Khahayan
M.Zafran Syaira
Wujud
itu nyata, yang ku ketahui apapun itu yang dapat kau lihat dan dapat kau
rasakan itu wujud namanya. Bak mata menerawang langit dan bumi, serta hati yang
tiada hentinya terisi hangat olehnya. Sebagaimana kisah ku kali ini, yang
menaruh rasa padanya yang tak bisa gapai. Namaku Adhitya, biasanya di panggil
Adhi. Seorang murid sekolah menengah kejuruan tingkat akhir dari salah satu
akademi di daerah Bandung. Aku mempunyai seorang sahabat, perempuan. Kami sudah
berteman lama sejak kecil. Seingatku kala itu perayaan ulang tahunku yang ke
tiga. Dan secara ajaib ia dan sekeluarganya pindah persis diseberang jalan
didepan rumahku. Dan kami sudah berteman sejak saat itu, entah bagaimana. Dia
masuk lewat pintu depan rumahku sambil berkata
“Selamat Ulang Tahun Adhitya...salam kenal.”
Namanya
Kirana, Cinta Kirana. Sebuah nama yang indah. Yang secara tidak langsung
memaksaku untuk membayangkan, sepercik kilauan cahaya dari tenggelamnya mentari
di ufuk barat. Kirana adalah tipe gadis yang pendiam dan pemalu. Tak pernah ku
lihat ia berbicara dengan orang lain selain dengan ku. Entah karena trauma masa
lalu, atau karena malas untuk mengekspos diri aku pun tidak tau. Yang pasti
setiap ia ingin membicarakan sesuatu pasti ia kan berbisik padaku terlebih
dahulu, dan akulah yang menjadi penyampainya.
Kini
sudah empat belas tahun lamanya aku dan Kirana bersahabat. Sudah tiba masanya tuk kami menentukan jalan
masing-masing. Walau sudah sama bersama, kirana masih seperti dulu. Terlepas
dari cara komunikasinya yang belum berubah. Kirana tetap membutuhkanku di
sampingnya sebagai penerus kalimatnya. Bahkan keherananku pun telah musnah.
Pertanyaan bagaimana dia bisa lulus
tanpa berkomunikasi satu huruf pun sudah kuanggap hal biasa. Bahkan aku belum
pernah sekalipun melihatnya tersenyum dan menangis. Hanya muka datar yang
biasanya iya tampakkan kepadaku.
Minggu
ujian akhirpun berlalu. Masa penuh tekanan pun berbanding terbalik menjadi masa
penuh senang-senang. Teman-teman lainnya sudah berencana tuk melakukan liburan.
Melepaskan semua beban dan menggantikannya dengan kebahagiaan. Tertarik akan
hal itu, untuk pertama kalinya, Kirana berkata padaku
“
Adhi..yuk..kita juga liburan” bisik Kirana ditelingaku.
Setelah mendengar kata-kata itu akupun terpaku selama
beberapa saat. Untuk pertama kalinya kiranya memulai pembicaraan, biasanya ia
hanya berbicara ketika aku bertanya.
“ tumben
kamu tertarik untuk pergi liburan, biasanya kita hanya menghabiskan waktu
bersama di taman sepanjang pergantian semester” ujarku dengan nada bercanda.
Kiranya
hanya mengangguk riang, walau yang kulihat hanya ekspresi datar, aku tahu betul
seperti apa wajah tupai yang tidak sabar untuk mendapatkan kacang terbaiknya.
Tanpa pikir panjang aku pun menyetujuinya. Sekaligus aku pun mengajak Tio dan
Alisa kedua temanku selain Kirana, untuk mengikuti liburan ini juga. Selain
mereka belum mempunyai rencana, mereka pasti memiliki rekomendasi tempat
liburan yang seru. “Makin banyak orang makin seru” itu kataku pada Kirana.
Sembari
Tio dan Alisa memikirkan lokasi liburan yang pas di kelas, aku dan Kirana pun
pergi membeli cemilan. Sepanjang perjalanan Kirana lebih banyak bergumam. Dia
yang biasanya diam kini lebih energik. Berbanding terbalik dengan
kepribadiannya yang lebih tenang kemarin. Saat berada di kantin, akupun
menggambil empat roti kukus dan empat minuman dingin. Tepat berada di depan
meja kasir, secara tiba-tiba Kirana menghilang. Ruang kantin yang saat itu
sedang sepi, hanya ada aku, Kirana, dan buk kantin.
“
Buk..lihat teman saya yang di sini tadi?” Tanyaku ke ibuk kantin
“ Jangan
ngawur kamu dek...eta teh kamu nya pergi sendiri” jawab buk kantin dengan logat
Sundanya.
Mendengar hal tersebut, aku pun sontak seketika bingung.
Yakin sekali aku, tepat beberapa saat yang lalu Kirana sedang memilih-milih
cemilan. Yang terlintas dibenakku “mungkin dia sudah pulang ke kelas duluan”.
Kemudian aku pun membayar barang belanjaannya dan bergegas kembali ke kelas.
Sepanjang
perjalanan melintasi koridor, aku merasa ada yang aneh di sekitarku. Udara yang
tiba-tiba dingin dan hari semakin gelap. Jam tanganku masih menunjukkan pukul
tiga sore. Waktu yang menurutku mentari seharusnya masih tampak, namun
tertutupi oleh rimbunnya awan. Saat hampir tida ti depan pintu kelas tempat Tio
dan Alisa sedang diskusi untuk merancang perjalanan liburan kami. Kilat
menyambar tepat di sebelah gedung sekolah. Tombak listrik merah itu hanya
muncul sekali, namun berhasil membuat panik satu sekolah.
Aku pun
bergegas menghampiri Tio dan Alisa, dan bertanya.
“
Tio..Alisa..kalian melihat Kirana?” tanyaku setengah panik, karena ku tahu
Kirana tidak suka dengan petir, apalagi yang kuatnya bisa menggetarkan sekolah.
Namun untuk kesekian kalinya keanehan berikutnya pun muncul, kali ini lebih
parah.
“
Dhi..kamu mengigau ya..Kirana siapa? Dikelas ini tidak ada yang namanya Kirana”
ujar tio.
“Ada Tio
gadis yang berteman bersamaku selama empat belas tahun” kataku sambil
kebingungan.
“ Adhi..
kayaknya kamu slah orang deh, atau kamu melihat hantu?” sambung Alisa.
Dalam
sekejap aku terdiam dan tak berkutik. “Kirana sahabatku tidak wujud?”, “Mungkin
saja dia pulang”, Atau “Dia berlari kerumah karena pertir barusan”. Otakku
penuh dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut. Hingga tiba-tiba, Seluruh ruangan
menjadi hening dan pandanganku mulai kabur. Untuk sesaat aku melihat sosok
Kirana, dan suaranya memanggil.
“Adhi,
aku di sini” ucap karina sambil berlari menjauh.
Aku pun berlari mengerjarnya hingga di tenggah-tengah
rintik hujan. Dia pun berhenti di tengah lapangan. Berbalik, dan tersenyum
padaku. Untuk sesaat derasnya hujan tak berpengaruh kepadaku. Udara yang
tadinya dingin, bertukar menjadi hangat seolah-olah kirana memancarkan mentari
darinya. Hingga...Kirana tersenyum...
“Selamat
Ulang Tahun Adhitya, jaga dirimu baik-baik ya. Aku tidak bisa lebih lama
lagi...Selamat Tinggal” Suara Kirana mengitari langit. Bersamaan dengan
hilangnya hujan.
Kirana
pun lenyap, tidak menyisakan apapun kecuali kenangan ku selama ini bersamanya
menetap sesaat di hati dan kemudian menghilang. Persis saat pertama kali
bertemu, ia datang dan pergi secara tiba-tiba. Siapa sangka orang bermain,
bercerita, dan dekat denganku selama ini hanyalah bagian dari delusi ku
saja. Mereka yang kukira nyata, ternyata
selama ini tak wujud. Tapi kirana, dia terlalu nyata bagiku. Namun sudah datang
masanya dimana ia tidak bisa lagi ku gapai. Dihari ulang tahunku yang ke tujuh
belas aku pamit dengan Kirana. Berhasil menghilangkan delusiku. Begitu juga
dengan teman baikku, Kirana.
M.Zafran Syaira. Lahir di
Bengkalis pada 17 Oktober 2003. Seorang mahasiswa Universitas Riau dengan
program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Mempunyai hobi menggambar
dan menyoret kertas. Sekarang zafran sedang menekuni dunia kepenulisan. Dengan
berlandaskan salah satu impiannya, yang berharap bisa menerbitkan sebuah buku.
0 Komentar