Pesona Gambus, Warisan Melayu - Valuna Luqyana Fahira Putri

 



Pesona Gambus, Warisan Melayu

Di balik hiruk-pikuk kehidupan modern yang semakin berkembang,

warisan budaya berupa alat musik mungkin tak akan selalu teringat oleh

masyarakat. Akan tetapi, sebuah usaha untuk melestarikan sebuah peninggalan

budaya warisan menjadi salah satu hal yang dapat dibanggakan. Salah satu

contohnya dapat kita ambil dari peninggalan warisan budaya Riau, yaitu alat

musik gambus.

Gambus adalah alat musik petik tradisional yang berasal dari Timur

Tengah, khususnya Jazirah Arab. Pada awalnya, bentuknya mirip dengan qanbus

dari Yaman dan barbat dari Persia. Jejak-jejak sejarahnya menunjukkan bahwa

gambus dibawa ke kepulauan Melayu melalui para pedagang Arab serta penyebar

agama Islam dari Persia dan Arab sejak abad ke-9 hingga abad ke-15.

Pada awalnya, gambus menjadi alat musik pengiring yang digunakan oleh

komunitas Arab yang sebelumnya bermukim di Nusantara pada abad ke-19.

Namun, seiring berjalannya waktu, alat musik ini mulai diadaptasi oleh

masyarakat lokal yang perlahan mulai berkembang menjadi bagian yang tak

terpisahkan dari tradisi alat musik Melayu.

Gambus merupakan alat musik petik yang memiliki sejarah panjang dan

kaya di kawasan Nusantara. Alunan musiknya tidak asing lagi bagi masyarakat,

terutama dalam budaya Melayu yang kental dengan nuansa musik Islami. Secara

fisik, gambus hampir memiliki kemiripan yang sama dengan alat musik gitar,

namun dengan bentuk bodi yang menyerupai seperti buah pir yang terbelah

memanjang dengan leher yang relatif lebih pendek.

Instrumen gambus ini berkerabat dekat dengan oud yang berasal dari

Timur Tengah dan masuk ke Nusantara seiring dengan perkembangannya. Dalam


kebudayaan Melayu, gambus kerap sekali menjadi instrumen utama dalam sebuah

penampilan orkes yang sering kali dikenal dengan sebutan orkes gambus.

Biasanya, kelompok musik ini membawakan lagu-lagu bernuansa Islami

dan mengiringi tarian tradisional, seperti Tari Zapin. Perannya yang sentral pada

setiap upacara adat menjadikannya sebagai simbol identitas budaya Melayu yang

sarat makna.

Sebagai instrumen alat musik kordofon, suara yang dihasilkan oleh

gambus berasal dari getaran senar atau dawai yang dipetik. Gambus biasanya

memiliki jumlah senar yang bervariasi, paling sedikit adalah tiga buah senar,

tetapi pada umumnya berjumlah enam hingga dua belas senar yang dipasang

secara ganda.

Bahan dasar pembuatan gambus sangat memengaruhi kualitas dan

karakteristik suara yang akan dihasilkan. Misalnya, gambus yang terbuat dari

kayu nangka dapat menghasilkan suara yang nyaring dan tebal, sedangkan

gambus dari kayu akasia atau kayu mahoni cenderung menghasilkan suara yang

lebih rendah dan besar.

Meskipun gambus dan gitar memiliki kemiripan, keduanya tetap berbeda.

Salah satu ciri khas gambus adalah papan jarinya yang tidak memiliki fret.

Ketiadaan fret memiliki keleluasaan bagi pemain gambus untuk menghasilkan

melodi dan nuansa suara yang lebih fleksibel.

Untuk memainkan alat musik gambus, dibutuhkan keahlian dan kepekaan

musikal yang tinggi, terutama dikarenakan ketiadaan fret pada papan jarinya.

Gambus dimainkan dengan cara memetik senar menggunakan kuku jari tangan

kanan atau plektrum plastik untuk menghasilkan suara. Sementara itu, jari-jari

tangan kiri memiliki fungsi untuk menekan senar dan menghasilkan nada-nada

melodi.

Keterampilan dalam mengatur sebuah tekanan dan posisi jari sangat

krusial untuk menghasilkan sebuah nada yang tepat dan jernih. Bagi pemain yang

baru memainkan alat musik ini, posisi duduk dan cara memegang gambus juga

menjadi aspek yang perlu diperhatikan. Gambus memiliki bagian utama yang

berfungsi sebagai ruang resonansi untuk memperkuat suara yang akan dihasilkan


oleh getaran senar yang dipetik. Lalu, tempat bagian senar yang ditekan oleh

pemain, menghasilkan nada-nada yang berbeda.

Mengatur ketegangan sebuah senar, dapat berperan penting dalam

permainan untuk menghasilkan suara yang diinginkan oleh pemain. Untuk

mengatur bagian senar ini, gambus memiliki pasak penala berbentuk pasak-pasak

kecil yang diputar untuk menyetel senar gambus.

Alat musik gambus juga memiliki pelindung senar yang berfungsi untuk

menahan dan meneruskan getaran dari senar ke badan gambus. Posisi pelindung

senar ini terletak pada bagian bawah badan gambus. Bagian-bagian alat musik

gambus yang lainnya adalah pelana. Pelana berfungsi untuk menjaga jarak

antarsenar dan mencegahnya bergesekan saat dimainkan. Pelana ini terletak di

antara leher dan kepala gambus.

Alat musik gambus biasanya dimainkan dengan menggunakan plektrum.

Plektrum berfungsi sebagai alat bantu oleh pemain untuk memetik senar,

meskipun terkadang kebanyakan beberapa pemain lebih memilih untuk

memainkannya menggunakan kuku jari.

Para pemain alat musik gambus yang mahir sering kali dapat

menghasilkan sebuah alunan melodi yang memukau tanpa harus melihat posisi

pada senar. Para pemain ini mengandalkan insting mereka dalam bermain gambus

dan kepekaan musikal mereka yang tinggi.

Keindahan suara gambus tidak hanya terletak pada teknik memainkannya,

tetapi juga pada nilai budaya yang dikandungnya. Setiap petikan dawai

mencerminkan kelembutan jiwa dan kedalaman perasaan pemainnya. Dalam

budaya Melayu, gambus sering menjadi simbol keharmonisan antara manusia,

alam, dan Sang Pencipta.

Kini, di tengah kemajuan teknologi dan arus globalisasi, alat musik

gambus mulai jarang dimainkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, beberapa

komunitas seni dan lembaga budaya di Riau terus berupaya melestarikan alat

musik ini melalui kegiatan pelatihan, festival budaya, serta pertunjukan seni

tradisional. Usaha ini menjadi bukti bahwa masyarakat Melayu Riau tetap

menjaga dan menghargai warisan leluhur mereka.


Gambus bukan hanya sekedar alat musik, melainkan simbol jati diri,

kebanggaan, dan keteguhan masyarakat Melayu. Alunan melodinya yang khas

mampu membawa pendengarnya pada suasana religius dan penuh makna. Dengan

menjaga keberadaan gambus, berarti kita turut melestarikan warisan budaya

bangsa yang tak ternilai harganya.

Posting Komentar

0 Komentar