Karya Mahasiswa PBSI pada Gerakan Literasi Mahasiswa 2021-2022

 Blossom

Anggi Nur Fadhilah Lubis

 

Bukankah menjadi orang dewasa itu terlihat menyenangkan? Ya, itu yang  Aeri lihat dari orang di sekitar nya. Tapi mengapa ketika Aeri beranjak dewasa, hal itu malah menjadi mimpi buruk bagi nya? Masa dewasa yang Aeri jalani terasa sangat berat. Patah hati ini sangat sakit, membuat semangat hidup Aeri hilang seketika. Tapi ia harus bertahan demi satu orang wanita, yang sangat ia cintai. Dia merupakan separuh nyawa Aeri saat ini. Ibu. Ia  harus harus bertahan demi ibu.

Saat pagi buta, Aeri sudah bersiap dengan sepeda dan puluhan potong sandwich yang ia di letak dalam satu keranjang kecil. Dia mengayuh sepedanya dengan semangat, berusaha mengalihkan patah hatinya, yang sebenarnya sudah terpendam lama. Sesampainya di sekolah, ia berlari menuju kantin dan menitipkan potongan sandwich itu kepada ibu kantin.

“ibu, aku titip sandwich nya ya, semuanya ada 20 buah.” Seru Aeri kepada ibu kantin dengan senyum lebarnya.

“baik, nak.” Balas ibu kantin yang sedang memanaskan sesuatu di atas kompornya. Ibu itu bergegas mengambil sandwich yang diberikan Aeri dan menatanya di etalase kantin.

“terima kasih, bu. Sampai jumpa nanti sore.” Ucap Aeri yang tetap memamerkan senyumnya dan berlalu menuju kelasnya.

 

Sesampainya di kelas, Aeri disambut oleh keheningan. Belum ada orang yang datang. Aeri melirik jam tangan nya yang merupakan pemberian terakhir ayahnya dua tahun silam. Aeri tidak pernah melepas jam tangan itu sedetikpun dari pergelangan tangannya, kecuali saat ia mandi. Sebab setiap melihat jam tangan itu Aeri selalu teringat bagaimana ekspresi bahagia ayah, yang memberinya jam tangan ini tepat jam 12 malam, di pergantian hari menuju hari ulang tahunnya. Itu adalah hari ulang tahun terakhirnya bersama ayah.

 

Ternyata jam masih menunjukkan pukul 6.15 pagi. Aeri pun tersenyum kecil dan  duduk dikursinya. Karena merasa bosan, Aeri berkeliling kelas, tadinya ia ingin merapikan kelas yang sedikit berantakan, karena ditinggal weekend selama dua hari. Namun, atensinya terpaku pada sticky notes berwarna pink cerah. Ia pun menarik kertas itu dan membacanya.

“Lulur!” Aeri tersentak kaget. Ia berbalik badan untuk melihat siapa yang mengejutkannya.

“ih! Lulu, kamu bikin kaget aja deh.” Ternyata orang itu adalah Lulu. Sahabat Aeri di kampus.

“hehehe. Kamu lagi ngapain sih? Serius amat tadi.”

“enggak, tadi aku lagi rapi-rapi kelas aja kok.” Aeri dengan cepat menyelipkan sticky notes tadi di tumpukan buku yang ia temukan.

“rajin banget pagi-pagi..”

“harus dong, emangnnya kamu..”

“emangnya aku kenapa?” jawab Lulu sambil menatap Aeri dengan mata belonya.

“udah deh, jangan natap aku kaya gitu.” Aeri bergidik ngeri dengan tatapan mata Lulu.

 

Sepulang sekolah Aeri singgah di kantin, untuk mengambil sisa sandwich yang ia titip di ibu kantin tadi pagi. Dan ternyata sandwich itu hanya tersisa dua dari puluhan sandwich, Aeri sangat senang.

            Aeri pun dengan semangat mengayuh sepedanya. Tapi di perjalanan pulang, ia teringat dengan sticky notes yang dibacanya tadi pagi. Ia dengan buru-buru turun dari sepedanya, dan berlari kencang menuju kelas. Setelah mendapat sticky notes itu, Aeri pun pulang.

 

            Malam ini sangat dingin, dengan ditemani selimut tebal, Aeri duduk di tengah ranjang dan mengambil sticky note tadi dan menatapnya dengan nanar.

 

I love you Aeri

Forever and ever

Wait for me, ok?

      -de

 

Aeri sangat tidak menyangka akan menemukan sticky note itu, setelah hampir setahun  kepergian orang itu. Mata Aeri berkaca-kaca, ia sangat patah hati bagaimana laki-laki itu pergi tanpa memberi tahunya terlebih dahulu. Sepertinya sticky note ini sudah lama, tapi Aeri baru menemukannya sekarang, bahkan kertasnya terlihat using dan sudah dilapisi dengan debu. Ia pun mengusap ekor matanya yang basah sambil mengusap sticky note berdebu itu dan berusaha untuk tidak menangisi lelaki itu lagi. Ia beranjak dari ranjang dan mengacau ibu yang sedang masak makan malam mereka.

“Aeri, kenapa mata mu terlihat merah?” Tanya ibu yang melihat mata Aeri yang sedikit berbeda.

“tidak ibu, mungkin tadi terkena debu.” Elak Aeri dengan sedikit mengucek matanya, seolah benar bahwa ada debu yang masuk ke matanya.

“yasudah, bantu ibu meletakkan mangkuk ini ke meja, hm?”

“siap, ibu peri!” balasa Aeri dengan semangat.

 

Mereka pun makan malam diiringi oleh celotehan Aeri kepada sang ibu, bagaimana hari ini ia mendapatkan nilai yang bagus, mendapat pujian dari dosen mata kuliah favoritnya, hingga sandwich yang ia jual nyaris habis. Ibu pun meladeni setiap perkataan Aeri. Sudah lama ia tidak melihat puterinya menjadi cerewet seperti ini.

Padahal ibu tidak tahu, semua yang dilakukan Aeri yaitu berusaha untuk melupakan sosok lelaki yang Aeri cintai yang pergi begitu saja.

Pada akhirnya malam ini Aeri memutuskan untuk tidur didekapan ibu yang hangat.

            Pagi hari yang cerah, Aeri duduk di bangku taman belakang kampus. Ia melamun sambil memangku tangan di depan dada dan tatapannya fokus pada dua ekor burung yang sedang bertengger. Ia tersenyum kecut, bahkan burung saja bahagia dengan pasangannya.

            Ketika terhanyut dengan angin pagi yang menyegarkan, tiba-tiba saja Aeri terjengat karena tumpukan buah strawberry segar tersedia di depan matanya. Aeri pun berbalik badan dan sangat terkejut melihat orang yang berada  di belakang nya saat ini. Aeri pun beranjak dan memeluk orang itu dengan haru. Bahkan wanginya masih tetap sama, pikir Aeri.

            “kau jahat!” pekik Aeri, namun ia masih belum melepaskan pelukannya itu. Setitik air mata sudah jatuh mengikuti gravitasi bumi.

            “I’m sorry. Maaf, aku pergi lama dan ga ada ngabarin kamu. Sekarang aku udah balik, jangan nangis lagi dong.” Ucap orang itu dengan suara lembutnya.

            Ia dengan telaten memapah Aeri untuk kembali duduk di bangku taman dan mengusap muka kecil Aeri dengan tangan raksasanya. Kemudian ia mengambil satu strawberry yang dibawanya tadi dan menyuap Aeri dengan buah kesukannya itu. Aeri pun tersenyum, matanya ikut tenggelam karena senyuman nya yang begitu semangat. Daelano sangat merindukan mata itu.

Daelano Elan Park. Ya, dia yang selama ini Aeri tunggu. Dia adalah pria yang membuat masa menuju dewasanya lebih berwarna dan tidak selalu berwarna kelabu. Mereka pun menceritakan masing-masing apa yang terjadi setahun belakangan. Sekarang Aeri sudah tersenyum dengan lega dan tulus. Senyumannya sudah kembali memekar dengan indah, seperti spring blossom, bunga di musim semi.  Alasannya untuk bahagia sudah kembali.


Profil Singkat




Anggi Nur Fadhilah Lubis. Lahir 13 Mei 2003 di Pekanbaru, Riau. Anggi merupakan puteri pertama dari pasangan Angler Lubis dan Yenni Suriatna Nasution. Ayah bekerja sebagai karyawan di salah satu perusahaan swasta. Sedangkan ibu adalah seorang ibu rumah tangga. Anggi bersekolah di SD Taruna Andalan, SMP Plus Taruna Andalan, SMA Plus Taruna Andalan. Anggi sangat tertarik pada bidang seni. Seperti melukis dan mewarnai. Hal yang sering  dilakukan pada waktu luang, yaitu membaca dan journaling.

 


Posting Komentar

0 Komentar