Tari Bedhaya Ketawang: Rahasia Abadi Keraton Surakarta Menjaga Warisan Paling Sakral. - Aina Hisbah

 


Tari Bedhaya Ketawang: Rahasia Abadi Keraton Surakarta Menjaga
Warisan Paling Sakral.

Karya: Aina Hisbah

Tari Bedhaya Ketawang adalah salah satu tarian penting dan dihormati yang

berasal dari Keraton Kasunanan Surakarta di Jawa Tengah. Tarian ini dianggap

sebagai sebuah ritual suci yang sangat khusus. Istilah Bedhaya berarti 'penari wanita

di istana' sedangkan Ketawang bermakna 'langit' atau 'awan di langit' yang

menunjukkan kemuliaan dan kehormatan yang besar. Tarian ini biasanya

dipentaskan saat upacara penobatan dan perayaan kenaikan tahta Raja (Jumenengan

Dalem Sunan Surakarta).

Sajian tarian Bedhaya Ketawang tidak hanya menunjukkan keindahan di dalam

gerak, tetapi juga diperkaya oleh busana dan riasan yang berfungsi sebagai

pendukung. Salah satu ciri khas tari Bedhaya Ketawang adalah penggunaan pakaian

dodot bangun tulak dan rias wajah yang dikenal dengan sebutan paes yang

merupakan riasan pengantin perempuan Jawa.

Ketika pertunjukan berlangsung para penari dirias seolah-olah mereka adalah

pengantin Jawa. Riasan paes terbagi dalam empat elemen, yakni: gajah, pangapit,

panitis, dan godheg. Elemen gajah memiliki bentuk menyerupai potongan telur itik

dan diletakkan di tengah dahi. Gajah melambangkan kekuatan tuhan karena

ukurannya yang paling besar. Pangapit terletak di sisi kanan dan kiri gajah

berbentuk kuncup bunga kanthil (cempaka) yang melambangkan perempuan.


Sementara itu, terdapat dua panitis masing-masing berada di sisi kiri pangapit kiri

dan kanan pangapit kanan berbentuk seperti potongan ujung telur ayam. Panitis ini

melambangkan pria yang berperan dalam penurunan keturunan. Godheg juga

berjumlah dua, memiliki bentuk kuncup bunga yang diletakkan di depan kedua

telinga. Godheg melambangkan harapan akan pernikahan atau persatuan antara pria

dan wanita, yang diharapkan dapat menghasilkan keturunan. Dengan demikian

riasan paes pada tari bedhaya ketawang memiliki makna mengenai kesuburuan

yang berada dalam naungan Tuhan.

Penari Bedhaya Ketawang tidak bisa asal-asalan ditampilkan oleh siapa pun.

Ada beberapa ketentuan yang harus dipatuhi untuk menari Bedhaya Ketawang

sebagai berikut:

1. Penari tidak diizinkan untuk menari saat sedang haid dan harus dalam

kondisi bersih.

2. Penari diwajibkan untuk mempertahankan status perawan.

3. Usia penari berkisar antara 17 hingga 25 tahun. lama pertunjukan tari

Bedhaya Ketawang adalah 1,5 jam.

Di rentang usia tersebut, seorang penari dianggap layak jika memiliki kulit

yang kencang, wajah yang menarik, dan penampilan yang bersinar. Hal ini karena

diyakini bahwa Kanjeng Ratu Kidul akan hadir dan ikut serta sebagai penari

kesepuluh. Kesembilan penari lainnya memiliki posisi dan makna tertentu yang

melambangkan bagian tubuh serta elemen-elemen alam semesta.

Kesembilan penari posisi yang melambangkan aspek alam semesta dan organ

tubuh manusia

1.Batak : Penari pertama yang melambang kan pikiran atau jiwa

2.Endhel Ajeng:melambangkan bagian kaki kanan

3.Endhel weton: melambangkan bagian kaki kiri ( kadang disebut juga

endhel)

4.Apit Ngarep: melambangkan tangan kanan

5.Apit Mburi: melambangkan tangan kiri

6.Apit Meneg: melambangkan kaki kiri

7.Gulu: melambang leher


8.Dhada: melambanhkan dada

9.Buncit: melambangkan organ seks

Tarian sakral ini erat kaitannya dengan upacara adat keraton.makna tarian ini

diyakini sebagai simboldari hubungan spiritual antara Raja Mataram dan Kanjeng

Ratu Kidul.

Tarian ini dibuat pada waktu Sultan Agung Hanyakrakusuma dari Kesultanan

Mataram. Tarian ini terinspirasi oleh suara gaib yang ia dengar dari langit saat ia

meditasi.Versi lain yang sangat dikenal bercerita bahwa Bedhaya Ketawang

melambangkan cinta antara Raja Mataram, Panembahan Senapati dengan Ratu

Laut Selatan, Kanjeng Ratu Kidul. Gerakan lembut dan berisi dari tarian ini

menjadi simbol perasaan hati Ratu.

Dalam legendanya pembentukan tarian ini. Di suatu masa, Sultan Agung

Hanyakrakusuma yang menjadi penguasa Kesultanan Mataram antara tahun1613

hingga 1645 sedang melaksanakan ritual meditasi dikatakan bahwa dalam suasana

tenang. Sang Raja mendengarkan suara melodi (lagu) dari arah langit. Sultan Agung

merasa sangat terpesona oleh melodi itu.

Alat musik yang digunakan adalah gamelan, gamelan yang digunakan untuk

membawakan gending ini terdiri atas lima jenis, yaitu kethuk, kenong, kendhang,

gong, dan kemanak yang sangat mendominasi keseluruhan irama gending. Bedhaya

Ketawang dibagi menjadi tiga adegan (babak). Di tengah-tengah tarian, laras (nada)

gending berganti menjadi nada slendro selama dua kali, kemudian nada gending

kembali lagi ke laras pelog hingga tarian berakhir.


Pada bagian pertama tarian diiringi dengan tembang Durma selanjutnya

berganti ke Retnamulya. Pada saat mengiringi jalannya penari masuk kembali ke

Dalem Ageng Prabasuyasa, alat gamelan yang dimainkan ditambah dengan rebab,

gender, gambang, dan suling. Ini semuanya dilakukan untuk menambah keselarasan

suasana.

Selain menjadi pertunjukan yang indah, Tari Bedhaya Ketawang adalah

penghormatan terhadap tradisi keraton yang kaya dengan ritual suci yang sakral.

Tarian ini memberikan pengalaman spiritual yang unik melalui kombinasi ritual


yang erat antara busana dan musik misterius yang mengiringinya. Dengan kata lain

tari ini memiliki makna filosofis yang dalam sehingga dapat dikembangkan di

masyarakat Jawa modern saat ini. Begitu banyak pengaruh adat tradisi berkembang

namun tradisi Kasunanan Surakarta ini harus dilestarikan,apalagi di era Generasi Z

sekarang ini.

Tari Bedhaya Ketawang secara keseluruhan memiliki nilai filosofis yang

berkesadaran tinggi mengenai asas dasar falsafah hidup, sehingga menciptakan

pemahaman sangkan paraning dumadi serta manunggaling kawula gusti dan

sebagai simbol kesuburan yaitu menyatunya Lingga-Yoni. Tari Bedhaya Ketawang

sejak masa pemerintahan Paku Buwana X sampai sekarang telah mengalami

pergeseran, yakni peserta upacara, ketentuanpara penarinya, dan lama pementasan

Bedhaya Ketawang. Pergeseran makna dari Tari Bedhaya Ketawang meliputi

pergesaran kebesaran, pergeseran makna kekhusukan, dan pergeseran makna ritual.

Perhatian yang cermat mengenai koreografi dan iringan music tersebut

menunjukkan betapa pentingnya fungsi ritual dari bentuk seni.koreografi yang

Panjang dan kompleks, serta music gamelan dan para sinden membutuhkan

kekompakan permainan seniman yang perlu latihan secara teratur agar selaras

satusama lain. Pagelaran pertunjukan besar seperti itu awalnya memang hanya di

Keraton Kesunanan Surakarta dan Keraton Kesultanan Yogyakarta saja. namun,

pertunjukan tersebut mulai diadaptasi oleh pejabat tinggi di kadipaten seiring

berjalannya waktu.

Oleh karena itu Tari Bedhaya Ketawang merupakan inti dari tradisi Keraton

Surakarta yang harus dilakukan dengan sungguh-sungguh sehingga dapat

mencerminkan ritual yang sangat erat dengan kekayaan simbolisme. Selain itu Tari

Bedhaya Ketawang yang paling tua dan dianggap paling sakral Adalah Tari

Bedhaya Ketawang dari Surakarta.tarian itulah yang kemudian menjadi tarian yang

menginspirasi semua bentuk koreografi.

Dengan segala keistimewaan dan kedalaman maknanya, tarian inilah yanag

kemudian menjadi tarian agung dan menjadi inspirasi utama bagi semua bentuk

koreografi klasik Jawa yang menegaskan posisinya sebagai mahakarya budaya

yang tak lekang oleh waktu dan zaman.

Posting Komentar

0 Komentar