BB2018, NASKAH PUISI YANG DILOMBAKAN BULAN BAHASA 2018 TINGKAT SMA
Ziarah Gempa
Karya: Sulaiman Juned
aku
ziarahi negeri air
mata. Kampung-kampung
terkepung
isak-gerimis berkelahi di halaman mengoyak
derita-ribuan nyawa
diceraiberaikan gempa. Aku
hanya mampu
mendirikan kemah di hati
membunuh gelisah yang
bersimaharaja antar
keperkuburan waktu
aku
ziarahi negeri air
mata. Kampung-kampung
terkepung luka-rinai
tempias ke wajah semesta
mengeram di jiwa. Aku
hanya mampu mencatat
keping duka
dalam senyap jerit
untuk di kenang
jadi pelajaran menuju Tuhan.
aku
ziarahi negeri air
mata. Kecemasan dan ketakutan
mengurung jiwa-seperti rentak tangis bersahutan
sesak. Masih lekat
diingatan tentang Aceh
dilipat air
raya-Yogyakarta luluhlantak-Pesisir Selatan Jawa
rubuh-Minangkabau
diratakan gempa di ruang senja. Aroma
kematian menyekap
pikiran dalam timbunan tanah dan beton. Apalagi
yang tersisa selain
doa-doa ditasbihkan menembus langit memetik
bulan. Tuhan menegur
kita dengan cinta-Nya
aku
ziarahi negeri air
mata. Sambil bertahlil
ingin sekali
menyaksikan senyum dibibirmu jelita biar getir pergi dari sukma
Kepada Penyair Laut
Karya: Mustafa Ismail
dalam gigil pagi itu,
di sebuah mesjid, kami membayangkan:
beribu-ribu puisi
telah menetes di kota itu, dari isnu hingga rosin,
dari dari mustier
hingga aliza, hingga entah siapa
kau datang dengan
kesunyian masing-masing,
membikin laut
sendiri, kolam renang sendiri, juga menanam pohon sendiri
dan menjadi aroma
laut di udara
dan di sebuah kedai
kopi pagi itu, semua kesunyian menjadi beku
seperti lelehan
pohon-pohon dari puncak bukit
yang menari untuk
secangkir kopi, secangkir kopi, secangkir kopi
oh iya, laut. Laut
itu, pantai itu, tugu itu, suak ujung kalak itu, pasir
itu, seperti aliran
darahmu yang terus mendidih dan menyiram
kota-kota dengan
mantra-mantra, dengan syair-syair, dengan
suara-suara
aku kira kau harus
menjadi teuku umar yang menghunus pedang
ke udara, menaklukan
dusun, kampung hingga kota-kota
lalu meledakkannya
menjadi karnaval kata-kata sebab dengan
begitulah bukit-bukit
selalu hijau dan laut tetap berombak
mencatat gelisahmu,
galauku, juga kesedihan mereka:
petani dan nelayan
yang tak henti berlari dan merawat ingatan
Senja Di Pelabuhan Kecil
Karya: Chairil Anwar
Buat: Sri Ajati
Ini kali tidak ada
yang mencari cinta
di antara gudang,
rumah tua, pada cerita
tiang serta temali.
Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam
mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat
kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram,
desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal
akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan
air tidur hilang ombak.
Tiada lagi. Aku
sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung,
masih pengap harap
sekali tiba di ujung
dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat,
sedu penghabisan bisa terdekap
1946
Selamat Pagi Indonesia
Karya : Sapardi Djoko Darmono
Selamat pagi, Indonesia, seekor burung mungil mengangguk
dan menyanyi kecil buatmu.
aku pun sudah selesai, tinggal mengenakan sepatu,
dan kemudian pergi untuk mewujudkan setiaku padamu dalam
kerja yang sederhana;
bibirku tak biasa mengucapkan kata-kata yang sukar dan
tanganku terlalu kurus untuk mengacu terkepal.
selalu kujumpai kau di wajah anak-anak sekolah,
di mata para perempuan yang sabar,
di telapak tangan yang membatu para pekerja jalanan;
kami telah bersahabat dengan kenyataan
untuk diam-diam mencintaimu.
pada suatu hari tentu kukerjakan sesuatu
agar tak sia-sia kau melahirkanku.
seekor ayam jantan menegak, dan menjeritkan salam
padamu, kubayangkan sehelai bendera berkibar di sayapnya.
aku pun pergi bekerja, menaklukan kejemuan,
merubuhkan kesangsian,
dan menyusun batu-demi batu ketabahan, benteng
kemerdekaanmu pada setiap matahari terbit, o anak jaman
yang megah,
biarkan aku memandang ke timur untuk mengenangmu
wajah-wajah yang penuh anak-anak sekolah berkilat,
para perempuan menyalakan api,
dan di telapak tangan para lelaki yang tabah
telah hancur kristal-kristal dusta, khianat dan pura-pura.
Tantangan
Karya: Abdul Wahid Situmeang
Siapa lagi mau angkat bicara
tentang kejayaan dan kemegahan bangsa
di atas ini bumi luka parah
bumi yang sabar dan ramah
damai dalam kesuraman lingkup
Jangan lagi kau bicara dan bicara
membeber cerita fitnah dan dusta
membela kerakusan hatimu yang hina
karena cukup kami kenal siapa kau yang
sebenarnya
macan penghulu belantara
Hati yang pongah angkuh dan serakah
yang mengeruhkan kejernihan ampera
ke mana lagi kau berlindung
semua jalan lari sudah kami serung
semua pintu padamu mengatup
Hati yang pongah angkuh dan serakah
yang mengotori kesucian ampera
terima kematian dirimu yang celaka
binasa dipentung rujung henti denyut jantung
di sini tak ada lagi tempat buat hati yang
lancung
Komentar
Posting Komentar