sambil menaikkan sebelah alisnya. “belum, emang berita apa Ron?” balasku penasaran. Rona menunjukkan layar handphonenya padaku dan ditampilkan sebuah tangkapan layar percakapan. Aku terlonjak kaget saat melihat isi percakapan antara dua remaja yang tampak dalam handphone Rona “Kamu serius itu beneran Celyn?” tanyaku dengan perasaan tidak percaya. “Ya seperti yang kamu lihat Rent “balas Rona. Tak sampai disitu Rona kembali menunjukkan satu gambar lagi, tampak difoto seorang perempuan yang kukenal dengan jelas, benar benar sangat dipermalukan.
Secara mendadak aku berlari menuju kelas Celyn yang tak jauh letaknya dari kelasku. Aku terlonjak kaget saat langkah kakiku berhenti didepan pintu kelas berwarna coklat pekat itu. Celyn terisak pelan saat dan hanya pasrah saat teman teman sekelasnya dengan tega melontarkan berbagai cacian dan ungkapan kasar padanya. “dasar! kamu itu Cuma sampah masyarakat” sahut salah seorang teman sekelasnya “Jangan pura pura polos deh” sahut temannya yang lain. “kelakuan kamu itu bener memalukan”sahut seorang lagi. “ini baru siswa teladan, tak punya malu”.
Secara perlahan aku melangkah ragu mendekati gadis malang itu. “Celyn” panggilku pelan. Terdengar tangisan kecil dari Celyn “iya Rent, ada apa?“sahutnya lirih. Aku dengan perasaan sedih langsung memeluknya, berharap segala kesedihannya bisa ikut kurasakan dan jika mungkin ingin rasanya kugantikan posisi Celyn saat ini. “kenapa bisa kejadian cel? Itu bukan kamu kan?” Setelah merasa tenang Celyn akhirnya dengan sukarela berbagi cerita lukanya padaku. Aku berusaha menjadi pendengar yang baik dan memberi banyak semangat untuk Celyn “Aku percaya sama kamu cel”.
Setelah mendengar kesalahpaham dan fitnah yang dilemparkan pada Celyn aku dengan tekad yang pasti segera membuat laporan pada guru BK. Kejadian buruk yang menimpa Celyn jadi topik utama diminggu itu, sialnya hingga lima hari berlalu belum ada respon dari pihak sekolah. Semakin hari rasa tak sabarku mulai memuncak hingga saat itu aku meyakinkan diri untuk kembali membuka kasus Celyn. Aku bersama Celyn datang keruang BK dan menagih penyelesaian kasus Celyn, walau aku harus menghadapi perdebatan kecil dengan para guru “Maaf nak, tapi kasus ini terjadi diluar jam sekolah dan toh kejadiannya sudah berhari hari yang lalu” kata seorang guru. “iya benar nak, kasus ini sudah basi untuk diselesaikan” sambut guru yang lain. “kasusnya memang sudah lewat berhari hari buk, tapi bukankah ini karena ketidakpedulian pihak sekolah?” balasku dengan sedikit penekanan. “tolong buk, teman saya Celyn butuh keadilan disini” akhirnya ada seorang guru yang terbuka hatinya dan bersedia meluruskan kasus kami. Banyak terima kasih kuucapkan pada beliau dan tak lupa aku meminta maaf karena telah berkata kurang sopan pada guru guru disana.
Di ruang BK Celyn duduk bersamaku dan dua orang siswi lagi, Lara dan Leya berhadapan dengan bu Nayla. Merekalah biang kerok dari fitnah keji yang diarahkan pada Celyn. Merekayasa seolah olah Celyn menyebar aibnya sendiri, padahal itu semua adalah hasil fitnah dari mereka berdua. Awalnya mereka memberontak dan tidak mau mengakui perbuatan busuknya. “Itu bukan ulah kami buk, kalaupun ulah kami mana buktinya?” ucap Lara dengan lantang.
Aku lalu menunjukkan sebuah tangkapan layar percakapan yang waktu itu diperlihatkan Rona padaku, tampak pada percakapan itu bahwa Lara mengancam Celyn dengan sangat kasar. Lara dan Leya langsung terdiam ketika melihat foto itu. “Lara! Leya! Tolong dijelaskan apa maksudnya ini?” Bu Nayla langsung angkat bicara dan membuat mereka berdua seketika menjadi gemetar dan takut. Setelah 30 menit berlalu akhirnya kami menemukan titik terang dari masalah ini. Dengan perasaan menyesal Lara dan Leya akhirnya melunakkan hatinya dan bersedia meminta maaf pada Celyn. “Cel, maafin aku sama leya ya. Aku sadar dan menyesal, maaf udah bikin kamu malu dan sedih” ungkap Lara dengan nada penuh penyesalan. “Aku juga bener bener minta maaf Cel, padahal aku tau itu salah. Maafin ya Cel” ucap Leya dengan nada lemah. “Iya aku udah maafin kok, jangan gitu lagi ya Lara, Leya” Celyn menanggapinya dengan senyum yang tercetak jelas diwajahnya. “Baiklah anak anak, semoga kejadian hari ini dan hari yang lalu jadi pelajaran buat ananda semua ya” ucap bu Nayla. Setelah pembicaraan kami selesai, aku berpamitan untuk kembali kekelas bersama Celyn.
Setelah melewati beberapa hari, suasana hati Celyn pun kembali bahagia dan baik baik saja. Senyum manisnya kembali terlihat, dan sinar diwajahnya pun kembali terpancar. Hal baik juga terjadi padaku, kasus perundungan yang terjadi pada Celyn menarik perhatianku dan aku memutuskan untuk mengangkat kisahnya menjadi karya tulis yang akan kujabarkan dalam sebuah buku berjudul “Ikhtiar Menyuarakan Asa”. Aku selalu ingin agar usahaku dalam menyuarakan dan membela sebuah asa menjadi jalan yang mudah untuk diikuti anak muda saat ini.
Tindakan bullying bukanlah hal indah yang layak untuk dipertontonkan atau bahkan dilakukan. Malah seharusnya sekecil apapun tindakan bullying yang terjadi mendapat perhatian besar dari sekolah, masyarakat dan yang paling penting dari keluarga. Berjalan bersama negeri kita Indonesia yang merdeka. Dimulai dari serpihan kecil rasa peduli dan kemanusiaan. Merdeka dalam melawan penjajah, merdeka pula dalam mewujudkan kesejahteraan bangsanya.
0 Komentar