Tanjak Riau, Warisan Melayu yang Tetap Berjaya - : Awfiyah Syahda Izzatunnisa

 


Tanjak Riau, Warisan Melayu yang Tetap Berjaya


Setiap suku bangsa memiliki budaya dan keunikan pada tradisinya. Dari

sinilah muncul banyak warisan budaya yang tak ternilai harganya. Salah satu yang

menarik perhatian adalah tanjak, penutup kepala khas Melayu khususnya di Riau,

Sumatera yang sarat akan makna dan filosofi mendalam.

Tanjak adalah salah satu dari banyaknya warisan budaya Melayu yang

sarat akan nilai-nilai sejarah, kehormatan, dan jati diri. Bagi masyarakat Melayu,

tanjak tidak hanya digunakan sebagai pelengkap busana adat, melainkan juga

sebagai martabat, status sosial, dan kebijaksanaan seseorang. Tanjak dibuat dari

kain yang diikat dan dilipat sedemikian rupa sehingga membentuk hiasan kepala

yang khas dan memiliki nilai estetika tinggi.

Secara umum, tanjak adalah selembar kain panjang yang dilipat dan diikat

dengan teknik tertentu untuk dijadikan penutup kepala khas Melayu. Kain panjang

tersebut dilipat dengan teknik tertentu hingga membentuk lekukan dan ujung yang

runcing di depan. Tanjak tampak anggun dengan lipatan-lipatan yang rapi dan

ujungnya menjulang ke depan seolah menantang masa depan dengan penuh

keberanian. Tanjak memliki bentuk yang berbeda-beda tergantung daerah dan

kedudukan sosial pemakainya. Ada tanjak bergaya lipatan tinggi yang

melambangkan keagungan serta ada pula tanjak sederhana untuk rakyat biasa

yang menandakan kesederhanaan.

Setiap elemen dalam tanjak menyimpan ajaran moral. Pertama, tanjak

melambangkan akal dan budi, posisi tanjak yang dikenakan di kepala

menggambarkan bahwa manusia harus selalu menggunakan akalnya untuk

berpikir dan budinya untuk bertindak. Kedua, tanjak melambangkan keberanian

dan marwah, lipatan tanjak yang menjulang menandakan semangat pantang

menyerah serta keberanian menghadapi segala cobaan hidup. Ketiga, tanjak


mencerminkan rendah hati dan kesopanan, walau menjadi lambang kebesaran,

tanjak tidak dihiasi dengan permata atau emas. Keempat, tanjak menggambarkan

kesetiaan dan kebijaksanaan, warna dan bentuk tanjak sering kali mencerminkan

karakter pemakainya: warna kuning melambangkan kebangsawanan, merah

keberanian, hitam keteguhan dan kekuatan, sementara putih berarti suci.

Kegunaan tanjak bagi masyarakat Melayu tidak hanya sebagai pelindung

kepala, tetapi juga sebagai simbol status, identitas budaya, dan penghormatan

dalam upacara adat. Misalnya, dalam acara kenegaraan atau kesenian, tanjak

menjadi bagian penting bagi pakaian adat yang memperlihatkan kebanggaan

terhadap warisan leluhur. Tanjak juga sering dipadukan dengan pakaian

tradisional seperti baju kurung atau teluk belanga, sehingga memperlihatkan

keanggunan dan keindahan budaya Melayu.

Jenis-jenis tanjak pun sangat beragam. Di antaranya ialah Tanjak Dendam

Tak Sudah yang ujungnya menjulang tinggi melambangkan keberanian dan

ketegasan, Tanjak Helang Menyusur Angin yang lebih lembut dan melambangkan

kebijaksanaan, Tanjak Balung Raja yang biasa dipakai oleh kaum bangsawan,

serta Tanjak Lang Menyongsong Angin yang menggambarkan semangat pantang

menyerah.

Pada masa lalu, dunia memandang tanjak sebagai salah satu bentuk seni

berpakaian yang unik dan penuh makna dari bangsa Melayu serta simbol

kehormatan yang sebanding dengan sorban di Timur Tengah atau topi adat di

Eropa. Kini, meski penggunaannya mulai jarang, tanjak kembali mendapat

perhatian sebagai warisan budaya yang patut dijaga dan dikenalkan kepada dunia.

Sebagai warisan budaya Melayu Riau, tanjak memiliki arti penting dalam

mempertahankan nilai-nilai luhur. Tanjak bukan sekedar kain yang dilipat,

melainkan simbol yang menyatukan sejarah, kehormatan, dan jati diri masyarakat

Melayu. Ia adalah mahkota tanpa emas, keindahan tanpa permata, namun nilainya

melampaui semua itu karena di dalamnya terpatri marwah bangsa yang tidak akan

pernah luntur oleh waktu. Di tengah arus globalisasi, tanjak tetap berdiri sebagai

bukti nyata bahwa masyarakat Melayu, khususnya di Riau dan Sumatera, masih

memelihara nilai-nilai luhur yang diwariskan berabad-abad lamanya.

Posting Komentar

0 Komentar