NASKAH PUISI YANG DILOMBAKAN DALAM LOMBA BACA PUISI PRAKTIKUM SASTRA KE-28 TINGKAT SMA SEDERAJAT
NASKAH
PUISI YANG DILOMBAKAN DALAM LOMBA BACA PUISI PRAKTIKUM SASTRA KE-28 TINGKAT SMA
SEDERAJAT
HAI
TI
Karya:
Ibrahim Sattah
ti
yang tiang topang ke punca cahaya puncanya
jejak
ke gaung ke gaung ke mana jejaknya
ikutkan
aku kata angin ikutkan aku kata awan
ikutkan
aku kata bulan
ikutkan
aku
ikutkan
aku
ti
yang tiang topang ke punca cahaya puncanya
jejak
ke gaung ke gaung ke mana jejaknya
kuikutkan
angin kuikutkan awan kuikutkan bulan
kuikutkan
ke mana akan kuikutkan
selaju
cahaya selaju cahayalah aku ke punca
jejak
ke punca ke punca ke mana puncanya
tanyakan
aku kata angin tanyakan aku kata awan
tanyakan
aku kata bulan
tanyakan
aku
tanyakan
aku
tanyakan
kemana akan kutanyakan
ti
hai ti yang tiang topang
gelap
pukaumu membelah batu tempat tidurku
ke
mana angin ke mana awan ke mana bulan
ke
mana akan ke mana dunia ke mana akan ke mana
keranda
ti
hai ti yang tiang topang gapaiku gapai ke kau
ti
hai ti yang tiang topang
gaib
gapaiku ke
punca
mu
LAUT
Karya:
Abdul Hadi W.M.
Dan
aku pun memandang ke laut yang bangkit ke arahku
selalu
kudengar selamat paginya dengan ombak berbuncah-buncah
dan
selamat pagi laut kataku pula, siapa bersamamu menyanyi setiap
malam
menyanyikan
yang tak ada atau pagi atau senja? atau kata-kata
laut
menyanyi lagi, laut mendengar semua yang kubisikkan padanya
perlahan-lahan
selamat
pagi laut kataku dan laut pun tersenyum, selamat pagi katanya
suaranya
kedengaran seperti angin yang berembus di rambutku,
igauan
waktu di ubun-ubun
dan
di atas sana hanya bayang-bayang dari sinar matahari yang kuning
keperak-perakan
dan
alun yang berbincang-bincang dengan pasir, tiram, lokan dan
rumput-rumput
di atas karang
dan
burung-burung bebas itu di udara bagai pandang asing kami
yang
lupa
selamat
pagi laut kataku dan selamat pagi katanya tertawa-tawa
kemudian
bagi sepasang kakek dan nenek yang sudah lama bercinta
kami
pun terdiam
kami
pun diam oleh tulang-belulang kami dan suara sedih kami yang
saling
geser-menggeser dan terkam-menerkam
kalau
maut suatu kali mau mengeringkan tubuh kami biarlah kering
juga
airmata kami
atau
bisikan ini yang senantiasa merisaukan engkau: siapakah di
antara
kami
yang
paling luas dan dalam, air kebalaunya atau hati kami tempat
kabut
dan sinar selam-menyelam?
Tapi
laut selalu setia tak pernah bertanya, ia selalu tersenyum dan
bangkit
ke arahku
laut
melemparkan aku ke pantai dan aku melemparkan laut ke
batu-batu
karang
andai
di sana ada perempuan telanjang atau kanak-kanak atau saatmu
dipulangkan
petang
laut
tertawa padaku, selamat malam katanya dan aku pun ketawa pada
laut,
selamat malam kataku
dan
atas selamat malam kami langit terguncang-guncang dan jatuh ke
cakrawala
senja
begitulah
tak ada yang sebenarnya kami tawakan dan percakapkan
kecuali
sebuah sajak lama:
aku
cinta pada laut, laut cinta padaku dan cinta kami seperti kata-kata
dan
hati yang mengucapkannya.
1973
CARI
MUATAN
Senen
sehabis hujan
Karya:
Ajib Rosidi
tanah
ditumbuhi lalang dan putus asa
pucat
hujan menyisakan malam
dan
kelabu langit penghidupan
dari
stasion pertemuan pasangan perempuan
sinar
pudar beca cari muatan
menemui
kami yang hidup malam hari
sebelum
jam sebelas berdendang
sebelum
itu hidup sudah harus dipenuhi
siapa
menembus gang menemui kami
memberi
kami napas dan itu tak kami siakan
kami
berikan apa yang bisa kami berikan
dan
malam pucat menyisakan hujan
di
warung kami tetawa bersenda cubitan
sambil
mengharap lonjakan tiba-tiba:
'mari!"
sudah
mereka rampas sawah dan rumah kami
dan
lelaki kami berangkat tak kembali
sebelum
sungguh-sungguh kami punah
muka
perong gigi ompong tubuh reot
sebelum
habis hujan malam dan beserah
lampu
beca pudar dan makin pudar
lambang
pernyataan hadir kami
warna
kuning dan merah kesumba membungai bumi
di
warung kopi ditumpahkan bir ke tenggorokan
dan
kami dinyalai harapan kecil
sebelum
berdentang sebelas malam
dalam
menunggu tak disiakan
agar
lambang kehadiran kamit
bunga
biru dan hijau muda memenuhi bumi
membesarkan
lampu beca masih menunggu muatan
cahaya
langit kelabu dan malam pucat
tanah
ditumbuhi lalang dan putus asa
dari
stasion pertemuan pasangan perempuan
PERJALANAN
KUBUR
karya:
Sutardji Calzoum Bachri
Luka
ngucap dalam badan
kau
telah membawaku keatas bukit
keatas
karang keatas gunung
ke
bintang-bintang
lalat-lalat
menggali perigi dalam dagingku
untuk
kubur mu alina
untuk
kubur mu alina
aku
menggali-gali dalam diri
raja
dalam darah mengaliri sungai-sungai
mengibarkan
bendera hitam
menyeka
matahari membujuk bulan
teguk
tangismu alina
sungai
pergi ke laut membawa kubur-kubur
laut
pergi ke awan
membawa kubur-kubur
awan
pergi ke hujan membawa kubur-kubur
hujan
pergi ke akar ke pohon ke bunga-bunga
membawa
kuburmu alina
GUGUR
Karya:
W.S. Rendra
Ia
merangkak
di
atas bumi yang dicintainya
Tiada
kuasa lagi menegak
Telah
ia lepaskan dengan gemilang
pelor
terakhir dari bedilnya
Ke
dada musuh yang merebut kotanya
Ia
merangkak
di
atas bumi yang dicintainya
Ia
sudah tua
luka-luka
di badannya
Bagai
harimau tua
susah
payah maut menjeratnya
Matanya
bagai saga
menatap
musuh pergi dari kotanya
Sesudah
pertempuran yang gemilang itu
lima
pemuda mengangkatnya
di
antaranya anaknya
Ia
menolak
dan
tetap merangkak
menuju
kota kesayangannya
Ia
merangkak
di
atas bumi yang dicintainya
Belumlagi
selusin tindak
mautpun
menghadangnya.
Ketika
anaknya memegang tangannya
ia
berkata :
"Yang
berasal dari tanah
kembali
rebah pada tanah.
Dan
aku pun berasal dari tanah
tanah
Ambarawa yang kucinta
Kita
bukanlah anak jadah
Kerna
kita punya bumi kecintaan.
Bumi
yang menyusui kita
dengan
mata airnya.
Bumi
kita adalah tempat pautan yang sah.
Bumi
kita adalah kehormatan.
Bumi
kita adalah juwa dari jiwa.
Ia
adalah bumi nenek moyang.
Ia
adalah bumi waris yang sekarang.
Ia
adalah bumi waris yang akan datang."
Hari
pun berangkat malam
Bumi
berpeluh dan terbakar
Kerna
api menyala di kota Ambarawa
Orang
tua itu kembali berkata :
"Lihatlah,
hari telah fajar !
Wahai
bumi yang indah,
kita
akan berpelukan buat selama-lamanya !
Nanti
sekali waktu
seorang
cucuku
akan
menacapkan bajak
di
bumi tempatku berkubur
kemudian
akan ditanamnya benih
dan
tumbuh dengan subur
Maka
ia pun berkata :
Alangkah
gemburnya tanah di sini!"
Hari
pun lengkap malam
ketika
menutup matanya
Komentar
Posting Komentar