NASKAH PUISI UNTUK LOMBA BACA PUISI PRAKTIKUM SASTRA 2018 TINGKAT MAHASISWA


WAJAH KITA
Karya: Hamid Jabbar

Bila kita selalu berkaca setiap saat
Dan di setiap tempat
Maka tergambarlah:
Alangkah bermacamnya
Wajah kita
Yang berderet bagai patung
Di toko mainan di jalan braga:

Wajah kita adalah wajah bulan
Yang purnama dan coreng-moreng
Serta gradakan dan bopeng-bopeng
Wajah kita adalah wajah manusia
Yang bukan lagi manusia
Dan terbenam dalam wayang

Wajah kita adalah wajah rupawan
Yang bersolek menghias lembaran
Kitab suci dan kitab undang-undang
Wajah kita adalah wajah politisi
Yang mengepalkan tangan bersikutan
Menebalkan muka meraih kedudukan

Wajah kita adalah wajah setan
Yang menari bagai bidadari
Merayu kita menyatu onani
Bila kita selalu  berkaca dengan kaca
Yang buram tak sempurna
Maka tergambarlah
Alangkah berperseginya 

Wajah kita yang terkadang bagai binatang
Di kota di taman margasatwa
Wajah kita adalah wajah serigala
Yang mengaum menerkam mangsanya
Dengan buas, lahap dan gairahnya

Wajah kita adalah wajah anjing
Yang mengejar bangkai dan kotoran
Di tong sampah dan selokan-selokan
Wajah kita adalah wajah kuda
Yang berpacu mengelus bayu
Mendenguskan napas-napas nafsu
Wajah kita adalah wajah wajah babi
Yang menyeruduk dalam membuta
Menyembah tumpukan harta-benda

Wajah kita adalah wajah buaya
Yang meratap dalam riangnya
Dan tertawa dengan sedihnya
Bila kita selalu berkaca dengan kaca
Yang mengkilap dan rata
Maka tergambarlah  
Alangkah berseadanya

Wajah kita
Yang mendengar segala erang
Berkerendahan hati dan berkelapangan dada
Wajah kita adalah wajah
Yang kurang tambah
Serta selebihnya

Wajah kita  adalah wajah
Yang sujud rebah
Bagi-Nya jua
Wajah kita adalah wajah
Yang bukan wajah
Hanya fatamorgana. 



RESONANSI INDONESIA
karya: Ahmadun Yosi Herfanda

Bahagia saat kau kirim rindu
termanis dari lembut hatimu
jarak yang memisahkan kita
laut yang mengasuh hidup nakhoda
pulau-pulau yang menumbuhkan kita
permata zamrud di katulistiwa
: kau dan aku
berjuta tubuh satu jiwa

kau semaikan benih-benih kasih
tertanam dari manis cintamu
tumbuh subur di ladang tropika
pohon pun berbuah apel dan semangka
kita petik bersama bagi rasa bersaudara
: kau dan aku
berjuta kata satu jiwa

kau dan aku
siapakah kau dan aku?
jawa, cina, aceh, batak, arab, dayak
sunda, madura, ambon, atau papua?
ah, tanya itu tak penting lagi bagi kita
: kau dan aku
berjuta wajah satu jiwa

ya, apalah artinya tembok pemisah kita
apalah artinya rahim ibu yang berbeda?
jiwaku dan jiwamu, jiwa kita
tulus menyatu dalam asuhan
burung garuda



SELAMAT PAGI INDONESIA
karya: Sapardi Djoko Damono

Selamat pagi, Indonesia, seekor burung mungil mengangguk           
dan menyanyi kecil buatmu.
aku pun sudah selesai, tinggal mengenakan sepatu,
dan kemudian pergi untuk mewujudkan setiaku padamu dalam
kerja yang sederhana;
bibirku tak biasa mengucapkan kata-kata yang sukar dan
tanganku terlalu kurus untuk mengacu terkepal.
selalu kujumpai kau di wajah anak-anak sekolah,
di mata para perempuan yang sabar,
di telapak tangan yang membatu para pekerja jalanan;
kami telah bersahabat dengan kenyataan
untuk diam-diam mencintaimu.
pada suatu hari tentu kukerjakan sesuatu
agar tak sia-sia kau melahirkanku.
seekor ayam jantan menegak, dan menjeritkan salam
padamu, kubayangkan sehelai bendera berkibar di sayapnya.
aku pun pergi bekerja, menaklukan kejemuan,
merubuhkan kesangsian,
dan menyusun batu-demi batu ketabahan, benteng
kemerdekaanmu pada setiap matahari terbit, o anak jaman
yang megah,
biarkan aku memandang ke Timur untuk mengenangmu
wajah-wajah yang penuh anak-anak sekolah berkilat,
para perempuan menyalakan api,
dan di telapak tangan para lelaki yang tabah
telah hancur kristal-kristal dusta, khianat dan pura-pura.
Selamat pagi, Indonesia, seekor burung kecil
memberi salam kepada si anak kecil;
terasa benar : aku tak lain milikmu



SAJAK SEORANG PRAJURIT
Karya: Suminto A. Sayuti

(Seorang prajurit telah meninggalkan pabarisan
sebab sebuah keyakinan bersarang dikalbunya :
orang tak harus menang)

palangan ditinggalkan
terompet perang tak didengarkan
gendawa ditinggalkan
busur dipatahkan).

ya, akulah seorang prajurit yang lolos
dan mencoba lolos dari kurukaserta
menjadi seonggok sajak yang tersesat
di pinggir belantara.

(yang mencatat aum serigala
yang mencatat cericit burung di belukar
yang basah oleh embun
yang kering oleh matahari
yang terjun dalam jeram
yang tersesat dalam ruang tata warna).

telah kutinggalkan palagan
sebab palagan sebenarnya ada dalam badan
telah kutanggalkan gendawa sebab gendawa
sebenarnya hati tanpa wasangka
telah kupatahkan busur
sebab busur sebenarnya keberanian tak pernah luntur.

akulah prajurit yang telah terpisah dari pabarisan
dan menciptakan medan dalam sanubari
Pandawa-korawa dalam daging-daging berduri
Krisna dalam samadi
kemenangan dalam angan-angan
panah, kereta, tombak,
kuda darah,strategi, tulang, singgasana,
Sejarah...
dalam diri

akulah prajurit dengan sejuta tombak tertancap
yang lolos dari genangan darah, tonggak-tonggak tulang
kerikil gigi, ganggang rambut, panji-panji perang.

akulah prajurit bersimbah darah
yang menyusun jitapsara dengan tinta kehidupan
duduk sendiri di pinggir hutan.

akulah prajurit pewaris tahta kerajaan
yang tersenyum pada langit dan bumi
dengan senandung air mengalir, irama ganggang tak kenal akhir

akulah prajurit yang diharapkan
dapat mematahkan lawan
dengan telak dalam satu kali gempuran

ya, akulah yang banyak berharap dan diharapkan
sehabis usia lunas disini :
peremouan-perempuan desa:
tak lagi menjadi buruh-buruh industri kota 
tak lagi membanjiri lokal-lokal prostitusi
untuk sekedar mempertahankan hidupnya
para petani tak lagi berpikir
dan bertanya-tanya
besok pagi kita makan apa

para penguasa
tak lagi berorientasi pada status,
jabatan, kursi, kewenagan,
dan sejengkal perut
dan bakal terlahir atas nama sukmamu
seorang pembela kawula yang celaka dan tertindas
dari denyut ke denyut, dari waktu ke waktu

akulah seorang prajurit yang terluka
dan lari dari medan pebarisan
tapi, luka itu tak lagi berdarah
dan menyiksa Cinta berbunga
kapan usia mengain: aku hanya seorang manusia

Posting Komentar

1 Komentar