Tantangan Seminggu Tanpa Gawai
Rani Alvira Aisyah
"Ma,
tolong donk jangan sibuk dengan Hp terus." Protes Arya ke istrinya yang
sedari pagi jari lentiknya menari-nari di atas gawai.
"Iya,
Pa. Sebentar nih nanggung, lagi seru banget, Pa." Sahut Risa tanpa menoleh
pada suaminya.
"Hufff
...." Dengus Arya kesal seraya melangkah keluar kamar meninggalkan
istrinya yang masih berada di peraduan dengan dunia mayanya.
Semenjak
memakai gawai baru, Risa sering menghabiskan waktunya hanya untuk berselancar
di dunia maya. Terkadang Arya melihat istrinya tertawa sendiri, bahkan sampai
ngakak sambil memukul bantal. Terkadang ia juga memergoki istrinya menangis
sambil menggigit ujung bantal.
Hari
ini, Arya melihat istrinya ngomel-ngomel sendiri. Entah apa sebabnya. Namun,
selang beberapa menit sudah kembali tertawa terpingkal-pingkal.
"Ah,
lama-lama kalau dibiarin bisa gila istriku itu. Jiwanya jadi ga labil. Sebentar
nangis, sebentar tertawa.' Batin Arya khawatir.
Arya
kembali ke kamar, membawakan segelas jus melon untuk istri tercintanya.
"Ma,
minum dulu nih jus melonnya. Biar seger." Ucap Arya sembari menyerahkan
segelas jus yang ia bawa dan duduk di tepi ranjang.
Ia
pandangi istrinya, wanita berparas cantik dengan kulit bak pualam. Tak pernah
jemu Arya memandang wajah cantik istrinya, hanya saja semenjak kehadiran gawai
baru itu, justru perhatian istrinya berkurang.
"Ma,
lihat papa, deh."
Sejenak
Risa mengalihkan pandangan ke suaminya. Lelaki berkacamata itu nampak tersenyum
manis. Manis sekali.
"Iya,
Papa sayang. Ada apa?" Akhirnya Risa meletakkan gawai dan tangan kanannya
menyentuh lembut pipi suaminya.
"Papa
punya tantangan untuk mama."
"Apa?"
"Seminggu
tanpa gawai."
Risa
kembali menekuri wajah suaminya dengan tatapan serius.
"Rewardnya?"
"Apa
saja yang mama minta."
"Yang
bener?"
"Iya,
asal benar-benar tak menyentuh gawai. Nanti untuk komunikasi, papa belikan Hp
jadul."
"Hmm
.... Ok, deal." Seru Risa sambil menyalami tangan Arya.
Arya
tersenyum. Ia berharap dengan tantangan itu istrinya ada perubahan menjadi
lebih perhatian dengannya.
Keesokan
hari, tantangan dimulai. Arya mengambil gawai istrinya dan menyimpannya.
Sebagai ganti alat komunikasi, Arya telah menyiapkan Hp jadul yang hanya bisa
telpon dan SMS.
*Hari
pertama
Pulang
kerja Arya melihat rumahnya begitu rapi, tak ada pakaian yang berantakan.
Piring kotor yang biasanya numpuk berhari-hari tidak nampak lagi. Semua sudah
tertata rapi di rak.
"Selamat
sore, papa sayang." Sambut Risa sambil bergelayut manja di leher suaminya.
"Mama
kok udah wangi, tumben."
"Iya
donk ...." Risa tersenyum dan melepas tangannya yang melingkari leher Arya
dan membiarkan lelaki itu ke kamar mandi.
Hari
pertama, Arya bahagia melihat perubahan istrinya. Ternyata benar, gawai itu
penyebab istrinya berubah. Gawai itulah yang menyita banyak waktu Risa
untuknya.
Senyum
Arya makin mengembang ketika malamnya ia mendapatkan pelayanan lebih dari
istrinya.
*Hari
Kedua
Saat pulang
kerja, ia dapati istrinya tengah sibuk dengan pot bunga yang berada di teras
rumah. Beberapa kali menggeser memindahkan pot-pot itu.
"Papa
sudah pulang. Maaf, sayang. Tangan mama kotor." Ucap Risa sambil tersenyum
ke suaminya dan memberikan pipi kanannya untuk dicium suaminya.
"Iya,
tak apa. Mama jangan terlalu capek, itu pot yang berat biar papa nanti yang
geser."
"Iya,
Sayang. Papa kalau mau makan sudah aku siapin piring di meja."
"Makasih,
Sayang." Kembali Arya mengecup dahi istrinya, kemudian masuk ke rumah.
Hari
kedua makin membuat Arya bahagia karena istrinya benar-benar jauh berubah.
Bahkan sekarang lebih rajin dari sebelum-sebelumnya.
*Hari
ketiga
"Maaf,
Pa. Mama bangun kesiangan karena semalam ga bisa tidur." Ucap Risa sambil
mengucek mata.
"Iya,
tak apa, Ma. Ini pasti karena mama kecapekan kemarin. Papa udah beli sarapan
untuk mama, nanti di makan ya. Papa berangkat kerja dulu." Pamit Arya dan
tak lupa mengecup kening istrinya.
Arya
pergi dengan senyum bahagianya. Hari-hari yang ia rasakan semenjak istrinya tak
menyentuh gawai begitu membuatnya semakin semangat.
Sore
hari saat ia pulang, Arya terheran-heran. Tak ia temui istrinya sedang sibuk
atau menyambutnya. Ia coba menuju kamar dan benar saja, istrinya terpekur di
atas kasur. Di depannya berserakan banyak kertas HVS putih penuh dengan
coretan, coretan yang jelas menyiratkan kekesalan.
"Mama
kenapa?"
"Ga
ada apa-apa, Pa."
"Kok
banyak kertas dicoret-coret begini?"
"Mencoba
menulis sesuatu, Pa. Tapi salah terus, jadi mama sebel."
"Ooh."
Hanya itu yang mampu terucap dari mulut Arya.
Ia
pungut semua kertas HVS yang berserakan di lantai dan juga di atas kasur. Ia
susun rapi dan di letakkan di atas meja rias.
Sedangkan
Risa masih termangu, diam dengan pandangan kosong.
"Mama
baik-baik saja?"
"Papa
ingat kalung yang dipajang di toko emas waktu itu ga?" Tanya Risa tanpa
menghiraukan pertanyaan suaminya.
Arya
mencoba mengingat kembali saat ia dan Risa di toko emas untuk menukar anting
Risa yang patah. Disana memang ada sebuah kalung emas putih dengan liontin
berbentuk hati yang ditengahnya ada detail bunga mawar dengan tangkainya full
satu set lengkap dengan cincin dan anting.
"Iya,
ingat. Kalung set yang harganya tiga puluh juta itu, kan?"
"Ho-oh,
papa ingat?"
Arya
mengangguk, rasa khawatir mulai menyelinap masuk.
“Mama
mau itu, Pa” Mata Risa berbinar Ketika mengatakan itu.
Namun
tidak untuk Arya, ia menelan saliva kuat-kuat. Persendiannya serasa lemas .
Namun ia tak ingin memperlihatkan ke istrinya. Ia coba untuk tersenyum.
“Kalau
Mama berhasil dengan tantangan Papa, nanti Papa belikan.”
“Papa
yakin?”
Arya
hanya mengangguk dan tetap memaksakan tersenyum.
Malam
itu Arya tak bisa tidur nyenyak . Berkali-kali mengubah posisi tidur namun tak
juga bisa terpejam.
Disaat
Arya yang gelisah , Risa yang tidur membelakangi suaminya tersenyum penuh arti.
*Hari
keempat
Risa
bangun lebih awal dan menyiapkan sarapan untuk suaminya. Pagi itu ia sambut
suaminya dengan senyum penuh Bahagia. Berbeda dengan Arya, wajahnya Nampak sayu karena kurang tidur.
Binar bahagia yang sebelumnya selalu muncul kini tak Nampak seolah sirna dengan
kekhawatiran yang sangat besar. Sepanjang perjalanan berangkat kerja ia memutar
otak bagaimana caranya agar memenuhi permintaan istrinya.
[pa ,
udah jam 9 malam kok papa belum pulang?] Sms Risa pada suaminya.
Arya
hanya membaca tanpa membalas, pikirannya sibuk mencari cara agar ia dapat
memenuhi janji yang ia ucapkan.
Hari
ke-empat, kelima terlewati dengan kegundahan. Arya pulang larut malam, ia
terpaksa kerja sambilan setelah pulang dari kantornya.
Malam
itu Arya pulang pukul 11.00 malam, ia terkejut Ketika melihat keadaan rumah.
Piring kotor bekas sarapan tadi pagi masih di atas meja, posisinya tak bergeser
sedikitpun, masih sama saat ia meninggalkan rumah saat ingin berangkat ke
kantor. Pakaian kotor juga sudah menggunung memenuhi ember besar.
Lebih
terkesiap lagi Ketika membuka kamar, ia melihat kamar seperti kapal pecah,
semua pakaian di lemari berserakan dimana-mana. Remasan kertas HVS juga
memenuhi lantai.
Pandangannya
beredar menyapu ke seluruh kamar. Nampak istrinya di atas ranjang, menatap
gusar.
“Mama
kenapa?” Tanya Arya keheranan karena melihat istrinya seperti orang kesetanan.
“Papa
taruh mana gawai Mama!!!” Teriak Risa
“Lho
memang kenapa?”
“Papa
itu memang gak peka”
“Maksudnya?”
"Papa
nggak tahu aku tersiksa tanpa gawai itu!"
Arya
mengernyitkan dahibtak mengerti karena selama ini dia lihat istrinya baik-baik
saja tanpa gawai.
"
Papa nggak tahu kalau itu hiburan Mama satu-satunya saat papa kerja Papa nggak
tahu kalau hanya dengan membaca cerpen di medsos aku mendapatkan obat Lelahku.
Apa Papa tahu aku lelah dengan pekerjaan rumah aku bosan dengan waktu sendirian
sedangkan Papa tak mengizinkan aku nimbrung ke tetangga." Panjang lebar
Risa mengutarakan isi hatinya.
Getir
terasa dihati Arya. Begitu bodohnya ia tak bisa memahami isinya menjadi
kesibukan yang ia lakukan itu hanya untuk membunuh kebosanannya?.
Arya
menjongkokkan badannya memungut kertas yang ada di lantai, Ia membuka coretan
yang menyiratkan kekesalan nampak jelas dari goresan tinta itu bahkan ada
bagian yang sobek akibat ujung pulpen.
'Ah,
kenapa Aku tak peka. aku pikir dia akan menjadi lebih baik tanpa gawai, tapi
pada akhirnya justru ia lebih gila dari sebelumnya bahkan tega meminta
perhiasan seharga 30 juta. ' Batin Arya, tangannya meremas kembali kertas itu.
Sejenak
raut muka Ayah penuh penyesalan, namun tak berlangsung lama ia berdiri dan
berbalik memandang Risa yang masih tersedu.
"Ini
gawaimu Ambillah." Ucap Arya sambil menyodorkan benda pipih berwarna rose
gold itu.
"Jadi
Papa selama ini naruh gawaiku di bawa kasur?" Delik setelah tahu dari mana
Arya mengambil gawainya.
"Iya."
Arya tersenyum.
Senyum
Arya kembali mengembang perasaan lega memenuhi hatinya. Misi tantangan seminggu
tanpa gawai tak berhasil Risa selesaikan dan itu artinya Arya kembali bernapas
normal dan tak perlu pusing lagi uang tabungannya akan tetap aman.
Rani Alvira Aisyah. Lahir di
Sering, 19 Januari 2003. Rani beralamat di Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Riau. Rani Berasala dari
SMA NEGERI BERNAS. Mulai belajar di Universitas Riau pada tahun 2021.
Rani merupakan Mahasiswa Pendidikan Bahasa Sastra dan Indonesia Universitas Riau. Rani
memiliki hobi memasak, nyanyi, dan travelling.
0 Komentar