Karya Mahasiswa PBSI pada Gerakan Literasi Mahasiswa 2021-2022

 Tantangan Seminggu Tanpa Gawai

Rani Alvira Aisyah

 

"Ma, tolong donk jangan sibuk dengan Hp terus." Protes Arya ke istrinya yang sedari pagi jari lentiknya menari-nari di atas gawai.

"Iya, Pa. Sebentar nih nanggung, lagi seru banget, Pa." Sahut Risa tanpa menoleh pada suaminya.

"Hufff ...." Dengus Arya kesal seraya melangkah keluar kamar meninggalkan istrinya yang masih berada di peraduan dengan dunia mayanya.

Semenjak memakai gawai baru, Risa sering menghabiskan waktunya hanya untuk berselancar di dunia maya. Terkadang Arya melihat istrinya tertawa sendiri, bahkan sampai ngakak sambil memukul bantal. Terkadang ia juga memergoki istrinya menangis sambil menggigit ujung bantal.

Hari ini, Arya melihat istrinya ngomel-ngomel sendiri. Entah apa sebabnya. Namun, selang beberapa menit sudah kembali tertawa terpingkal-pingkal.

"Ah, lama-lama kalau dibiarin bisa gila istriku itu. Jiwanya jadi ga labil. Sebentar nangis, sebentar tertawa.' Batin Arya khawatir.

Arya kembali ke kamar, membawakan segelas jus melon untuk istri tercintanya.

"Ma, minum dulu nih jus melonnya. Biar seger." Ucap Arya sembari menyerahkan segelas jus yang ia bawa dan duduk di tepi ranjang.

Ia pandangi istrinya, wanita berparas cantik dengan kulit bak pualam. Tak pernah jemu Arya memandang wajah cantik istrinya, hanya saja semenjak kehadiran gawai baru itu, justru perhatian istrinya berkurang.

"Ma, lihat papa, deh."

Sejenak Risa mengalihkan pandangan ke suaminya. Lelaki berkacamata itu nampak tersenyum manis. Manis sekali.

"Iya, Papa sayang. Ada apa?" Akhirnya Risa meletakkan gawai dan tangan kanannya menyentuh lembut pipi suaminya.

"Papa punya tantangan untuk mama."

"Apa?"

"Seminggu tanpa gawai."

Risa kembali menekuri wajah suaminya dengan tatapan serius.

"Rewardnya?"

"Apa saja yang mama minta."

"Yang bener?"

"Iya, asal benar-benar tak menyentuh gawai. Nanti untuk komunikasi, papa belikan Hp jadul."

"Hmm .... Ok, deal." Seru Risa sambil menyalami tangan Arya.

Arya tersenyum. Ia berharap dengan tantangan itu istrinya ada perubahan menjadi lebih perhatian dengannya.

Keesokan hari, tantangan dimulai. Arya mengambil gawai istrinya dan menyimpannya. Sebagai ganti alat komunikasi, Arya telah menyiapkan Hp jadul yang hanya bisa telpon dan SMS.

*Hari pertama

Pulang kerja Arya melihat rumahnya begitu rapi, tak ada pakaian yang berantakan. Piring kotor yang biasanya numpuk berhari-hari tidak nampak lagi. Semua sudah tertata rapi di rak.

"Selamat sore, papa sayang." Sambut Risa sambil bergelayut manja di leher suaminya.

"Mama kok udah wangi, tumben."

"Iya donk ...." Risa tersenyum dan melepas tangannya yang melingkari leher Arya dan membiarkan lelaki itu ke kamar mandi.

Hari pertama, Arya bahagia melihat perubahan istrinya. Ternyata benar, gawai itu penyebab istrinya berubah. Gawai itulah yang menyita banyak waktu Risa untuknya.

Senyum Arya makin mengembang ketika malamnya ia mendapatkan pelayanan lebih dari istrinya.

*Hari Kedua

Saat pulang kerja, ia dapati istrinya tengah sibuk dengan pot bunga yang berada di teras rumah. Beberapa kali menggeser memindahkan pot-pot itu.

"Papa sudah pulang. Maaf, sayang. Tangan mama kotor." Ucap Risa sambil tersenyum ke suaminya dan memberikan pipi kanannya untuk dicium suaminya.

"Iya, tak apa. Mama jangan terlalu capek, itu pot yang berat biar papa nanti yang geser."

"Iya, Sayang. Papa kalau mau makan sudah aku siapin piring di meja."

"Makasih, Sayang." Kembali Arya mengecup dahi istrinya, kemudian masuk ke rumah.

Hari kedua makin membuat Arya bahagia karena istrinya benar-benar jauh berubah. Bahkan sekarang lebih rajin dari sebelum-sebelumnya.

*Hari ketiga

"Maaf, Pa. Mama bangun kesiangan karena semalam ga bisa tidur." Ucap Risa sambil mengucek mata.

"Iya, tak apa, Ma. Ini pasti karena mama kecapekan kemarin. Papa udah beli sarapan untuk mama, nanti di makan ya. Papa berangkat kerja dulu." Pamit Arya dan tak lupa mengecup kening istrinya.

Arya pergi dengan senyum bahagianya. Hari-hari yang ia rasakan semenjak istrinya tak menyentuh gawai begitu membuatnya semakin semangat.

Sore hari saat ia pulang, Arya terheran-heran. Tak ia temui istrinya sedang sibuk atau menyambutnya. Ia coba menuju kamar dan benar saja, istrinya terpekur di atas kasur. Di depannya berserakan banyak kertas HVS putih penuh dengan coretan, coretan yang jelas menyiratkan kekesalan.

"Mama kenapa?"

"Ga ada apa-apa, Pa."

"Kok banyak kertas dicoret-coret begini?"

"Mencoba menulis sesuatu, Pa. Tapi salah terus, jadi mama sebel."

"Ooh." Hanya itu yang mampu terucap dari mulut Arya.

Ia pungut semua kertas HVS yang berserakan di lantai dan juga di atas kasur. Ia susun rapi dan di letakkan di atas meja rias.

Sedangkan Risa masih termangu, diam dengan pandangan kosong.

"Mama baik-baik saja?"

"Papa ingat kalung yang dipajang di toko emas waktu itu ga?" Tanya Risa tanpa menghiraukan pertanyaan suaminya.

Arya mencoba mengingat kembali saat ia dan Risa di toko emas untuk menukar anting Risa yang patah. Disana memang ada sebuah kalung emas putih dengan liontin berbentuk hati yang ditengahnya ada detail bunga mawar dengan tangkainya full satu set lengkap dengan cincin dan anting.

"Iya, ingat. Kalung set yang harganya tiga puluh juta itu, kan?"

"Ho-oh, papa ingat?"

Arya mengangguk, rasa khawatir mulai menyelinap masuk.

“Mama mau itu, Pa” Mata Risa berbinar Ketika mengatakan itu.

Namun tidak untuk Arya, ia menelan saliva kuat-kuat. Persendiannya serasa lemas . Namun ia tak ingin memperlihatkan ke istrinya. Ia coba untuk tersenyum.

“Kalau Mama berhasil dengan tantangan Papa, nanti Papa belikan.”

“Papa yakin?”

Arya hanya mengangguk dan tetap memaksakan tersenyum.

Malam itu Arya tak bisa tidur nyenyak . Berkali-kali mengubah posisi tidur namun tak juga bisa terpejam.

Disaat Arya yang gelisah , Risa yang tidur membelakangi suaminya tersenyum penuh arti.

*Hari keempat

Risa bangun lebih awal dan menyiapkan sarapan untuk suaminya. Pagi itu ia sambut suaminya dengan senyum penuh Bahagia. Berbeda dengan Arya,  wajahnya Nampak sayu karena kurang tidur. Binar bahagia yang sebelumnya selalu muncul kini tak Nampak seolah sirna dengan kekhawatiran yang sangat besar. Sepanjang perjalanan berangkat kerja ia memutar otak bagaimana caranya agar memenuhi permintaan istrinya.

[pa , udah jam 9 malam kok papa belum pulang?] Sms Risa pada suaminya.

Arya hanya membaca tanpa membalas, pikirannya sibuk mencari cara agar ia dapat memenuhi janji yang ia ucapkan.

Hari ke-empat, kelima terlewati dengan kegundahan. Arya pulang larut malam, ia terpaksa kerja sambilan setelah pulang dari kantornya.

Malam itu Arya pulang pukul 11.00 malam, ia terkejut Ketika melihat keadaan rumah. Piring kotor bekas sarapan tadi pagi masih di atas meja, posisinya tak bergeser sedikitpun, masih sama saat ia meninggalkan rumah saat ingin berangkat ke kantor. Pakaian kotor juga sudah menggunung memenuhi ember besar.

Lebih terkesiap lagi Ketika membuka kamar, ia melihat kamar seperti kapal pecah, semua pakaian di lemari berserakan dimana-mana. Remasan kertas HVS juga memenuhi lantai.

Pandangannya beredar menyapu ke seluruh kamar. Nampak istrinya di atas ranjang, menatap gusar.

“Mama kenapa?” Tanya Arya keheranan karena melihat istrinya seperti orang kesetanan.

“Papa taruh mana gawai Mama!!!” Teriak Risa

“Lho memang kenapa?”

“Papa itu memang gak peka”

“Maksudnya?”

"Papa nggak tahu aku tersiksa tanpa gawai itu!"

Arya mengernyitkan dahibtak mengerti karena selama ini dia lihat istrinya baik-baik saja tanpa gawai.

" Papa nggak tahu kalau itu hiburan Mama satu-satunya saat papa kerja Papa nggak tahu kalau hanya dengan membaca cerpen di medsos aku mendapatkan obat Lelahku. Apa Papa tahu aku lelah dengan pekerjaan rumah aku bosan dengan waktu sendirian sedangkan Papa tak mengizinkan aku nimbrung ke tetangga." Panjang lebar Risa mengutarakan isi hatinya.

Getir terasa dihati Arya. Begitu bodohnya ia tak bisa memahami isinya menjadi kesibukan yang ia lakukan itu hanya untuk membunuh kebosanannya?.

Arya menjongkokkan badannya memungut kertas yang ada di lantai, Ia membuka coretan yang menyiratkan kekesalan nampak jelas dari goresan tinta itu bahkan ada bagian yang sobek akibat ujung pulpen.

'Ah, kenapa Aku tak peka. aku pikir dia akan menjadi lebih baik tanpa gawai, tapi pada akhirnya justru ia lebih gila dari sebelumnya bahkan tega meminta perhiasan seharga 30 juta. ' Batin Arya, tangannya meremas kembali kertas itu.

Sejenak raut muka Ayah penuh penyesalan, namun tak berlangsung lama ia berdiri dan berbalik memandang Risa yang masih tersedu.

 

"Ini gawaimu Ambillah." Ucap Arya sambil menyodorkan benda pipih berwarna rose gold itu.

"Jadi Papa selama ini naruh gawaiku di bawa kasur?" Delik setelah tahu dari mana Arya mengambil gawainya.

"Iya." Arya tersenyum.

Senyum Arya kembali mengembang perasaan lega memenuhi hatinya. Misi tantangan seminggu tanpa gawai tak berhasil Risa selesaikan dan itu artinya Arya kembali bernapas normal dan tak perlu pusing lagi uang tabungannya akan tetap aman.


Profil Singkat


Rani Alvira Aisyah. Lahir di Sering, 19 Januari 2003. Rani beralamat di Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Riau. Rani Berasala dari SMA NEGERI BERNAS. Mulai belajar di Universitas Riau pada tahun 2021. Rani merupakan Mahasiswa Pendidikan Bahasa Sastra dan Indonesia Universitas Riau. Rani memiliki hobi memasak, nyanyi, dan travelling.



Posting Komentar

0 Komentar