WAJAH
KITA
Karya:
Hamid Jabbar
Bila
kita selalu berkaca setiap saat
Dan
di setiap tempat
Maka
tergambarlah:
Alangkah
bermacamnya
Wajah
kita
Yang
berderet bagai patung
Di
toko mainan di jalan braga:
Wajah
kita adalah wajah bulan
Yang
purnama dan coreng-moreng
Serta
gradakan dan bopeng-bopeng
Wajah
kita adalah wajah manusia
Yang
bukan lagi manusia
Dan
terbenam dalam wayang
Wajah
kita adalah wajah rupawan
Yang
bersolek menghias lembaran
Kitab
suci dan kitab undang-undang
Wajah
kita adalah wajah politisi
Yang
mengepalkan tangan bersikutan
Menebalkan
muka meraih kedudukan
Wajah
kita adalah wajah setan
Yang
menari bagai bidadari
Merayu
kita menyatu onani
Bila
kita selalu berkaca dengan kaca
Yang
buram tak sempurna
Maka
tergambarlah
Alangkah
berperseginya
Wajah
kita yang terkadang bagai binatang
Di
kota di taman margasatwa
Wajah
kita adalah wajah serigala
Yang
mengaum menerkam mangsanya
Dengan
buas, lahap dan gairahnya
Wajah
kita adalah wajah anjing
Yang
mengejar bangkai dan kotoran
Di
tong sampah dan selokan-selokan
Wajah
kita adalah wajah kuda
Yang
berpacu mengelus bayu
Mendenguskan
napas-napas nafsu
Wajah
kita adalah wajah wajah babi
Yang
menyeruduk dalam membuta
Menyembah
tumpukan harta-benda
Wajah
kita adalah wajah buaya
Yang
meratap dalam riangnya
Dan
tertawa dengan sedihnya
Bila
kita selalu berkaca dengan kaca
Yang
mengkilap dan rata
Maka
tergambarlah
Alangkah
berseadanya
Wajah
kita
Yang
mendengar segala erang
Berkerendahan
hati dan berkelapangan dada
Wajah
kita adalah wajah
Yang
kurang tambah
Serta
selebihnya
Wajah
kita adalah wajah
Yang
sujud rebah
Bagi-Nya
jua
Wajah
kita adalah wajah
Yang
bukan wajah
Hanya
fatamorgana.
RESONANSI INDONESIA
karya: Ahmadun Yosi Herfanda
karya: Ahmadun Yosi Herfanda
Bahagia
saat kau kirim rindu
termanis dari lembut hatimu
jarak yang memisahkan kita
laut yang mengasuh hidup nakhoda
pulau-pulau yang menumbuhkan kita
permata zamrud di katulistiwa
: kau dan aku
berjuta tubuh satu jiwa
termanis dari lembut hatimu
jarak yang memisahkan kita
laut yang mengasuh hidup nakhoda
pulau-pulau yang menumbuhkan kita
permata zamrud di katulistiwa
: kau dan aku
berjuta tubuh satu jiwa
kau semaikan benih-benih kasih
tertanam dari manis cintamu
tumbuh subur di ladang tropika
pohon pun berbuah apel dan semangka
kita petik bersama bagi rasa bersaudara
: kau dan aku
berjuta kata satu jiwa
kau dan aku
siapakah kau dan aku?
jawa, cina, aceh, batak, arab, dayak
sunda, madura, ambon, atau papua?
ah, tanya itu tak penting lagi bagi kita
: kau dan aku
berjuta wajah satu jiwa
ya, apalah artinya tembok pemisah kita
apalah artinya rahim ibu yang berbeda?
jiwaku dan jiwamu, jiwa kita
tulus menyatu dalam asuhan
burung garuda
SELAMAT PAGI INDONESIA
karya: Sapardi Djoko Damono
karya: Sapardi Djoko Damono
Selamat
pagi, Indonesia, seekor burung mungil mengangguk
dan menyanyi kecil buatmu.
aku pun sudah selesai, tinggal mengenakan sepatu,
dan kemudian pergi untuk mewujudkan setiaku padamu dalam
kerja yang sederhana;
bibirku tak biasa mengucapkan kata-kata yang sukar dan
tanganku terlalu kurus untuk mengacu terkepal.
selalu kujumpai kau di wajah anak-anak sekolah,
di mata para perempuan yang sabar,
di telapak tangan yang membatu para pekerja jalanan;
kami telah bersahabat dengan kenyataan
untuk diam-diam mencintaimu.
pada suatu hari tentu kukerjakan sesuatu
agar tak sia-sia kau melahirkanku.
seekor ayam jantan menegak, dan menjeritkan salam
padamu, kubayangkan sehelai bendera berkibar di sayapnya.
aku pun pergi bekerja, menaklukan kejemuan,
merubuhkan kesangsian,
dan menyusun batu-demi batu ketabahan, benteng
kemerdekaanmu pada setiap matahari terbit, o anak jaman
yang megah,
biarkan aku memandang ke Timur untuk mengenangmu
wajah-wajah yang penuh anak-anak sekolah berkilat,
para perempuan menyalakan api,
dan di telapak tangan para lelaki yang tabah
telah hancur kristal-kristal dusta, khianat dan pura-pura.
dan menyanyi kecil buatmu.
aku pun sudah selesai, tinggal mengenakan sepatu,
dan kemudian pergi untuk mewujudkan setiaku padamu dalam
kerja yang sederhana;
bibirku tak biasa mengucapkan kata-kata yang sukar dan
tanganku terlalu kurus untuk mengacu terkepal.
selalu kujumpai kau di wajah anak-anak sekolah,
di mata para perempuan yang sabar,
di telapak tangan yang membatu para pekerja jalanan;
kami telah bersahabat dengan kenyataan
untuk diam-diam mencintaimu.
pada suatu hari tentu kukerjakan sesuatu
agar tak sia-sia kau melahirkanku.
seekor ayam jantan menegak, dan menjeritkan salam
padamu, kubayangkan sehelai bendera berkibar di sayapnya.
aku pun pergi bekerja, menaklukan kejemuan,
merubuhkan kesangsian,
dan menyusun batu-demi batu ketabahan, benteng
kemerdekaanmu pada setiap matahari terbit, o anak jaman
yang megah,
biarkan aku memandang ke Timur untuk mengenangmu
wajah-wajah yang penuh anak-anak sekolah berkilat,
para perempuan menyalakan api,
dan di telapak tangan para lelaki yang tabah
telah hancur kristal-kristal dusta, khianat dan pura-pura.
Selamat
pagi, Indonesia, seekor burung kecil
memberi salam kepada si anak kecil;
terasa benar : aku tak lain milikmu
memberi salam kepada si anak kecil;
terasa benar : aku tak lain milikmu
SAJAK SEORANG PRAJURIT
Karya: Suminto A. Sayuti
Karya: Suminto A. Sayuti
(Seorang
prajurit telah meninggalkan pabarisan
sebab sebuah keyakinan bersarang dikalbunya :
orang tak harus menang)
palangan ditinggalkan
terompet perang tak didengarkan
gendawa ditinggalkan
busur dipatahkan).
ya, akulah seorang prajurit yang lolos
dan mencoba lolos dari kurukaserta
menjadi seonggok sajak yang tersesat
di pinggir belantara.
(yang mencatat aum serigala
yang mencatat cericit burung di belukar
yang basah oleh embun
yang kering oleh matahari
yang terjun dalam jeram
yang tersesat dalam ruang tata warna).
telah kutinggalkan palagan
sebab palagan sebenarnya ada dalam badan
telah kutanggalkan gendawa sebab gendawa
sebenarnya hati tanpa wasangka
telah kupatahkan busur
sebab busur sebenarnya keberanian tak pernah luntur.
akulah prajurit yang telah terpisah dari pabarisan
dan menciptakan medan dalam sanubari
Pandawa-korawa dalam daging-daging berduri
Krisna dalam samadi
kemenangan dalam angan-angan
panah, kereta, tombak,
kuda darah,strategi, tulang, singgasana,
Sejarah...
dalam diri
akulah prajurit dengan sejuta tombak tertancap
yang lolos dari genangan darah, tonggak-tonggak tulang
kerikil gigi, ganggang rambut, panji-panji perang.
akulah prajurit bersimbah darah
yang menyusun jitapsara dengan tinta kehidupan
duduk sendiri di pinggir hutan.
akulah prajurit pewaris tahta kerajaan
yang tersenyum pada langit dan bumi
dengan senandung air mengalir, irama ganggang tak kenal akhir
akulah prajurit yang diharapkan
dapat mematahkan lawan
dengan telak dalam satu kali gempuran
ya, akulah yang banyak berharap dan diharapkan
sehabis usia lunas disini :
peremouan-perempuan desa:
tak lagi menjadi buruh-buruh industri kota
tak lagi membanjiri lokal-lokal prostitusi
untuk sekedar mempertahankan hidupnya
para petani tak lagi berpikir
dan bertanya-tanya
besok pagi kita makan apa
para penguasa
tak lagi berorientasi pada status,
jabatan, kursi, kewenagan,
dan sejengkal perut
dan bakal terlahir atas nama sukmamu
seorang pembela kawula yang celaka dan tertindas
dari denyut ke denyut, dari waktu ke waktu
akulah seorang prajurit yang terluka
dan lari dari medan pebarisan
tapi, luka itu tak lagi berdarah
dan menyiksa Cinta berbunga
kapan usia mengain: aku hanya seorang manusia
sebab sebuah keyakinan bersarang dikalbunya :
orang tak harus menang)
palangan ditinggalkan
terompet perang tak didengarkan
gendawa ditinggalkan
busur dipatahkan).
ya, akulah seorang prajurit yang lolos
dan mencoba lolos dari kurukaserta
menjadi seonggok sajak yang tersesat
di pinggir belantara.
(yang mencatat aum serigala
yang mencatat cericit burung di belukar
yang basah oleh embun
yang kering oleh matahari
yang terjun dalam jeram
yang tersesat dalam ruang tata warna).
telah kutinggalkan palagan
sebab palagan sebenarnya ada dalam badan
telah kutanggalkan gendawa sebab gendawa
sebenarnya hati tanpa wasangka
telah kupatahkan busur
sebab busur sebenarnya keberanian tak pernah luntur.
akulah prajurit yang telah terpisah dari pabarisan
dan menciptakan medan dalam sanubari
Pandawa-korawa dalam daging-daging berduri
Krisna dalam samadi
kemenangan dalam angan-angan
panah, kereta, tombak,
kuda darah,strategi, tulang, singgasana,
Sejarah...
dalam diri
akulah prajurit dengan sejuta tombak tertancap
yang lolos dari genangan darah, tonggak-tonggak tulang
kerikil gigi, ganggang rambut, panji-panji perang.
akulah prajurit bersimbah darah
yang menyusun jitapsara dengan tinta kehidupan
duduk sendiri di pinggir hutan.
akulah prajurit pewaris tahta kerajaan
yang tersenyum pada langit dan bumi
dengan senandung air mengalir, irama ganggang tak kenal akhir
akulah prajurit yang diharapkan
dapat mematahkan lawan
dengan telak dalam satu kali gempuran
ya, akulah yang banyak berharap dan diharapkan
sehabis usia lunas disini :
peremouan-perempuan desa:
tak lagi menjadi buruh-buruh industri kota
tak lagi membanjiri lokal-lokal prostitusi
untuk sekedar mempertahankan hidupnya
para petani tak lagi berpikir
dan bertanya-tanya
besok pagi kita makan apa
para penguasa
tak lagi berorientasi pada status,
jabatan, kursi, kewenagan,
dan sejengkal perut
dan bakal terlahir atas nama sukmamu
seorang pembela kawula yang celaka dan tertindas
dari denyut ke denyut, dari waktu ke waktu
akulah seorang prajurit yang terluka
dan lari dari medan pebarisan
tapi, luka itu tak lagi berdarah
dan menyiksa Cinta berbunga
kapan usia mengain: aku hanya seorang manusia
1 Komentar
Kak puisi dengan judul Siak kok tidak ada
BalasHapus