Karya Mahasiswa PBSI pada Gerakan Literasi Mahasiswa 2021-2022

 Rahasia Lemari Rahasia

Della Kurnia Putri Anthoni

 

     Sekarang Jeno sudah kelas lima. Dia sudah biasa disuruh pergi ke kantor pos untuk mengambil wesel Nek Uyut. Dia juga sudah pandai berdebat dan bercita-cita menjadi wartawan. Dia juga pandai memikirkan strategi untuk mendapatkan keinginannya. Ada satu keinginan Jeno yang belum terpenuhi, yaitu melihat isi lemari ukir di kamar Nek Uyut.

     Ketika Jeno berusia lima tahun, Jeno pernah masuk ke kamar Nek Buyut. Waktu itu Nek Uyut masuk ke kamarnya karena mau mengambil KTP-nya yang perlu diperpanjang. Jeno sangat tertarik pada lemari ukir yang tegak di sudut kamar Nek Uyut. Lemari itu berbentuk persegi panjang. Terdiri dari dua bagian, yaitu bagian atas dan bagian bawah. Di antara kedua bagian tersebut ada dua buah laci.

“Nek Uyut, buka lemarinya!” rengek Jeno waktu itu.

“Tidak boleh. Jeno masih kecil. Nanti saja kalua sudah besar!” kata Nek Uyut sambil cepat-cepat menggiring Jeno keluar dan mengunci pintu kamarnya. Dia lalu memberikan Jeno sebuah manga golek untuk mengalihkan perhatian Jeno. Setelah itu Jeno tidak pernah lagi mendapat kesempatan masuk ke kamar Nek Uyut yang selalu terkunci itu.

     Nah, sabtu sore Jeno pamit pada ibunya untuk menginap di rumah Nek Uyut. Nek Uyut tinggal dengan mbok, pembantunya yang setia.

     Di usianya yang hampir 70 tahun, rambutnya sudah putih dan giginya sudah ompong. Tetapi, Nek Uyut masih sehat. Berkali-kali Nek Uyut diajak tinggal dirumah anak atau cucunya, Nek Uyut menolak. Dia lebih suka tinggal berdua dengan mbok saja.

   Ketika Jeno merasa waktunya sudah tepat , ia mulai bertanya, “Nek Uyut, sudah dapat wesel lagi belum? Kalua sudah, Jeno ambilkan di kantor pos!”

Nek Uyut tertawa, hingga tampak giginya yang ompong.

“Baru seminggu yang lalu kamu ambilkan wesel Nek Uyut. Ya belum dapat lagi. Biasanya Pak Tian mengirim wesel sebulan sekali. Sudah Nek Uyut kirimkan surat berkali-kali supaya tidak usah kirim wesel, tapi masi dikirim terus. Anak pak Umar itu memang baik!”

“Pak Umar itu siapa sih nek?” Tanya Jeno penuh perhatian.

“Kok kamu mau tau saja?” elak Nek Uyut

“Tentu saja, Nek Uyut. Kan Jeno mau jadi wartawan. Perlu cari tahu hal-hal yang menarik. Kan aneh, ada orang yang mau ngirim uang terus, padahal yang menerima sudah tidak mau!” jawab Jeno.

     Wajah Nek Uyut berseri-seri mendengar keterangan Jeno. Matanya memancarkan kekaguman yang tulus. “Lho, cicitku ini sudah besar, ya. Rasanya baru kemarin jadi bayi yang digendong-gendong. Kok tahu-tahu sudah bisa ke kantor pos, sudah punya cita-cita jadi wartawan. Kamu pintar, seperti kakek Uyutmu!” puji Nek Uyut.

“Kalau sudah besar, boleh dong melihat isi lemari ukir di kamar Nek Uyut!” pinta Jeno. “apa sih isinya, Nek Uyut? Sejak dulu Jeno ingin sekali melihatnya!”.

“Oh itu. Lemari ukir itu berisi barang-barang peninggalan Kek Uyut. Sekarang kamu sudah besar sudah bisa mengerti tentang nilai-nilai kehidupan. Jadi, kamu sudah boleh melihatnya!” kata Nek Uyut.

     Jeno senang sekalo. Akhirnya tercapai juha keinginannya. Dia mengikuti dengan hati berdebar-debar ketika Nek Uyut membuka kunci kamar dan melangkah masuk. Di sudut kamar beriri dengan anggun lemari ukir yang penuh rahasia itu. Lemari itu kelihatan kuno, mengandung misteri tetapi bersih. Rupanya Nek Uyut merawat lemari tus itu dengan baik.

     Ketika lemari bawah dibuka, tampak setumpuk pakaian pria, buku-buku Bahasa Belanda, piagam-piagam yang dibingkai dan dua buah piala. Bau kamper tercium ketika lemari dibuka. “piala apa itu, Nek?” Tanya Jeno. “dan piagam apa yang dibingkai itu?”

“Itu piala kejuruan balap sepeda. Dulu Kakek Uyutmu juara balap sepeda di kotanya dan juga di provinsi. Piagam-piagam itu adalah ijazah Kek Uyut. Ada ijazah sekolah guru, walaupun akhirnya Kek Uyut jadi pedagang tembakau. Ada juga ijazah, apa itu namanya… Oh ya, tata buku!” Nek Uyut menjelskan.

“Tapi itu semua taka da artinya lagi sekarang. Oranynta sudah meninggal dan dilupakan. Ijazah itu juga tidak adaa gunanya selain untuk disimpan dilemari!” sambung Nek Uyut.

     Jeno merinding, baru sekarang dia menyadari bahwa prestasi-prestasi semacam itu tidak kekal, hanya sementara saja. “Jadi taka da gunanya menyombongkan diri bila orang berhasil mencapai sesuatu,” pikir Jeno.

     Kemudian Jeno membuka laci yang d tengah. Ada batu-atu cincin. Alat-alat pertukangan, bebrapa pipa dan surat-surat serta pajangan poesrlain. Di tengah-tengah disandarkan foto pengantin Kek Uyut dan Nek Uyut. Dan terdapat foto kek Uyut dengan seorang pria.

“Nah, itulah Pak Umar, sahabat Kek Uyut!” kata Nek Uyut sambil menunjuk foto pria tersebut. “Dulu Kek Uyut berdagang tembakau, sedangkan Pak Umar menjadi supir oplet. Sekarang namanya mikrolet. Kek Uyut gemar menonton film. Seminggu bisa tiga kali nonton. Suatu ketika Pak Umar mendapat kecelakaan lalu lintas. Tangan dan kakinya cedera. Dua tahun lamanya ia tak bisa menarik oplet. Kek Uyutmu lalu mengurangi hobi nonton filmnya menjadi dua kali sebulan. Setiap minggu Kek Uyut pergi untuk menjenguk sahabatnya sambil membawakan beberapa makanan dan beberapa uang. Ibu Umar juga di beri uang untuk modal berjualan gado-gado didepan rumahnya. Sekarang kedua sahabat iru sudah meninggal. Putra tunggal Pak Umar, Pak Tian sekarang jadi direktur perusahaan besar. Sejak Kek Uyut meninggal 15 tahun lalu, Pak Tian setiap bulan selalu mengirim wesel untuk Nek Uyut.”

     Perasaan Jeno tersentuh. Ternyata lemari rahasia itu benar-benar mengandung rahasia. Yaitu rahasia suatu persahabatan. “begitulah, Jeno. Harta benda akan lenyap, prestasi dunia akan dilupakan. Bintang-bintang olahraga dan seni terus bermunculan. Akan tetapi kebaikan hati dan persahabatan akan menjadi kenangan indah bagi yang mengalaminya. Karena itu berusahalah berbuat baik setiap hari, bahkan setiap saat yang bisa dilakukan,” pesan Nek Uyut, lalu mengunci kembali pintu lemari ukirnya yang penuh rahasia itu.

“Terima kasih, Nek Uyut,” kata Jeno perlahan.

“Nek Uyut telah mengajarkan sesuatu yang berharga dalam hidupku, bahwa persahabatan membutuhkan pengorbanan dan perhatian satu sama lain!”.

“Nah, sudah waktunya makan. Ayo! Kita minta mbok siapkan meja!” kata Nek Uyut

     Mereka lalu keluar kamar meninggalkan lemari ukir yang mengandung rahasia. Rahasia suatu persahabatan yang tak kan sirna oleh waktu.


-TAMAT-


Profil Singkat



Della Kurnia Putri Anthoni. Lahir di Simandolak pada 25 April 2003. Hobi mendengarkan lagu. Kelas 2021A



Komentar

Postingan populer dari blog ini

MOSI DEBAT SMA BULAN BAHASA 2019

MOSI YANG DILOMBAKAN DALAM DEBAT PRATIKUM SASTRA KE 27

Mahasiswa 2018: Kesan dan Pesan PKKMB dan Sehari Bersama Maba