Syair Surat Kapal sebagai Warisan Suci dalam Pernikahan Melayu - Junia Anugrah


Syair Surat Kapal sebagai Warisan Suci dalam Pernikahan Melayu
Karya: Junia Anugrah

 Riau merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terkenal dengan  kekayaan alam serta sebagai tempat lahir dan berkembang karya sastra Melayu  klasik, terutama syair Melayu yang menjadi kebanggaan masyarakatnya. Syair  Melayu merupakan salah satu bentuk puisi lama dalam sastra Indonesia yang  berasal dari tradisi lisan masyarakat Melayu. Bagi masyarakat Riau, syair bukan  sekadar karya sastra, melainkan bagian dari kehidupan dan tradisi yang diwariskan  secara turun-temurun. Melalui syair, masyarakat dapat menyampaikan pesan moral,  nasihat, kisah kehidupan, serta ajaran agama dengan bahasa yang indah dan  berirama. 

Salah satu syair yang masih dikenal hingga kini adalah Syair Surat Kapal yang berasal dari daerah Indragiri, Riau. Syair ini telah ada sejak masa Kerajaan  Indragiri dan diwariskan dari generasi ke generasi. Syair Surat Kapal telah  ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTB) Indonesia karena memiliki  nilai tinggi dalam tradisi Melayu. Syair ini mengisahkan perjodohan antara seorang  laki-laki dan perempuan, mulai dari pertemuan hingga menuju pelaminan. Seperti  namanya, “surat kapal” menjadi simbol perjalanan dua insan yang berlayar  mengarungi samudra kehidupan rumah tangga dengan restu orang tua serta  berlandaskan adat dan agama. Syair ini juga mengandung banyak nilai moral dan 

sosial. Dahulu, Syair Surat Kapal ditulis dengan huruf Arab Melayu, namun kini  telah diganti menjadi huruf Latin dengan bahasa Melayu. 

Dalam tradisi pernikahan, Syair Surat Kapal biasanya dibacakan dalam  bentuk dendang atau nyanyian pada upacara pernikahan Melayu, khususnya saat  kedua pengantin bersanding di pelaminan. Dalam tradisi pernikahan, pembacaan  syair biasanya dilakukan oleh pihak pengantin laki-laki ketika rombongan datang  ke rumah mempelai perempuan. .Pembacaan Syair Surat Kapal biasanya dilakukan  setelah salat Zuhur dan berlangsung sekitar 30 menit dengan jumlah 30–60 bait. Irama pembacaan syair menyerupai lantunan ayat suci Al-Qur’an atau Barzanji  dengan tangga nada Arab Makam Hijaz

Tradisi pembacaan syair ini menunjukkan bahwa masyarakat Melayu sangat  menjunjung tinggi nilai sastra sebagai bagian dari kehidupan budaya. Adapun  simbol yang digunakan berupa miniatur kapal kayu lengkap dengan nakhoda, juru  batu, tukang kelasi, tukang masak, dan sepucuk surat berisi syair yang akan  dibacakan. 

Dahulu, Syair Surat Kapal sering dibacakan dalam upacara pernikahan.  Namun, di era modern saat ini, penggunaannya mulai berkurang. Banyak  masyarakat yang lebih memilih konsep pernikahan modern seperti intimate  wedding yang bersifat sederhana dan sakral tanpa menampilkan unsur adat daerah.  Perubahan gaya hidup ini membuat tradisi Syair Surat Kapal semakin jarang  ditemukan dan terancam punah. Akibatnya, banyak generasi muda yang tidak lagi  mengenal tradisi berharga ini, bahkan di kalangan masyarakat Melayu sendiri.  Padahal, Syair Surat Kapal merupakan warisan budaya yang perlu dijaga dan  diwariskan kepada generasi muda agar identitas budaya bangsa tetap lestari.  Melestarikan tradisi ini berarti menjaga warisan leluhur agar tidak hilang ditelan  zaman. 

Syair Surat Kapal adalah warisan budaya Melayu yang sarat makna, bukan  hanya sebagai karya sastra, tetapi juga sebagai bagian penting dalam upacara adat  pernikahan masyarakat Melayu. Melalui syair ini, tersimpan nilai-nilai kehidupan, 

ajaran moral, serta kearifan lokal yang mencerminkan identitas dan jati diri bangsa  Indonesia. Maka dari itu, sudah sepatutnya kita sebagai generasi penerus turut  menjaga dan melestarikan Syair Surat Kapal, baik melalui pembelajaran di sekolah,  kegiatan budaya, maupun media digital. Dengan demikian, nilai-nilai luhur yang  terkandung di dalamnya akan tetap hidup dan diwariskan kepada generasi  mendatang sebagai bukti cinta kita terhadap kebudayaan bangsa.


Posting Komentar

0 Komentar