Kain Tenun - Navischa Aulia Sekar



 Navischa Aulia Sekar

SMA IT Imam Syafii 2 Pekanbaru


Kain Tenun


Pagi yang cerah, matahari terbit dari timur menandakan seluruh aktivitas

manusia akan dimulai. Sebagian orang akan berangkat bekerja, anak-anak akan

pergi ke sekolah, lalu ada juga yang akan tetap tinggal di rumah untuk beraktivitas

di rumah masing-masing. Seorang gadis cantik sedang menyapu halaman

rumahnya menggunakan sapu lidi, banyak dedaunan yang berjatuhan dari pohon

yang sudah ia sapu menjadi satu tumpukkan besar. Banyak tetangga yang berjalan

melewati rumahnya itu sambil menyapa dirinya dan pastinya dibalas dengan

hangat, di saat sedang berada pada aktivitasnya matanya melihat sang ibu yang

baru kembali dari pasar dengan beberapa kantong plastik di kedua tangannya.

“Ayu, iso tolongin ibu sebentar?” tanya Ibu. Ayu yang mendengar itu

bergegas meletakkan sapu lidinya dan membantu ibunya membawa belanjaan

menuju dapur. Saat di dapur, Ayu meletakan plastik-plastik tersebut di atas meja

makan.

“Suwon yo ndok. Koe ada urusan lagi opo ora?” tanya Ibunya.

“Ora buk, kenopo?” jawab Ayu.

“Tolong belikan garam neng kedai mbok Darmi, soale tadi arep tuku tapi wes lali

waktu sampai omah baru teringat”.

Ayu yang mendengar permintaan ibunya langsung menyetujui hal

tersebut, setelah mendapatkan uangnya Ayu langsung berjalan menuju kedai

mbok Darmi membeli pesanan sang ibu. Saat berjalan matanya melihat sebuah

rumah tradisional khas Jawa yang terlihat masih sangat terawat, hal itu terlihat

dari sekeliling rumahnya yang sangat asri. Di atapnya terdapat tulisan ‘Tenun

Mbok Sari’.


“Eh..eneng anak buk Lastri, opo kabar koe ndok?” tanya seorang nenek yang

berjalan tertatih-tatih karena usianya yang sudah sangat renta, Ayu langsung

menyalami nenek itu.

“Kulo baik, nenek sendiri?” tanya Ayu dengan nada yang halus dan sopan tak

lama dibarengi senyumannya itu.

“Sehat orang tua. Arep nandi koe?” tanya Nenek.

“Arep neng kedai mbok Darmi, ibuk minta tolong tuku garam” jawab Ayu,

mendengar jawaban tersebut sang nenek hanya mengangguk saja.

Ayu melihat gaya berpakaian nenek di depannya saat ini, karena nenek

itu masih menggunakan pakaian tradisional Jawa dengan kain tenun yang

melingkari lehernya. Ayu tahu bahwa nenek ini bernama nenek Sumi atau

biasanya dipanggil nek Sumi oleh orang sekitarnya, dulu dirinya sempat bekerja

sebagai salah satu pegawai di rumah kain tenun ini.

“Nenek..seneng tenan sama tenun yo..” ucap Ayu. Mendengar hal tersebut nek

Sumi hanya bisa tertawa kecil sambil memegang kain tenun yang melingkari

lehernya itu.

“Iyo..iki wes jadi warisan budaya kita, jadi harus seneng dan dijaga.”

“Memangnya nenek ora nenun meneh?” tanya Ayu penasaran, nek Sumi

menggelengkan kepalanya.

“Wes gak kuat ndok, wes tua. Lagipula..gak eneng yang arep nempah kayak dulu

meneh” jawab nek Sumi dengan nada sedih. Mata Ayu melihat kondisi rumah itu

lalu kembali menatap nek Sumi.

“Jadi, iki omah nenek opo ora?” tanya Ayu dengan nada pelan, lagi-lagi nek Sumi

menggelengkan kepalanya sebagai jawabannya.

“Iki cuman omah titipan dari mbok Sari waktu beliau masih hidup” jawabnya.

“Anak-anak beliau ora gelem tinggal neng omah yang wes ketinggalan zaman

terus kepencil gini. Juga di dalam masih eneng peralatan tenun yang beliau

tinggalkan di sini,” sambung nek Sumi.

Memang benar apa yang dikatakan nek Sumi tentang banyaknya

peralatan tenun yang masih ada di sana, dari luar saja terlihat banyak alat tenun

tua yang ditutupi dengan kain untuk menjaga kualitasnya.


“Nopo..nenek gak ngajarin anak di sini untuk belajar nenun?” tanya Ayu.

“Nenek sih ora popo..tapi anak sini ora gelem beajar, katanya we ketinggalan

zaman buat belajar kayak ngono.”

Ayu hanya menatap dengan sedih mendengar jawaban barusan, memang

kenyataannya seperti itu. Anak-anak seusia Ayu di sini sudah mulai sedikit

melupakan budaya tradisi daerah mereka dengan alasan mengikuti perkembangan

zaman. Awalmya tak ada yang salah dengan perubahan mengikuti perubahan itu,

namun seiring berjalannya waktu hal-hal yang mereka katakan perubahan itu juga

mulai mengikis tentang sopan santun dan keseharian mereka yang dulu dilihat

sangat baik.

Tiba-tiba Ayu mendapatkan ide di kepalanya “Nek Sumi” panggil Ayu.

“Iyo? Arep opo?” tanya nek Sumi.

“Kulo boleh ora arep belajar nenun karo nenek?” tanya Ayu dengan lembut dan

malu-malu, mendengar permintaan barusan nek Sumi hanya tertawa lalu

tangannya mengelus puncak kepala Ayu dengan senyumannya.

“Boleh banget..koe iso datang kapanpun koe mau yo.”

Ayu langsung teringat permintaan sang ibu untuk membelikan garam, dia

langsung menyalami nek Sumi dan pergi ke kedai mbok Darmi. Seusai dari kedai,

dirinya langsung pulang menuju rumahnya dan saat tiba Ayu langsung

memberikan garam tersebut pada ibunya.

“Kok sui tenan?” tanya ibunya sambil menerima garam yang dibelikan anaknya

barusan.

“Tadi ngomong karo nek Sumi.”

“Nek Sumi? Yang dulu jadi penenun di rumah mbok Sari?” tanya sang ibu.

“Nggeh buk.”

Keesokan harinya, Ayu berjalan menuju rumah nek Sumi dan setibanya

disana dirinya langsung mengetuk pintunya. Tak lama setelahnya pintunya

terbuka menampakkan si nenek dengan gaya berpakaian khas dirinya. Ayu

dipersilakan masuk ke dalam rumah itu dan duduk di salah satu sofanya.


“Pasti koe arep belajar nenun di sini?” Ayu mengangguk dengan semangat

dibarengi senyumannya, namun tidak dengan nenek itu dirinya menatap dengan

Ayu dengan kesedihan di wajahnya.

“Kenopo nek? Kok..sedih ngono?”

“Nenek..bakalan pindah dari omah iki ndok, jadi ora iso ngajarin koe nenun ndok.

Nenek minta maaf yo” Ayu yang mendengar hal tersebut langsung tegak dari

duduknya lalu mendekati nek Sumi.

“Kok iso? Siopo yang..nyuruh nenek untuk pindah?” tanya Ayu.

“Anaknya yang minta nenek untuk pindah ndok”. Ayu yang mendengar hal

tersebut hanya bisa terdiam seketika, niatnya yang ingin belajar demi menjaga

warisan menjadi terhenti. Ayu langsung memeluk nek Sumi dengan erat, lalu dia

membantu untuk membereskan barang-barang yang akan dibawa nek Sumi

nantinya.

Dirinya membersihkan debu-debu yang ada, lalu menyapunya.

Setelahnya dia menyentuh kain yang menutupi alat penenun milik sang tuan

rumah yang masih sangat terawat itu. Tiba-tiba pundaknya ditepuk dari belakang

yang membuatnya terkejut, Ayu melihat nek Sumi yang membawa nampan

berisikan teh dan kue putu untuknya. Ayu langsung membantu membawa nampan

itu ke meja depan, keduanya langsung duduk berdampingan sambil memakan kue

dan meminum teh. Lalu mereka mendengar suara mobil dari luar, sampai

akhirnya mereka melihat seorang perempuan masuk tanpa mengucapkan permisi

terlebih dahulu.

“Sudah dibereskan ternyata, baguslah. Nenek bisa keluar sekarang” ucapnya

dengan nada angkuh.

“Mbak, lain kali tolong ucapkan permisi meskipun ini rumah mbak,” ucap Ayu

menasehati sedangkan balasan yang ia dapat hanya tatapan mata yang tak

menyenangkan lalu perempuan itu melangkah melihat isi-isi rumah itu.

“Ayo nek, Ayu bantu angkat barangnya” ucap Ayu lalu menuntun nek Sumi

menuju kamar mengambil barang-barangnya.

“Hey, siapa yang membuat kain tenun ini semua? Apakah nenek itu?” tanya

perempuan itu.


“Tentu saja, kenapa mbak bertanya?” tanya Ayu.

“Tak ada” jawabnya. Ayu tiba-tiba mendapatkan ide bagus yang terlintas di

kepalanya saat ini.

“Mbak, kenapa rumah ini gak untuk nek Sumi?”

“Kamu jangan gila! Ini rumah mendiang ibu saya dan ini menjadi hak saya juga,

jadi kamu gak ada hak untuk membuat keputusan apapun di depan saya.”

“Tapi, semua kain tenun ini jika dijual akan mendapatkan banyak biaya dan juga

menjadi sangat modis mbak!”

Perempuan itu hanya bisa menatap dengan remeh “Kalau begitu

tunjukkan padaku sampai dua hari ke depan, jika berhasil maka rumah ini menjadi

milik nenek itu dan jika tidak rumah ini saya ambil!” ucapnya yang membuat Ayu

dengan yakin menyetujuinya, perempuan itu langsung keluar dari rumah tersebut.

“Ndok..” panggil nek Sumi yang membuat Ayu membalikkan tubuhnya.

“Koe yakin dengan ucapanmu iku barusan?” Ayu langsung menggenggam tangan

nek Sumi dengan senyumannya itu kemudian mengangguk dengan semangat.

“Kalau kita berusaha insya Allah pasti berhasil nek! Jadi, nenek bisa kan ajarin

aku untuk buat kain tenunnya?”

Nek Sumi langsung menatap dengan keraguan di wajahnya “Terus, bakal koe

apakan kain iku kalau wes jadi?” tanya nek Sumi.

“Ayu bakal bantu jualkan kainnya melalui teman-temannya Ayu, karena mereka

juga alhamdulillah udah sukses semua. Gimana?” tanya Ayu memastikan, nek

Sumi memikirkan ucapan Ayu barusan kemudian dirinya mengangguk menyetujui

ide tersebut.

Ayu yang mendapatkan persetujuan langsung itu kegirangan lalu

memeluk nenek yang sudah dia anggap sebagai nenek sendiri itu. Di hari yang

sama dirinya mulai belajar menenun. Dengan memerhatikan dan mengikuti seperti

apa yang dilakukan oleh nek Sumi, Ayu bisa dengan mudah dan cepat membuat

kain tenun. Saat sore, Ayu memutuskan untuk pulang dengan membawa beberapa

kain tenun yang berhasil dirinya buat lalu memberitahu teman-temannya akan

kain tenun tersebut.


Hal itu memperoleh respon positif dari teman-temannya dan mau

membeli semua kain tenun itu dengan jumlah yang tak sedikit pastinya.

Mengetahui hal tersebut, Ayu semakin bersemangat membuat kain tersebut tanpa

ia sadari sudah masuk ke hari kedua di mana pemilik rumah itu akan kembali.

“Bagaimana mbak? Berhasil dengan ucapanmu dua hari yang lalu?” tanya

perempuan tersebut sambil mengipaskan wajahnya.


“Tentu saja mbak, ini hasil penjualan kain tenun dan pesanan mereka dari teman-

teman saya” jawab Ayu sambil memberikan bukti tersebut, melihat bukti yang


tertera membuat perempuan itu menatap Ayu dengan sorotan yang tak bisa

diartikan.

“Bagus juga jiwa usahamu, baiklah sesuai janjiku rumah ini akan menjadi milik

nek Sumi asalkan kalian tetap menjaga semuanya dan tetap menjualkan usaha

kain tenun mendiang ibu saya. Dan saya akan urus surat-surat rumah ini,” ucap

perempuan itu sambil menutup kipasnya, setelah perempuan itu pergi nek Sumi

langsung memeluk Ayu mengucapkan terima kasih atas segalanya.

Setelah hari itu, Ayu memilih berkarir dengan membuat kain tenun dan

terus memasarkan melalui teman-temannya. Hasil penjualannya akan dia gunakan

untuk membeli bahan kain dan kehidupannya selanjutnya, perempuan itu juga

beberapa kali datang meminta untuk dibuatkan kain tenun untuk beberapa acara.

Posting Komentar

0 Komentar