Agustini Sri Ramadhani
SMPN 9 Bengkalis
Napas Terakhir Peti Bahasa
Di ujung senyap suara yang nyaris padam,
terdengar lirih jejak tinta menahan tangis
dalam peti tua berdebu waktu
tersimpan bahasa, luka, dan jati diri yang nyaris lusuh
Pernah ia menari di lidah para pujangga
menyulam makna dalam gurindam dan syair
menjadi tali yang mengikat negeri
dari reranting hingga akar sejarah
Kini, siapa yang mendengar getar bait lama?
Siapa yang membaca sajak dari nisan-nisan sunyi?
Anak zaman sibuk mengeja dunia,
Lupa mengeja diri sendiri.
Bahasa bukan sekadar bunyi,
Ia jiwa yang menulis peradaban
Mengukir jejak di batu, di daun muda
hingga ke layar-layar yang kini jarang menyapa
Aku galau, peti ini tidak lagi di buka
Hanya menjadi hiasan di lembar lama
Sekilas kenal dari cerita
Terlungkup dalam kerasnya perubahan
Andai kelak peti ini terkubur senyap
tanpa ada yang menghirup napas terakhirnya
maka hilanglah satu nama bangsa
yang tak sempat mengabadikan dirinya dalam kata
Tangan tertatih yang menggenggam pena
Bertahan menjadi benteng terakhir kata
Menyulam retak dengan cinta dan setia
Pada lembar menguning di sudut meja
Berharap sastra akan hidup, bernapas kembali
Dalam dada setiap jiwa yang tak lupa asal mula
Kelopak mata membendung tangis
Tak sanggup menenun harap seorang diri
Petuah dan nasehat tersapu diam
Tergusur tiktok dan meme viral
Pesta ilusi dan hitungan kosong tanpa nurani
Di hujung nafas terakhir peti tua
Menyusup asap pesan bergema
Bangkitlah, wahai generasi
Padamu ku titipkan warisan.
Peti sunyi yang menyimpan jati.
Hirup napas huruf-huruf yang nyaris padam,
Dengarkan denyutnya sebelum benar-benar diam.
Andai berkarat kait besi
Hilanglah cermin menatap diri,
Terhapus kompas di tengah gelombang sunyi
Hilang suara yang menamai bangsa
0 Komentar