Tiba-tiba aku merasa gugup akan tampil malam itu. Namun, nenek Salmah seorang perempuan tua yang dulu dikenal sebagai penari terbaik di desa tersenyum menenangkan ku, dia berkata: “Jangan takut Yasmine. Zapin bukan hanya tentang gerak kaki. Ia adalah hati yang menari bersama irama.”
Ketika matahari terbenam, suasana Desa Meskom berubah menjadi sangat indah. Warga berdatangan mengenakan pakaian tradisional Melayu. Aku berdiri di belakang panggung bersama temanku. Kami mengenakan kebaya berwarna oranye dengan hiasan renda halus di tepi tangan. Dentuman marwas dan petikan gambus pun mulai terdengar, menandakan pertunjukan akan dimulai.
Tari Zapin Meskom ditampilkan dengan gerakan yang lembut, anggun, dan penuh makna. Ketika musik mulai mengalun, aku dan temanku melangkah maju ke tengah panggung. Setiap langkah kaki kami bergerak cepat dan berirama, berpadu dengan ayunan tangan yang halus. Gerakan kami membentuk pola indah seperti gelombang laut yang menari. Tarian ini terdiri dari beberapa bagian penting, seperti Langkah Alif, Titi Batang, dan Sapu Tangan yang dilakukan secara berurutan dan penuh keharmonisan.
Busana yang pakai memperindah pemandangan. Warna busananya berkilau saat terkena cahaya. Kain songket yang dikenakan dihiasi benang emas, memberi kesan mewah namun tetap sederhana. Kami juga membawa selendang sutra yang melambai-lambai saat menari, menambah kesan anggun dan lembut. Ketika kami berputar, selendang itu berayun mengikuti arah gerak tubuh, menciptakan pemandangan yang menakjubkan.
Irama musik Zapin Meskom yang berasal dari gambus, marwas, dan biola menghasilkan suara yang lembut sekaligus bersemangat. Petikan gambus memberi nuansa religius, sementara dentuman marwas menjaga ritme langkah kaki penari. Ketika musik dan gerak berpadu, tercipta suasana yang mempesona hingga penonton terhanyut dalam keindahan budaya Melayu Riau.
Tarian ini tidak hanya indah dilihat, tetapi juga sarat makna. Gerakannya menggambarkan nilai-nilai Islam dan budaya Melayu seperti kesopanan, kebersamaan, dan rasa hormat terhadap sesama. Saat kami berhadapan dan bergerak bersama, terlihat keakraban dan kekompakan yang melambangkan persatuan masyarakat Meskom.
Di tengah tarian yang indah itu, aku sempat mengalami kejadian kecil. Selendangku terlepas dari tangan, itu membuatku sedikit gugup. Namun, aku teringat pesan nenek Salmah; “Menarilah dengan hati, bukan dengan takut.” Dengan cepat dan anggun, aku memungut selendang itu sambil memutar tubuh, seolah itu bagian dari gerakan yang sudah dirancang. Penonton pun bahkan tidak menyadari bahwa ada kesalahan kecil yang terjadi.
Gerakan demi gerakan terus mengalir. Aku menari seolah tubuhku menyatu dengan irama musik. Saat musik mencapai puncaknya, aku dan temanku melakukan gerak “Sapu Tangan” terakhir mengibaskan selendang kami bersamaan, lalu berhenti dengan pose akhir yang anggun. Tepuk tangan penonton bergemuruh memenuhi udara malam.
Aku tersenyum lega, lalu aku menatap kearah penonton yang berdiri memberi tepuk tangan. Di barisan depan, nenek Salmah terlihat tersenyum bangga kepadaku, dia berkata: “Kau sudah menari dengan hati, Nak,” katanya setelah aku turun dari panggung. Lalu aku membalasnya dengan pelukan hangat. Di dalam hati aku bersyukur telah menjadi bagian dari warisan budaya yang begitu indah.
Setelah pertunjukan selesai, warga masih berkumpul di halaman rumahnya. Mereka berbincang dengan gembira. Suara marwas masih terdengar lembut dari kejauhan, seolah mengiringi malam yang tenang. Aku duduk di tangga rumah, memandang ke arah laut yang berkilau diterpa sinar bulan.
Aku merenung tentang keindahan tarian yang baru saja aku bawakan. Zapin Meskom bukan hanya sekedar gerakan tubuh, tetapi juga bahasa hati. Dalam setiap langkahnya tersimpan nilai-nilai luhur yang mencerminkan keindahan jiwa masyarakat Melayu.
Dari pengalaman malam itu, aku belajar bahwa keindahan Zapin Meskom tidak hanya tampak dari gerakannya yang anggun dan musiknya yang menawan, tetapi juga dari makna yang tersimpan di baliknya. Tari ini merupakan simbol dari kehidupan masyarakat Melayu yang penuh kesopanan dan menjunjung tinggi kebersamaan.
Beberapa hari setelah pertunjukan, aku sering berkunjung ke rumah nenek Salmah untuk berlatih kembali. Aku tidak hanya belajar gerakan, tetapi juga sejarah dan makna yang ada di balik setiap langkahnya. Aku tahu, menjadi penari Zapin bukan hanya sekadar bisa bergerak dengan indah, tetapi juga harus memahami filosofi dan nilai-nilai kehidupan yang ada di dalamnya.
Setiap langkah kaki dalam Zapin menggambarkan perjalanan manusia menuju kebaikan, setiap ayunan tangan melambangkan kelembutan hati, dan setiap putaran tubuh mencerminkan keseimbangan antara dunia dan spiritualitas. Nilai nilai itulah yang membuat Zapin Meskom menjadi warisan budaya yang mengandung filosofi kehidupan.
Zapin ini biasanya ditampilkan dalam acara adat, ataupun pada waktu senggang sebagai hiburan. Tarian ini merupakan karya budaya masyarakat Meskom yang sudah diwariskan secara turun menurun. Pada tahun 2017, Tari Zapin Meskom dinobatkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) dari Riau.
Melalui kisah tentang Tari Zapin Meskom ini, kita dapat memahami betapa pentingnya menjaga dan melestarikan budaya daerah sebagai jati diri bangsa. Dengan mengenal dan mencintai Tari Zapin Meskom, kita turut berperan dalam mempertahankan budaya Indonesia agar tetap hidup, berkembang, dan dikenal oleh generasi masa depan.
Demikian cerita pendek yang didalamnya memuat Teks Deskripsi ini saya buat, semoga cerita ini dapat menginspirasi kita semua agar dapat mewariskan dan menjaga budaya daerah kita serta memperkenalkannya ke seluruh daerah bahkan mancanegara.
Pergi ke Meskom naik perahu,
Air lautnya tenang beriak pelan,
Disambut Zapin nan elok selalu,
Warisan Melayu penuh keindahan.
.png)
0 Komentar