Blossom
Anggi Nur Fadhilah Lubis
Bukankah menjadi orang dewasa itu terlihat
menyenangkan? Ya, itu yang Aeri lihat
dari orang di sekitar nya. Tapi mengapa ketika Aeri beranjak dewasa, hal itu
malah menjadi mimpi buruk bagi nya? Masa dewasa yang Aeri jalani terasa sangat
berat. Patah hati ini sangat sakit, membuat semangat hidup Aeri hilang
seketika. Tapi ia harus bertahan demi satu orang wanita, yang sangat ia cintai.
Dia merupakan separuh nyawa Aeri saat ini. Ibu. Ia harus harus bertahan demi ibu.
Saat pagi buta, Aeri sudah bersiap dengan sepeda dan
puluhan potong sandwich yang ia di letak dalam satu keranjang kecil. Dia
mengayuh sepedanya dengan semangat, berusaha mengalihkan patah hatinya, yang
sebenarnya sudah terpendam lama. Sesampainya di sekolah, ia berlari menuju
kantin dan menitipkan potongan sandwich itu kepada ibu kantin.
“ibu, aku titip sandwich nya ya, semuanya ada 20
buah.” Seru Aeri kepada ibu kantin dengan senyum lebarnya.
“baik, nak.” Balas ibu kantin yang sedang memanaskan
sesuatu di atas kompornya. Ibu itu bergegas mengambil sandwich yang diberikan
Aeri dan menatanya di etalase kantin.
“terima kasih, bu. Sampai jumpa nanti sore.” Ucap Aeri
yang tetap memamerkan senyumnya dan berlalu menuju kelasnya.
Sesampainya di kelas, Aeri disambut oleh keheningan.
Belum ada orang yang datang. Aeri melirik jam tangan nya yang merupakan
pemberian terakhir ayahnya dua tahun silam. Aeri tidak pernah melepas jam
tangan itu sedetikpun dari pergelangan tangannya, kecuali saat ia mandi. Sebab
setiap melihat jam tangan itu Aeri selalu teringat bagaimana ekspresi bahagia
ayah, yang memberinya jam tangan ini tepat jam 12 malam, di pergantian hari
menuju hari ulang tahunnya. Itu adalah hari ulang tahun terakhirnya bersama
ayah.
Ternyata jam masih menunjukkan pukul 6.15 pagi. Aeri
pun tersenyum kecil dan duduk
dikursinya. Karena merasa bosan, Aeri berkeliling kelas, tadinya ia ingin
merapikan kelas yang sedikit berantakan, karena ditinggal weekend selama dua hari. Namun, atensinya terpaku pada sticky notes berwarna pink cerah. Ia pun
menarik kertas itu dan membacanya.
“Lulur!” Aeri tersentak kaget. Ia berbalik badan untuk
melihat siapa yang mengejutkannya.
“ih! Lulu, kamu bikin kaget aja deh.” Ternyata orang
itu adalah Lulu. Sahabat Aeri di kampus.
“hehehe. Kamu lagi ngapain sih? Serius amat tadi.”
“enggak, tadi aku lagi rapi-rapi kelas aja kok.” Aeri
dengan cepat menyelipkan sticky notes
tadi di tumpukan buku yang ia temukan.
“rajin banget pagi-pagi..”
“harus dong, emangnnya kamu..”
“emangnya aku kenapa?” jawab Lulu sambil menatap Aeri
dengan mata belonya.
“udah deh, jangan natap aku kaya gitu.” Aeri bergidik
ngeri dengan tatapan mata Lulu.
Sepulang sekolah Aeri singgah di kantin, untuk
mengambil sisa sandwich yang ia titip di ibu kantin tadi pagi. Dan ternyata
sandwich itu hanya tersisa dua dari puluhan sandwich, Aeri sangat senang.
Aeri pun dengan
semangat mengayuh sepedanya. Tapi di perjalanan pulang, ia teringat dengan sticky notes yang dibacanya tadi pagi.
Ia dengan buru-buru turun dari sepedanya, dan berlari kencang menuju kelas.
Setelah mendapat sticky notes itu,
Aeri pun pulang.
Malam ini sangat
dingin, dengan ditemani selimut tebal, Aeri duduk di tengah ranjang dan
mengambil sticky note tadi dan
menatapnya dengan nanar.
I love you Aeri
Forever and ever
Wait for me, ok?
-de♥
Aeri sangat tidak menyangka akan menemukan sticky note itu, setelah hampir
setahun kepergian orang itu. Mata Aeri
berkaca-kaca, ia sangat patah hati bagaimana laki-laki itu pergi tanpa memberi
tahunya terlebih dahulu. Sepertinya sticky
note ini sudah lama, tapi Aeri baru menemukannya sekarang, bahkan kertasnya
terlihat using dan sudah dilapisi dengan debu. Ia pun mengusap ekor matanya
yang basah sambil mengusap sticky note
berdebu itu dan berusaha untuk tidak menangisi lelaki itu lagi. Ia beranjak
dari ranjang dan mengacau ibu yang sedang masak makan malam mereka.
“Aeri, kenapa mata mu terlihat merah?” Tanya ibu yang
melihat mata Aeri yang sedikit berbeda.
“tidak ibu, mungkin tadi terkena debu.” Elak Aeri
dengan sedikit mengucek matanya, seolah benar bahwa ada debu yang masuk ke
matanya.
“yasudah, bantu ibu meletakkan mangkuk ini ke meja,
hm?”
“siap, ibu peri!” balasa Aeri dengan semangat.
Mereka pun makan malam diiringi oleh celotehan Aeri
kepada sang ibu, bagaimana hari ini ia mendapatkan nilai yang bagus, mendapat
pujian dari dosen mata kuliah favoritnya, hingga sandwich yang ia jual nyaris
habis. Ibu pun meladeni setiap perkataan Aeri. Sudah lama ia tidak melihat
puterinya menjadi cerewet seperti ini.
Padahal ibu tidak tahu, semua yang dilakukan Aeri
yaitu berusaha untuk melupakan sosok lelaki yang Aeri cintai yang pergi begitu
saja.
Pada akhirnya malam ini Aeri memutuskan untuk tidur
didekapan ibu yang hangat.
●
Pagi hari yang cerah,
Aeri duduk di bangku taman belakang kampus. Ia melamun sambil memangku tangan
di depan dada dan tatapannya fokus pada dua ekor burung yang sedang bertengger.
Ia tersenyum kecut, bahkan burung saja bahagia dengan pasangannya.
Ketika terhanyut dengan
angin pagi yang menyegarkan, tiba-tiba saja Aeri terjengat karena tumpukan buah
strawberry segar tersedia di depan matanya. Aeri pun berbalik badan dan sangat
terkejut melihat orang yang berada di
belakang nya saat ini. Aeri pun beranjak dan memeluk orang itu dengan haru.
Bahkan wanginya masih tetap sama, pikir Aeri.
“kau jahat!” pekik
Aeri, namun ia masih belum melepaskan pelukannya itu. Setitik air mata sudah
jatuh mengikuti gravitasi bumi.
“I’m sorry. Maaf, aku pergi lama dan ga ada ngabarin kamu. Sekarang
aku udah balik, jangan nangis lagi dong.” Ucap orang itu dengan suara
lembutnya.
Ia dengan telaten
memapah Aeri untuk kembali duduk di bangku taman dan mengusap muka kecil Aeri
dengan tangan raksasanya. Kemudian ia mengambil satu strawberry yang dibawanya
tadi dan menyuap Aeri dengan buah kesukannya itu. Aeri pun tersenyum, matanya
ikut tenggelam karena senyuman nya yang begitu semangat. Daelano sangat
merindukan mata itu.
Daelano Elan Park. Ya, dia yang selama ini Aeri tunggu. Dia adalah pria yang membuat masa menuju dewasanya lebih berwarna dan tidak selalu berwarna kelabu. Mereka pun menceritakan masing-masing apa yang terjadi setahun belakangan. Sekarang Aeri sudah tersenyum dengan lega dan tulus. Senyumannya sudah kembali memekar dengan indah, seperti spring blossom, bunga di musim semi. Alasannya untuk bahagia sudah kembali.
Profil Singkat
0 Komentar