Pemandu Pacu Jalur dan Aura Farming - Ahmad Raziq Mulya

 


Pemandu Pacu Jalur dan Aura Farming
Karya: Ahmad Raziq Mulya

Salah satu tradisi terpopuler terdapat di Riau yaitu Pacu Jalur. Pacu Jalur berasal
dari Kuantan Singingi, Riau. Pacu Jalur pada abad ke-17 merupakan sarana transportasi
menyusuri sungai Batang Kuantan. Awalnya jalur digunakan sebagai sarana
transportasi dan perdagangan kemudian berkembang menjadi perlombaan.
Tradisi Pacu Jalur merupakan salah satu warisan budaya masyarakat Kabupaten
Kuantan Singingi, Provinsi Riau. Kegiatan ini merupakan perlombaan mendayung
perahu panjang yang disebut jalur dilakukan di sungai Batang Kuantan dan telah
menjadi simbol kebersamaan serta semangat gotong royong masyarakat setempat.
Aura merupakan energi atau pancaran yang muncul dari diri seseorang,
sedangkan farming adalah bertani atau mengelola dan merawat sesuatu. Aura farming
adalah proses membangun, merawat, dan mengembangkan energi positif dalam diri
sendiri maupun lingkungan seperti seorang petani yang menanam dan merawat
tanamannya hingga panen.
Dalam perlombaan Pacu Jalur setiap perahu yang dapat diisi oleh 50 hingga 70
mewakili desa atau kelompok, dan juga terdapat pemandu di bagian depan jalur yaitu
anak coki. Anak coki adalah orang bertugas mengarahkan perahu agar melaju dengan
cepat dan seirama, serta membangkitkan semangat serta kekompakan seluruh tim
pendayung.

Pada masa penjajahan Belanda, Pacu Jalur digunakan untuk merayakan ulang
tahun Ratu Wilhelmina setiap tanggal 31 Agustus. Tradisi lomba perahu jalur yang
awalnya digunakan untuk hari raya Islam ini kemudian diubah menjadi acara kolonial,
dan setelah Indonesia merdeka, tradisi ini kembali digunakan untuk menyambut hari
kemerdekaan dan acara besar lainnya.
Beberapa waktu lalu ada seorang anak pra remaja yang viral di media sosial
sebagai pemandu Pacu Jalur/yang sering disebut anak coki. Dalam tradisi pacu jalur,
anak coki berada di depan perahu panjang (jalur) dan melakukan gerakan seperti
menari dan mendayung. Tahun ini perhatian publik tertuju pada seorang anak kecil
dengan penuh semangat bernama Rayyan Arkan Dikha, pemandu jalur yang viral
berkat aksi nya menjadi anak coki yang percaya diri, energik, ekspresif, dan penuh
karisma saat menjadi anak coki di arena Pacu Jalur.
Di sisi lain platform media sosial seperti Tiktok, Instagram, Twitter(X),
Facebook,Youtube, memiliki algoritma berbasis minat (interest-based) yang
menyebarkan video secara luas kepengguna tanpa tergantung jumlah pengikut. Konten
yang menarik didetik-detik awal memiliki potensi meledak secara viral.
Daya tarik visual dan budaya lokal yang memikat menjadi alasan mengapa
pemandu pacu jalur ini menjadi viral. Menariknya, penyajian video yang sedikit narasi
sejarah justru menjadikan lebih ringan dan mudah dicerna oleh audiens global.
Kombinasi antara visual dan audio yang menjadikan pemandu pacu jalur tersebut
menjadi viral di media sosial.
Dalam tradisi Pacu jalur ada 4 gerakan tangan pada pemandu Pacu Jalur yang
memiliki arti, seperti berikut:
1. Tangan terbuka ke atas:
Melambangkan rasa syukur atas keselamatan, keberkahan, dan hasil panen
yang melimpah, serta doa agar perlombaan berjalan lancar.
2. Tangan diputar-putar:
Memberikan isyarat kepada para pendayung untuk menyatukan kekuatan.
3. Sujud syukur:

Sebagai wujud terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa.
4. Melambai ke arah sungai:
Gerakan ini merupakan bentuk penghormatan terhadap Sungai Batang
Kuantan.
Pacu jalur bukan hanya sekedar tradisi, ia adalah sebuah warisan berharga yang
terus hidup dan berkembang. Taluk Kuantan dan sepanjang Sungai Kuantan menjadi
panggung megah di mana kegembiraan dan gotong-royong mekar setiap kali festival
ini berlangsung. Melibatkan berbagai elemen seperti perlombaan perahu tradisional
dan berbagai pertunjukkan seni lokal.
Selain itu, keberadaan Anak Coki sebagai tokoh sentral membuka ruang kajian
yang lebih luas mengenai peran anak-anak dan pembentukan identitas budaya di
masyarakat sehingga penting untuk dipelajari karena dapat memperkaya pemahaman
kita tentang bagaimana nilai-nilai lokal, spiritualitas, dan tradisi masih hidup serta
berkembang dalam masyarakat modern.
Tradisi ini memperlihatkan nilai-nilai luhur yang sangat sejalan dengan ajaran
keagamaan, seperti kerja sama (ta‘awun), disiplin, dan rasa syukur atas usaha yang
telah dilakukan. Melalui kegiatan seperti Pacu Jalur, masyarakat diajarkan untuk
menghargai kebersamaan dan kerja keras, sekaligus menjaga warisan budaya yang
telah ada sejak berabad-abad.
Tradisi ini menjadi sarana pelestarian budaya dan identitas daerah. Pemandu

Jalur sebagai tokoh utama memiliki tanggung jawab moral untuk menurunkan nilai-
nilai luhur kepada generasi muda. Melalui semangat Aura Farming, tradisi Pacu Jalur

terus hidup dan berkembang tanpa kehilangan jati dirinya sebagai simbol persatuan
dan gotong royong.
Dalam perkembangannya, pemandu Pacu Jalur kini juga berperan sebagai
inovator dalam memperkenalkan teknik latihan modern yang disesuaikan dengan
kemampuan para pendayung. Mereka mulai memanfaatkan alat ukur kecepatan, pola
irama dayungan, dan strategi pembagian tenaga agar jalur dapat melaju lebih efisien.
Pemandu Pacu Jalur adalah sosok yang berperan besar dalam menjaga

kekompakan dan semangat tim saat berlomba di Sungai Batang Kuantan. Melalui Aura
Farming, pemandu mampu menumbuhkan kerja sama, disiplin, dan semangat juang
yang tinggi di antara para pendayung. Nilai-nilai ini menjadikan Pacu Jalur bukan
sekadar perlombaan, tetapi juga simbol persatuan dan kebanggaan masyarakat Kuantan
Singingi.
Talenta seperti ini sangatlah baik untuk dikembangkan dan diasah sehingga
kelanjutan kemampuan atau bakat alami yang dimiliki generasi muda dapat mengubah
cara pandang dan sikap dalam menghadapi kemajuan zaman. Tradisi yang tadinya
hanya dikembangkan di desa bisa merambah ke manca negara dan viral di media sosial.
Pacu Jalur juga dapat dijadikan icon pengembangan pikiran anak-anak muda,
menimbulkan rekayasa, dan kegiatan positif yang mendukung kreativitas agar tradisi
Pacu Jalur dapat terus berlanjut di tangan generasi muda yang berdiam di daerah Taluk
Kuantan
Oleh sebab itu, kita harus melestarikan dan menjaga tradisi Pacu Jalur agar tidak
hilang di masa depan. Tradisi ini tidak hanya memperkuat identitas daerah tetapi juga
mengajarkan pentingnya kerja keras, kebersamaan, dan rasa syukur atas hasil usaha.
Dengan semangat generasi muda, Pacu Jalur akan terus menjadi warisan budaya yang
hidup dan membanggakan bagi bangsa Indonesia. Tak lupa juga mengingatkan
generasi muda untuk berinovasi agar perubahan-perubahan yang lebih efektif dapat
diterapkan dalam meningkatkan talenta agar menghasilkan pribadi yang unggul.

Posting Komentar

0 Komentar