Bumi Lancang Kuning, atau yang lebih dikenal sebagai Provinsi Riau, Daerah ini memiliki beragam suku bangsa, dengan suku mayoritasnya yaitu Suku Melayu. Bangsa Melayu memiliki berbagai keberagaman warisan budaya yang diwariskan secara turun-temurun, namun kini mulai terkikiskan oleh zaman. Bangsa Melayu dikenal sebagai masyarakatnya yang disebut “Orang Budiman”
artinya memiliki budi pekerti dan budi bahasa yang baik.
Masyarakat Bumi Lancang Kuning sangat menjunjung tinggi adab dibandingkan apapun. Budi bahasa diterapkan dalam bentuk lisan. Sedangkan penerapan dalam bentuk fisiknya bernama “Budi Pekerti”. Kedua jenis adab ini sangat saling berhubungan karena budi pekerti tidak akan lengkap tanpa adanya budi bahasa begitu juga sebaliknya.
Budi bahasa memiliki adab dalam pemakaiannya atau aturan dalam pemakaiannya. Masyarakat pada Bumi Lancang Kuning ini sangat memerhatikan penggunaan bahasa. Hal ini disebabkan oleh tingkah laku yang baik sebagai aspek kesantunan, serta penggunaan bahasa yang baik sebagai aspek dasar kesopanan. Di antara pemakaian bahasa, terdapat tiga adab dalam pemakaiannya. Pemakaian bahasa ini di antaranya adalah Bahasa Mendaki, Bahasa Menurun, Bahasa Mendatar. Masing-masing pemakaian bahasa tersebut tergantung pada siapa lawan bicaranya
Adab yang pertama adalah Bahasa Mendaki. Bahasa ini digunakan kepada orang tua-tua yang harus dihormati dan disegani. Biasanya ciri khas dari pemakaian bahasa ini ialah tidak adanya nada yang ditinggikan karena hal semacam ini terbilang seakan-akan membangkang dan melawan. Contoh dari Bahasa Mendaki itu adalah adanya kata panggilan sebelum menyampaikan pesan seperti “Bapak”, “Ibu”, dan “Encik”.
Adab yang kedua adalah Bahasa Mendatar. Pada pemakaian bahasa ini biasanya digunakan kepada orang yang sebaya atau yang kedudukannya sama. Bahasa Mendatar berbeda dengan Bahasa Mendaki dan Bahasa Menurun karena pemakaian bahasa ini boleh secara bebas kata-kata yang dituturkan. Bahasa ini juga digunakan untuk menjaga hubungan sosial. Cara penggunaan bahasa ini sebenarnya tidak ada aturan dalam struktur pembacaannya karena ciri khas bahasa ini adalah berbicara langsung pada intinya tanpa basa-basi, seperti “Hei, apa kabar?” atau “Mau, ke mana?”.
Pemakaian bahasa yang ketiga adalah Bahasa Menurun. Bahasa ini digunakan untuk orang yang lebih tua untuk berbicara kepada orang yang lebih muda. Bahasa ini dipakai untuk memberi petunjuk, pedoman, ajaran, dan berbagai pesan untuk memberikan pengajaran yang baik. Contoh dari penggunaan bahasa ini, seperti “Nak” untuk anak.
Budi Pekerti adalah jenis adab yang kedua pada masyarakat Bumi Lancang Kuning. Budi Pekerti adalah adab dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk perbuatan fisik. Adanya Budi Pekerti untuk menjadi pelengkap dari Budi Bahasa karena semua yang kita lakukan bukan hanya dari lisan namun juga dari bentuk fisik. Budi Bahasa tentunya sama sekali tidak ada gunanya tanpa Budi Pekerti.
Budi Pekerti orang Melayu adalah jati diri yang terwujud dalam bentuk perilaku sehari-hari. Budi Pekerti bangsa Melayu harus berlandaskan ajaran agama Islam. Budi Pekerti tentunya diwariskan oleh orang dahulu untuk generasi generasi selanjutnya. Nilai-nilai pada Budi Pekerti diukur melalui lima tingkatan emosi yaitu Malu, Rajuk, Amuk, Latah, Menghindar.
Tingakatan yang pertama adalah tingkatan yang paling tinggi yaitu Malu. Yang dimaksud malu adalah malu yang lebih ke arah segan. Intinya adalah kepribadian orang melayu yang menjunjung tinggi martabat diri. inti dari rasa malu ini adalah segan dalam berbuat sesuatu yang menyimpang dari agama Islam dan adat istiadat. Contohnya seperti tidak mau menyontek teman saat ujian karena malu jika ketahuan.
Tingkatan emosi yang selanjutnya adalah Menghindar. Menghindar disini artinya adalah lebih memilih untuk menghindari konflik sebagai cara keharmonisan. Orang Melayu lebih suka menghindari konfrontasi langsung untuk menjaga keharmonisan sosial. Contohnya ialah lebih memilih menghentikan suatu pembicaraan ketika situasi mulai memanas.
Tingkatan selanjutnya adalah Amuk. Tingkatan emosi ini adalah tingkatan emosi yang paling ekstrem. Karena reaksi ini adalah kemarahan yang meluap luap, yang bisa membuat seseorang bertindak di luar akal sehat. Contoh dari
fenomena ini adalah Seorang siswa yang sering dirundung tidak tahan lagi, lalu tiba-tiba menyerang teman-teman sekelasnya dengan benda berbahaya. Rajuk ialah tingkatan emosi yang menunjukkan ekspresi kekecewaan atau kemarahan yang tidak diungkapkan secara terang-terangan. Orang yang mengalami tingkat emosi ini biasanya akan menunjukkan sikap diam atau tidak mau bicara. Contohnya seperti saat seseorang merasa kecewa karena hasil kerja tidak dipuji oleh guru, padahal ia sudah bekerja paling keras, sejak saat itu orang tersebut mengalami perubahan dalam tingkah laku, seperti jarang berbicara dan sering menyendiri. Harapan dari tingkah lakunya itu ialah agar seseorang menyadari kekecewaannya akan sesuatu.
Tingkatan emosi yang selanjutnya ialah Latah. Tingkah laku dari emosi ini dianggap oleh bangsa Melayu sebagai reaksi berlebihan yang disebabkan oleh keterkejutan. Sikap dari latah ini dapat berupa mengucapkan suatu kata atau menirukan gerakan orang lain di luar kendali. Sikap ini sering kali muncul dalam situasi sosial.
Lima tingkatan tersebut sangat berhubungan erat dengan sikap masyarakat pada Bumi Lancang Kuning dalam kehidupan sehari-hari. Sebenarnya selain dari lima emosi tersebut masih terdapat banyak sekali emosi yang ada di penjuru dunia seperti rindu, kagum, suka, dan lainnya. Lima emosi tersebut dijadikan sebagai tingkatan dalam budi pekerti karena diantara sekian banyaknya emosi yang sangat mencerminkan gambaran budaya melayu ialah lima tingkatan emosi tersebut.
Seluruh adab dalam kehidupan sehari-hari tersebut tidak hanya digunakan oleh orang-orang pada Bumi Lancang Kuning. Namun, adab-adab tersebut juga digunakan oleh berbagai orang di Indonesia. Hal tersebut disebabkan karena nilai nilai pada budaya ini bersifat universal. Universal artinya adalah bisa diterapkan dan dipraktikan oleh siapapun dan bukan hanya orang Melayu saja.
Adab dalam kehidupan sehari-hari tersebut tentunya termasuk ke dalam kekayaan budaya Indonesia dan bukan hanya kekayaan bagi bangsa Bumi Lancang Kuning. Kekayaan yang sangat menarik ini tentunya diwariskan oleh orang dahulu agar bisa dimanfaatkan oleh generasi selanjutnya. Sayangnya semakin berkembangnya zaman generasi muda malah banyak sekali yang melupakan akan budaya warisan mereka. Tentunya ini karena semakin berkembangnya teknologi sehingga lebih mudah mengakses informasi. Dari ekian banyak informasi tersebut, tentu ada informasi yang tidak tersaring sehingga membuat generasi muda sekarang menirukan hal-hal negatif dari informasi yang tidak tersaring tersebut.
Pelestarian terhadap budaya warisan tersebut tentu sangatlah dibutuhkan agar budaya ini tetap bisa bertahan hingga generasi yang akan mendatang. Oleh karena terdapat beberapa cara untuk mempertahankan budaya tersebut, seperti mengamalkan setiap pemakain bahasa dan mempelajari adab-adab tersebut.
Seandainya bukan kita yang melakukannya, maka siapa lagi yang akan mempertahankannya. Segala sesuatu itu dimulai dari diri kita. Marilah bersama kita lestarikan budaya bumi Melayu ini agar tetap bisa dinikmati generasi mendatang.
.png)
0 Komentar