Tari Bedhaya Ketawang adalah salah satu tarian penting dan dihormati yang
berasal dari Keraton Kasunanan Surakarta di Jawa Tengah. Tarian ini dianggap
sebagai sebuah ritual suci yang sangat khusus. Istilah Bedhaya berarti 'penari wanita
di istana' sedangkan Ketawang bermakna 'langit' atau 'awan di langit' yang
menunjukkan kemuliaan dan kehormatan yang besar. Tarian ini biasanya
dipentaskan saat upacara penobatan dan perayaan kenaikan tahta Raja (Jumenengan
Dalem Sunan Surakarta).
Sajian tarian Bedhaya Ketawang tidak hanya menunjukkan keindahan di dalam
gerak, tetapi juga diperkaya oleh busana dan riasan yang berfungsi sebagai
pendukung. Salah satu ciri khas tari Bedhaya Ketawang adalah penggunaan pakaian
dodot bangun tulak dan rias wajah yang dikenal dengan sebutan paes yang
merupakan riasan pengantin perempuan Jawa.
Ketika pertunjukan berlangsung para penari dirias seolah-olah mereka adalah
pengantin Jawa. Riasan paes terbagi dalam empat elemen, yakni: gajah, pangapit,
panitis, dan godheg. Elemen gajah memiliki bentuk menyerupai potongan telur itik
dan diletakkan di tengah dahi. Gajah melambangkan kekuatan tuhan karena
ukurannya yang paling besar. Pangapit terletak di sisi kanan dan kiri gajah
berbentuk kuncup bunga kanthil (cempaka) yang melambangkan perempuan.
Sementara itu, terdapat dua panitis masing-masing berada di sisi kiri pangapit kiri
dan kanan pangapit kanan berbentuk seperti potongan ujung telur ayam. Panitis ini
melambangkan pria yang berperan dalam penurunan keturunan. Godheg juga
berjumlah dua, memiliki bentuk kuncup bunga yang diletakkan di depan kedua
telinga. Godheg melambangkan harapan akan pernikahan atau persatuan antara pria
dan wanita, yang diharapkan dapat menghasilkan keturunan. Dengan demikian
riasan paes pada tari bedhaya ketawang memiliki makna mengenai kesuburuan
yang berada dalam naungan Tuhan.
Penari Bedhaya Ketawang tidak bisa asal-asalan ditampilkan oleh siapa pun.
Ada beberapa ketentuan yang harus dipatuhi untuk menari Bedhaya Ketawang
sebagai berikut:
1. Penari tidak diizinkan untuk menari saat sedang haid dan harus dalam
kondisi bersih.
2. Penari diwajibkan untuk mempertahankan status perawan.
3. Usia penari berkisar antara 17 hingga 25 tahun. lama pertunjukan tari
Bedhaya Ketawang adalah 1,5 jam.
Di rentang usia tersebut, seorang penari dianggap layak jika memiliki kulit
yang kencang, wajah yang menarik, dan penampilan yang bersinar. Hal ini karena
diyakini bahwa Kanjeng Ratu Kidul akan hadir dan ikut serta sebagai penari
kesepuluh. Kesembilan penari lainnya memiliki posisi dan makna tertentu yang
melambangkan bagian tubuh serta elemen-elemen alam semesta.
Kesembilan penari posisi yang melambangkan aspek alam semesta dan organ
tubuh manusia
1.Batak : Penari pertama yang melambang kan pikiran atau jiwa
2.Endhel Ajeng:melambangkan bagian kaki kanan
3.Endhel weton: melambangkan bagian kaki kiri ( kadang disebut juga
endhel)
4.Apit Ngarep: melambangkan tangan kanan
5.Apit Mburi: melambangkan tangan kiri
6.Apit Meneg: melambangkan kaki kiri
7.Gulu: melambang leher
8.Dhada: melambanhkan dada
9.Buncit: melambangkan organ seks
Tarian sakral ini erat kaitannya dengan upacara adat keraton.makna tarian ini
diyakini sebagai simboldari hubungan spiritual antara Raja Mataram dan Kanjeng
Ratu Kidul.
Tarian ini dibuat pada waktu Sultan Agung Hanyakrakusuma dari Kesultanan
Mataram. Tarian ini terinspirasi oleh suara gaib yang ia dengar dari langit saat ia
meditasi.Versi lain yang sangat dikenal bercerita bahwa Bedhaya Ketawang
melambangkan cinta antara Raja Mataram, Panembahan Senapati dengan Ratu
Laut Selatan, Kanjeng Ratu Kidul. Gerakan lembut dan berisi dari tarian ini
menjadi simbol perasaan hati Ratu.
Dalam legendanya pembentukan tarian ini. Di suatu masa, Sultan Agung
Hanyakrakusuma yang menjadi penguasa Kesultanan Mataram antara tahun1613
hingga 1645 sedang melaksanakan ritual meditasi dikatakan bahwa dalam suasana
tenang. Sang Raja mendengarkan suara melodi (lagu) dari arah langit. Sultan Agung
merasa sangat terpesona oleh melodi itu.
Alat musik yang digunakan adalah gamelan, gamelan yang digunakan untuk
membawakan gending ini terdiri atas lima jenis, yaitu kethuk, kenong, kendhang,
gong, dan kemanak yang sangat mendominasi keseluruhan irama gending. Bedhaya
Ketawang dibagi menjadi tiga adegan (babak). Di tengah-tengah tarian, laras (nada)
gending berganti menjadi nada slendro selama dua kali, kemudian nada gending
kembali lagi ke laras pelog hingga tarian berakhir.
Pada bagian pertama tarian diiringi dengan tembang Durma selanjutnya
berganti ke Retnamulya. Pada saat mengiringi jalannya penari masuk kembali ke
Dalem Ageng Prabasuyasa, alat gamelan yang dimainkan ditambah dengan rebab,
gender, gambang, dan suling. Ini semuanya dilakukan untuk menambah keselarasan
suasana.
Selain menjadi pertunjukan yang indah, Tari Bedhaya Ketawang adalah
penghormatan terhadap tradisi keraton yang kaya dengan ritual suci yang sakral.
Tarian ini memberikan pengalaman spiritual yang unik melalui kombinasi ritual
yang erat antara busana dan musik misterius yang mengiringinya. Dengan kata lain
tari ini memiliki makna filosofis yang dalam sehingga dapat dikembangkan di
masyarakat Jawa modern saat ini. Begitu banyak pengaruh adat tradisi berkembang
namun tradisi Kasunanan Surakarta ini harus dilestarikan,apalagi di era Generasi Z
sekarang ini.
Tari Bedhaya Ketawang secara keseluruhan memiliki nilai filosofis yang
berkesadaran tinggi mengenai asas dasar falsafah hidup, sehingga menciptakan
pemahaman sangkan paraning dumadi serta manunggaling kawula gusti dan
sebagai simbol kesuburan yaitu menyatunya Lingga-Yoni. Tari Bedhaya Ketawang
sejak masa pemerintahan Paku Buwana X sampai sekarang telah mengalami
pergeseran, yakni peserta upacara, ketentuanpara penarinya, dan lama pementasan
Bedhaya Ketawang. Pergeseran makna dari Tari Bedhaya Ketawang meliputi
pergesaran kebesaran, pergeseran makna kekhusukan, dan pergeseran makna ritual.
Perhatian yang cermat mengenai koreografi dan iringan music tersebut
menunjukkan betapa pentingnya fungsi ritual dari bentuk seni.koreografi yang
Panjang dan kompleks, serta music gamelan dan para sinden membutuhkan
kekompakan permainan seniman yang perlu latihan secara teratur agar selaras
satusama lain. Pagelaran pertunjukan besar seperti itu awalnya memang hanya di
Keraton Kesunanan Surakarta dan Keraton Kesultanan Yogyakarta saja. namun,
pertunjukan tersebut mulai diadaptasi oleh pejabat tinggi di kadipaten seiring
berjalannya waktu.
Oleh karena itu Tari Bedhaya Ketawang merupakan inti dari tradisi Keraton
Surakarta yang harus dilakukan dengan sungguh-sungguh sehingga dapat
mencerminkan ritual yang sangat erat dengan kekayaan simbolisme. Selain itu Tari
Bedhaya Ketawang yang paling tua dan dianggap paling sakral Adalah Tari
Bedhaya Ketawang dari Surakarta.tarian itulah yang kemudian menjadi tarian yang
menginspirasi semua bentuk koreografi.
Dengan segala keistimewaan dan kedalaman maknanya, tarian inilah yanag
kemudian menjadi tarian agung dan menjadi inspirasi utama bagi semua bentuk
koreografi klasik Jawa yang menegaskan posisinya sebagai mahakarya budaya
yang tak lekang oleh waktu dan zaman.
.png)
0 Komentar