Karya Mahasiswa PBSI pada Gerakan Literasi Mahasiswa 2021-2022

 Memicu Takdir

Khairul Rizky

 

Derum mesin mengaung ketika dinyalakan, ruang laboratorium canggih tersebut memantulkan suara mesin pembangkit tenaga yang mengaliri sebuah alat ciptaan baru seorang ilmuwan muda. Mesin waktu. Ya, benar-benar mesin waktu, dengan perangkat yang kompleks menghubungkan antara kabin utama dan panel kendali, di mana ilmuwan muda tersebut terlihat lebih tua dari usia aslinya karena telah bekerja keras selama berbulan-bulan untuk menciptakan mahakarya tersebut. Hari itu adalah percobaan terakhir untuk menguji apakah mesin tersebut berfungsi dengan baik. Ketika derum mesin berhenti berbunyi, ilmuwan tersebut muncul dari balik kabin dengan muka semringah bukan main. Padahal lusuh pakaian dan kusam penampilannya tak dapat disembunyikan. Tampak ia menghabiskan terlalu banyak waktu dalam laboratorium berdebu itu. Namun, ia terlihat begitu puas, jelas karena teknologi futuristik ciptaannya telah selesai dan teruji sesuai keinginannya.

"Namanya Dr. Sandro!" ucap Harfi, asisten sang ilmuwan, pada Ardi, anak magang di laboratorium tersebut. "Dia disebut ilmuwan gila karena terobsesi untuk menciptakan mesin waktu."

"Tapi dia berhasil, Pak," ujar Ardi.

"Ya, dengan menggadaikan seluruh hidupnya untuk proyek ini. Ia menghabiskan kekayaannya, siang malamnya, kesehatannya, di tempat ini, tak peduli sakit, tak peduli nasehat orang, puluhan kali gagal tak membuatnya surut, bahkan aku lupa kapan terakhir ia makan. Lihatlah ia seperti mayat berjalan dengan penampilannya itu. Semua demi mesin ini. Tujuan hidupnya cuma satu, pergi ke masa lalu," jelas Harfi.

"Boleh tau, kenapa?" tanya Ardi.

"Tiga tahun yang lalu, Risa, istrinya, tewas tertabrak mobil.  Sejak itu, Dr. Sandro mengalami kesedihan mendalam hingga depresi dan berambisi untuk menciptakan mesin waktu, pergi ke masa lalu untuk mencegah hal itu terjadi."

"Kecelakaan, ya?"

"Bukan, saat itu Risa berjalan kaki dari toko di seberang jalan tak jauh dari rumahnya. Tiba-tiba ada gelandangan berpenutup wajah, yang mencegah Risa untuk menyeberang. Gelandangan tersebut menyampaikan sesuatu yang membuat Risa terkejut dan ketakutan, setelah beberapa kali berbicara, gelandangan itu menarik-narik tangan Risa ke arah pinggiran jalan. Karena ketakutan, Risa melepaskan diri dan berlari menyeberangi jalan sehingga tak sadar ada mobil melintas."

Ardi bungkam. Ia memilih tak bertanya lagi, takzim saja menatap Dr. Sandro yang kini kembali memasuki kabin utama dari perangkat mesin waktunya. Sebelum pintu kabin tertutup, terlihat Dr. Sandro menutupi wajah dengan masker. "Harfi, ini saatnya!" teriak sang ilmuwan gila dari dalam kabin.

"Tapi, Pak ..."

"Tidak ada tapi-tapi, aku sudah menunggu ini lama sekali!" potong Dr. Sandro.

"Baik, Pak!" Harfi tak lagi ingin protes. Ia turun mendekati panel kendali. Mulai mengoperasikan mesin tersebut. Dalam hitungan mundur sepuluh detik, ia mengirim Dr. Sandro yang lusuh dan tampak tak terurus itu ke masa lalu.

***

Tibalah ia di tiga tahun lalu, di pinggir jalan. Sandro melangkah hati-hati. Dilihatnya istrinya baru keluar dari toko, tak jauh di seberang jalan tempat mereka tinggal. Ia tak berpikir lagi, langsung saja ia berlari menghampiri istrinya tersebut. Tak peduli penampilannya yang seperti orang gila.

"Risa, jangan menyeberang jalan!" ucapnya. Risa sendiri langsung terdiam seketika dan tampak bingung. Sandro mengulangi perkataannya, dan Risa tetap kebingungan.

"Nanti akan ada seseorang yang menganggumu di sini, membuat kamu takut hingga terjadi sesuatu. Kamu harus percaya!" ujar Sandro.

"Siapa kamu? Apa yang kamu bicarakan?" Risa mulai curiga.

"Untuk kebaikan kamu, kamu harus ikut aku dan jangan menyeberang, sebelum orang itu datang!" ucap Sandro.

"Orang aneh!" ujar Risa.

"Kumohon, ikutlah!" Mulai tak sabar, Sandro mencengkeram lengan Risa dan menariknya ke pinggir jalan. Ia takut sekali akan kehilangan lagi. Tetapi Risa yang tak mengenalnya dan tak percaya, justru curiga dan ketakutan. Ia berontak dan melepaskan diri sekuat tenaga. Sandro coba mendekap sang istri, tetapi kasip, pegangannya terlepas. Dalam ketakutan, Risa berlari menyeberangi jalan. Saat itulah teriakan Sandro menggema mengiringi benturan keras sang istri dengan mobil minivan yang datang dari arah tak terduga. Risa pun tergeletak di tengah jalan, dengan kepala mengucurkan darah.

Sandro sendiri terduduk lemas di tempatnya tadi berdiri. Air mata tak cukup menggambarkan perasaannya. Suaranya keburu habis untuk menangis. Ia tak bisa berlari mendekati mayat sang istri, sebab orang sekitar mulai ramai berdatangan. Ia merasa berdiri pun tak sanggup lagi, ketika ia menyadari hal tersebut. Satu hal penting yang mestinya ia pahami. Sekarang ia pasrah, dan tak ada lagi yang ia inginkan.

Dari balik saku celana ia mencabut sebilah pisau. Dengan senyum dan sorot mata tertuju pada ceceran darah sang istri, tangannya mulai mengayunkam pisau menuju jantung sendiri. Namun, seketika pisau itu jatuh bergedenting ke trotoar semen, saat tubuh Sandro lenyap menjadi butiran sebelum mata pisau sempat melukainya.

***


Profil Singkat


Khairul Rizky. Nama pena Riz-Q Saberka. Lahir di Talang Jerinjing, 15 Desember 2003. Beralamat di Indragiri Hulu. Memiliki hobi membaca, menulis, menonton film.

2021 A | PBSI | FKIP | UNRI



Posting Komentar

0 Komentar