Pacu Jalur Sebagai Profil Melayu - Aisha Ghania Azzahra


Pacu Jalur Sebagai Profil Melayu
Karya: Aisha Ghania Azzahra

        Pacu Jalur, salah satu warisan Budaya yang berasal dari Melayu riau, tepat nya  pada Kabupaten Kuantan Singingi. Pacu jalur merupakan tradisi budaya, perlombaan  perahu tradisional yang di adakan di sungai, khususnya di sungai kuantan. Pacu Jalur  sudah ada sejak abad ke-17, sekitar 400 tahun yang lalu. Secara pengertian Pacu Jalur  berarti ”balapan jalur”, dimana ”jalur” adalah sebutan lokal untuk perahu panjang yang  digunakan dalam perlombaan ini. Panjang jalur mencapai 25-40 meter, yang mampu  menampung hingga 60 orang pendayung.  

Dahulu, jalur digunakan bukan sebagai perlombaan, melainkan sarana  transportasi masyarakat Kuansing yang tinggal di sepanjang Sungai Kuantan.  Karena akses darat yang sulit, mereka menggunakan perahu panjang dari kayu  besar. Perahu di gunakan bukan hanya untuk bepergian, tetapi juga untuk  berdagang, mengambil hasil bumi ataupun menghadiri acara adat. Seiring berjalan  nya waktu, kegiatan ini berkembang menjadi sebuah ajang hiburan rakyar, lalu  menjadi tradisi tahunan masyarakat Kuantan. 

Lalu seiring berjalan nya waktu, pada zaman pemerintahan Belanda, Pacu  Jalur digunakan sebagai acara resmi untuk memperingati hari besar kerajaan, atau  pemerintah kolonial. Setelah Indonesia merdeka tradisi ini tetap dilanjutkan dan di  lestarikan oleh pemerintah Indonesia untuk memeriahkan peringatan Hari  Kemerdekaan Indonesia setiap tahun nya. Pacu jalur tidak hanya di laksanakan saat  peringatan kemerdekaan saja, tetapi juga dijadikan sebagai lomba antar kampung. 

Untuk proses pembuatan jalur, melibatkan seluruh lapisan masyarakat, dari  tokoh adat hingga pemuda-pemuda desa. Meraka semua bergotong royong, juga  bekerja sama untuk pembuatan jalur. Pertama-tama warga akan pergi ke hutan dan 

mencari batang kayu yang akan di tebang, proses ini bisa memakan waktu berhari hari. Lalu kayu-kayu tersebut digunakan untuk bahan dasar jalur. Jenis kayu yang  digunakan biasanya adalah batang kayu yang berasal dari pohon meranti, kulim,  atau balam yang besar dan lurus. Sebelum menebang pohon, dilakukan upacara adat  sebagai bentuk penghormatan kepada alam. 

Setelah selesai menebang dan mengumpulkan batang kayu, kayu yang telah  di tebang akan di bawa ke desa secara bersama-sama, biasanya dengan cara  digelindingkan atau dengan ditarik dengan tenaga manusia. Ini adalah momen  kebersamaan yang sangat kuat, momen ini juga disertai dengan nyanyian dan  semangat gotong royong masyarakat. 

Selanjut nya adalah pembuatan jalur. Kayu akan dibentuk menjadi perahu  panjang tanpa sambungan, melibatkan tukang ahli dan warga desa. Proses pertama  yaitu meratakan bagian atas kayu dari pangkal hingga ujung, atau disebut juga  dengan Pendadan. Lalu proses kedua adalah Mencaruk, yaitu mengeruk bagian  dalam kayu untuk membuat rongga perahu dengan ketebalan yang seimbang.  Proses ketiga adalah Menggiling, menghaluskan bagian luar sisi atas untuk membentuk bibir perahu.  

Proses keempat ialah Menggaliak (menelungkupkan). Yaitu dimana perahu  di balikkan, sehingga bagian luar atau perahu perut bisa di kerjankan dan di  rampingkan. Selanjut nya proses kelima adalah membentuk haluan dan kemudi,  membentuk bagian depan (haluan) dan belakang (kemudi) perahu dengan detail dan  tepat. Proses keenam atau proses terakhir dari pembuatan jalur, adalah Menggaliak  (menelentangkan), perahu yang tadinya kita balikkan, kita kembalikan lagi ke  bentuk awal setelah bagian luar selesai dikerjakan. 

Setelah proses pembuatan jalur, dilakukan tahap penyelesaian dan upacara.  Pertama-tama Maelo Jalur, jalur yang setengah jadi ditarik secara gotong royong  menuju desa dengan diiringi upacara adat. Menghaluskan dan mengukir, saaat tiba  di desa, jalur di haluskan lebih lanjut, di beri ukiran, dan diasapi (didiang) untuk  memperkuat kayu. Pengecatan dan pemberian nama, jalur di cat dengan motif 

tertentu dan diberi nama yang seringkali memiliki cerita sejarah. Penurunan ke  sungai, Proses pembuatan ditutup dengan upacara adat dan jalur diturunkan ke  sungai untuk uji coba pertama kali. 

Setelah selesai nya proses pembuatan jalur, dilakukan persiapan lomba,  persiapan lomba yang di lakukan oleh warga adalah, warga desa mendukung tim  jalur dengan menyediakan makanan, latihan dan perlengkapan. Pendayung, penari  jalur (anak-anak), tukang gelek (penabuh irama) dan juru mudi semuanya berasal  dari komunitas lokal. Bahkan untuk menaikkkan atau menurunkan jalur dari sungai  dibutuhkan kerja sama puluhan orang. 

inilah saat yang ditunggu-tunggu oleh warga, hari dimana perlombaan Pacu  Jalur di adakan. Semua orang sangatlah berantusias, bahkan penonton Pacu Jalur  bukan hanya warga lokal saja, tetapi juga beberapa orang dari luar kota, atau pun  wisatawan dari luar negri yang ingin menyaksikan Pacu Jalur ini. Apa saja kah  proses perlombaan Pacu Jalur ini? Pertama, semua jalur di sejejerkan di tengah  sungai, lalu diberi aba-aba, lomba dimulai dengan bunyi meriam tiga kali sebagai  aba-aba resmi. Babak Penyisihan, pada babak penyisihan, pada dentuman pertama  untuk persiapa di garis start, dentuman kedua untuk bersiap, dan dentuman ketiga untuk memulai dayung. Lomba Adu Cepat, dua atau lebih perahu bersaing di  lintasan sepanjang 1-2 kilometer. Kemenangan, pemenang adalah regu yang  berhasil mencapai garis finish paling cepat. 

Dan pada akhirnya selesai juga acara Pacu Jalur ini, sangat menyenangkan, juga menegangkan, melihat mereka yang bekerja sama untuk mendayung perahu,  tentunya adalah hal yang cukup sulit untuk dilakukan. Banyak sekali yang bisa  diambil dari Pacu Jalur ini, Pacu Jalur bukan hanya sekedar perlombaan, tetapi juga  simbol kehormatan desa. Semua elemen masyarakat, dari kepala desa, ibu ibu,  pemuda, hingga tokoh adat memiliki peran penting dari proses ini. 

Banyak sekali nilai-nilai utama yang tercantum pada Pacu Jalur ini, yaitu,  Gotong Royong, seluruh proses, dari pembuatan jalur hingga pelaksanaan lomba,  dilakukan secara bersama-sama oleh warga desa, yang mereka kerjakan dengan 

penuh kerja sama. Kepemimpinan dan Musyawarah, keputusan penting diambil  dari Rapek Kampung, menunjukkan nilai demokrasi lokal. Pelestarian Budaya,  pacu jalur adalah warisan budaya yang diwariskan secara turun menurun sehingga  kita sebagai penerus bangsa harus tetap melaksanakan nya. Penghormatan Terhadap  Alam, proses pencarian kayu dilakukan dengan ritual adat, menunjukkan hubungan  harmonis antara manusia dan alam. Pendidikan Karakter Generasi Muda,  mengajarkan mereka disiplin, bekerja sama, dan rasa bangga terhadap budaya  sendiri. Sportivitas dan Kompetisi Sehat, walaupun bersaing, antar desa tetap  menjunjung tinggi nilai sportivitas. Komunikasi dan Kolaborasi, semua elemen  masyarakat harus berkomunikasi dan bekerja sama agar jalur bisa tampil dengan  maksimal. 

Dengan adanya Pacu Jalur ini, kita sebagai penerus generasi bagi masa  depan harus bangga terhadap warisan budaya yang telah diwarisi dari turun temurun dan juga melestarikan nya agar di masa mendatang kita tetap memiliki warisan  budaya. Jadi mari kita melestarikan budaya daerah khususnya Pacu Jalur untuk  mempertahankan warisan budaya Indonesia.

 

Posting Komentar

0 Komentar