Karya Mahasiswa PBSI pada Gerakan Literasi Mahasiswa 2021-2022

  Khahayan

M.Zafran Syaira


            Wujud itu nyata, yang ku ketahui apapun itu yang dapat kau lihat dan dapat kau rasakan itu wujud namanya. Bak mata menerawang langit dan bumi, serta hati yang tiada hentinya terisi hangat olehnya. Sebagaimana kisah ku kali ini, yang menaruh rasa padanya yang tak bisa gapai. Namaku Adhitya, biasanya di panggil Adhi. Seorang murid sekolah menengah kejuruan tingkat akhir dari salah satu akademi di daerah Bandung. Aku mempunyai seorang sahabat, perempuan. Kami sudah berteman lama sejak kecil. Seingatku kala itu perayaan ulang tahunku yang ke tiga. Dan secara ajaib ia dan sekeluarganya pindah persis diseberang jalan didepan rumahku. Dan kami sudah berteman sejak saat itu, entah bagaimana. Dia masuk lewat pintu depan rumahku sambil berkata

             “Selamat Ulang Tahun Adhitya...salam kenal.”

            Namanya Kirana, Cinta Kirana. Sebuah nama yang indah. Yang secara tidak langsung memaksaku untuk membayangkan, sepercik kilauan cahaya dari tenggelamnya mentari di ufuk barat. Kirana adalah tipe gadis yang pendiam dan pemalu. Tak pernah ku lihat ia berbicara dengan orang lain selain dengan ku. Entah karena trauma masa lalu, atau karena malas untuk mengekspos diri aku pun tidak tau. Yang pasti setiap ia ingin membicarakan sesuatu pasti ia kan berbisik padaku terlebih dahulu, dan akulah yang menjadi penyampainya.

            Kini sudah empat belas tahun lamanya aku dan Kirana bersahabat. Sudah  tiba masanya tuk kami menentukan jalan masing-masing. Walau sudah sama bersama, kirana masih seperti dulu. Terlepas dari cara komunikasinya yang belum berubah. Kirana tetap membutuhkanku di sampingnya sebagai penerus kalimatnya. Bahkan keherananku pun telah musnah. Pertanyaan  bagaimana dia bisa lulus tanpa berkomunikasi satu huruf pun sudah kuanggap hal biasa. Bahkan aku belum pernah sekalipun melihatnya tersenyum dan menangis. Hanya muka datar yang biasanya iya tampakkan kepadaku.

            Minggu ujian akhirpun berlalu. Masa penuh tekanan pun berbanding terbalik menjadi masa penuh senang-senang. Teman-teman lainnya sudah berencana tuk melakukan liburan. Melepaskan semua beban dan menggantikannya dengan kebahagiaan. Tertarik akan hal itu, untuk pertama kalinya, Kirana berkata padaku

            “ Adhi..yuk..kita juga liburan” bisik Kirana ditelingaku.

Setelah mendengar kata-kata itu akupun terpaku selama beberapa saat. Untuk pertama kalinya kiranya memulai pembicaraan, biasanya ia hanya berbicara ketika aku bertanya.

            “ tumben kamu tertarik untuk pergi liburan, biasanya kita hanya menghabiskan waktu bersama di taman sepanjang pergantian semester” ujarku dengan nada bercanda.

            Kiranya hanya mengangguk riang, walau yang kulihat hanya ekspresi datar, aku tahu betul seperti apa wajah tupai yang tidak sabar untuk mendapatkan kacang terbaiknya. Tanpa pikir panjang aku pun menyetujuinya. Sekaligus aku pun mengajak Tio dan Alisa kedua temanku selain Kirana, untuk mengikuti liburan ini juga. Selain mereka belum mempunyai rencana, mereka pasti memiliki rekomendasi tempat liburan yang seru. “Makin banyak orang makin seru” itu kataku pada Kirana.

            Sembari Tio dan Alisa memikirkan lokasi liburan yang pas di kelas, aku dan Kirana pun pergi membeli cemilan. Sepanjang perjalanan Kirana lebih banyak bergumam. Dia yang biasanya diam kini lebih energik. Berbanding terbalik dengan kepribadiannya yang lebih tenang kemarin. Saat berada di kantin, akupun menggambil empat roti kukus dan empat minuman dingin. Tepat berada di depan meja kasir, secara tiba-tiba Kirana menghilang. Ruang kantin yang saat itu sedang sepi, hanya ada aku, Kirana, dan buk kantin.

            “ Buk..lihat teman saya yang di sini tadi?” Tanyaku ke ibuk kantin

            “ Jangan ngawur kamu dek...eta teh kamu nya pergi sendiri” jawab buk kantin dengan logat Sundanya.

Mendengar hal tersebut, aku pun sontak seketika bingung. Yakin sekali aku, tepat beberapa saat yang lalu Kirana sedang memilih-milih cemilan. Yang terlintas dibenakku “mungkin dia sudah pulang ke kelas duluan”. Kemudian aku pun membayar barang belanjaannya dan bergegas kembali ke kelas.

            Sepanjang perjalanan melintasi koridor, aku merasa ada yang aneh di sekitarku. Udara yang tiba-tiba dingin dan hari semakin gelap. Jam tanganku masih menunjukkan pukul tiga sore. Waktu yang menurutku mentari seharusnya masih tampak, namun tertutupi oleh rimbunnya awan. Saat hampir tida ti depan pintu kelas tempat Tio dan Alisa sedang diskusi untuk merancang perjalanan liburan kami. Kilat menyambar tepat di sebelah gedung sekolah. Tombak listrik merah itu hanya muncul sekali, namun berhasil membuat panik satu sekolah.

            Aku pun bergegas menghampiri Tio dan Alisa, dan bertanya.

            “ Tio..Alisa..kalian melihat Kirana?” tanyaku setengah panik, karena ku tahu Kirana tidak suka dengan petir, apalagi yang kuatnya bisa menggetarkan sekolah. Namun untuk kesekian kalinya keanehan berikutnya pun muncul, kali ini lebih parah.

            “ Dhi..kamu mengigau ya..Kirana siapa? Dikelas ini tidak ada yang namanya Kirana” ujar tio.

            “Ada Tio gadis yang berteman bersamaku selama empat belas tahun” kataku sambil kebingungan.

            “ Adhi.. kayaknya kamu slah orang deh, atau kamu melihat hantu?” sambung Alisa.

            Dalam sekejap aku terdiam dan tak berkutik. “Kirana sahabatku tidak wujud?”, “Mungkin saja dia pulang”, Atau “Dia berlari kerumah karena pertir barusan”. Otakku penuh dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut. Hingga tiba-tiba, Seluruh ruangan menjadi hening dan pandanganku mulai kabur. Untuk sesaat aku melihat sosok Kirana, dan suaranya memanggil.

            “Adhi, aku di sini” ucap karina sambil berlari menjauh.

Aku pun berlari mengerjarnya hingga di tenggah-tengah rintik hujan. Dia pun berhenti di tengah lapangan. Berbalik, dan tersenyum padaku. Untuk sesaat derasnya hujan tak berpengaruh kepadaku. Udara yang tadinya dingin, bertukar menjadi hangat seolah-olah kirana memancarkan mentari darinya. Hingga...Kirana tersenyum...

            “Selamat Ulang Tahun Adhitya, jaga dirimu baik-baik ya. Aku tidak bisa lebih lama lagi...Selamat Tinggal” Suara Kirana mengitari langit. Bersamaan dengan hilangnya hujan.

            Kirana pun lenyap, tidak menyisakan apapun kecuali kenangan ku selama ini bersamanya menetap sesaat di hati dan kemudian menghilang. Persis saat pertama kali bertemu, ia datang dan pergi secara tiba-tiba. Siapa sangka orang bermain, bercerita, dan dekat denganku selama ini hanyalah bagian dari delusi ku saja.  Mereka yang kukira nyata, ternyata selama ini tak wujud. Tapi kirana, dia terlalu nyata bagiku. Namun sudah datang masanya dimana ia tidak bisa lagi ku gapai. Dihari ulang tahunku yang ke tujuh belas aku pamit dengan Kirana. Berhasil menghilangkan delusiku. Begitu juga dengan teman baikku, Kirana.


Profil Singkat


M.Zafran Syaira. Lahir di Bengkalis pada 17 Oktober 2003. Seorang mahasiswa Universitas Riau dengan program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Mempunyai hobi menggambar dan menyoret kertas. Sekarang zafran sedang menekuni dunia kepenulisan. Dengan berlandaskan salah satu impiannya, yang berharap bisa menerbitkan sebuah buku.



Posting Komentar

0 Komentar