Karya Mahasiswa PBSI pada Gerakan Literasi Mahasiswa 2021-2022

 Demi Kalian di Masa Depan

Putri Utami


Suara klakson mobil dan asap kendaraan memenuhi udara. Siang yang terik memancarkan panasnya tanpa mengenal ampun. Reqy mempercepat langkahnya menuju perpustakaan kota, ingin cepat-cepat berlindung dari serangan ultra violet yang membakar. Dia mengutuk dirinya sendiri karena tidak bangun di pagi hari, sehingga dia bangun kesiangan dan dikejar waktu.

Reqy memasuki perpustakaan kota dan segera bernafas lega. Angin AC yang dingin membelai mukanya dengan lembut membuat dirinya kembali segar. Dia mengelap keringat di dahinya dan segera mencari buku yang diperlukan. Ini adalah pertama kalinya Reqy mengunjungi perpustakaan. Baginya membaca buku sangat membosankan dan terlalu menghabiskan waktu.

Sejarah adalah pelajaran terlemahnya. Dia masih mempertanyakan mengapa sejarah itu harus dipelajari. Sejarah adalah masa lalu, mengapa kita harus membahas waktu yang telah terlewatkan. Pada dasarnya, Sejarah mempelajari masa-masa dan perjalanan hidup orang yang telah tiada. Dia menghelakan nafas untuk menghilangkan pikiran negatif akan sejarah yang berada di kepalanya, dan itu banyak. Karena 2 hari lagi akan ada ulangan sejarah yang menentukan apakah dia akan tetap disekolah atau tidak

Perpustakaan kota adalah tempat yang cukup besar. Perpustakaan itu menggunakan artistik yang bukan zaman ini, sehingga memiliki kesan yang tenang dan damai. Di Tengah ruangan adalah tempat membaca, ditandai dengan meja-meja dan kursi-kursi yang disusun rapi dan disertai dengan lampu belajar setiap meja. Rak-rak buku disini setinggi 2.5 meter, jika ingin mengambil buku yang berada di rak tinggi akan menggunakan tangga yang terhubung dengan rak dan dapat digeser sesuai keinginan.

Rak yang memuat buku sejarah ada berada di pojok ruangan. Tangan Reqy menyusuri buku-buku yang berada di rak tersebut. hampir semua judul buku itu tidak berhasil menarik minatnya. Dia sampai di akhir rak dan tidak menemukan satu buku pun. Saat dia ingin berjalan keluar dari rak itu, tiba-tiba sebuah buku jatuh menimpa kepalanya. Dia mengusap kepalanya kesakitan karena buku yang menimpanya barusan terasa sangat tebal dan keras. Buku yang memiliki sampul kulit coklat yang telah termakan waktu tergeletak di lantai tidak jauh dari kakinya.

Dia mengambil buku itu. “Hmm... tidak ada judul.” Ucapnya dengan penasaran. Dia membuka buku itu dan terkejut bahwa halamannya berwarna hitam. “Buku yang sangat aneh, tumben sekali ada buku yang menggunakan halaman hitam.” Dia menyentuh halaman itu dan cahaya putih bersinar terang membutakan penglihatannya.

Suara tembakan dan teriakan perang memekakkan telinganya. Reqy mengusap matanya untuk memfokuskan retinanya dengan cahaya sekitar. Saat dia membuka matanya dia melihat bahwa dia sudah tidak memegang buku itu, melainkan dia memegang bambu runcing dengan kedua tangannya. Tempat sekitarnya bukan lagi perpustakaan kota, namun dia sedang berada didalam lobang dan memiliki dinding disekitarnya.

Ada orang lain yang berada didalam lobang itu, lebih tepatnya remaja yang seumuran dengannya. “Anto! Jangan bengong saja, bantu aku menyerang penjajah!” Seru remaja itu kepadanya. Reqy kebingungan, dia bukan Anto, dan dia tidak tahu mengapa bisa berada disini. Aksen yang diucapkan remaja itu juga ketinggalan zaman. Reqy tersentak sadar. Dia sekarang berada di masa lalu, tepatnya masa saat Indonesia sedang dijajah.

“A-Apa yang terjadi!?” Reqy bertanya dengan gagap dan ketakutan. Medan perang adalah sesuatu yang sangat baru baginya. “Siapa kau?!”

“Kepala kau terantuk batu kah saat mau kesini?!” Remaja yang berkulit gelap itu mengacungkan Sumpitnya kemuka Reqy. Sumpit disini bukan alat untuk makan. Tetapi adalah corong bambu yang diisi dengan anak sumpit/panah yang beracun dan ditiup untuk menembak. “Aku Wira! Masak itu saja tidak ingat.”

Wira menembakan sumpitnya keatas menuju musuh. Suara teriakan kesakitan terdengar dari pihak lawan, berarti sumpitnya tepat sasaran. “Kita tidak boleh lengah saat penjajahan! Kita bisa mati kapan saja ditangan mereka! Ingat itu Anto.” Ucapnya dengan serius. Keringat bercucuran deras dibadan mereka. Karena ketegangan dan panas didalam lobang, namun semua itu tidak menyurutkan tekad yang berkobar dimatanya.

Reqy merasa sangat ketakutan, dia tidak pernah dilatih untuk berperang dan merasakan medan perang secara langsung sangat tidak membantunya. “A-aku Reqy bukan Anto. A-aku tidak tahu apa yang kamu bicarakan!” Tanpa sadar dia menjatuhkan bambu runcing yang sekarang berguling menjauh darinya.

Sebuah tamparan melayang ke pipinya. Reqy memang pipinya yang nyeri dan merahan itu. “Apa maksudmu hah!?” Tanyanya dengan marah. Selama hidupnya dia belum pernah ditampar. Sehingga dia merasa keberatan apalagi jika dilakukan oleh orang yang tidak dikenalnya.

Wira mencengkram kerah baju Reqy. “Jangan pernah sesekali menjatuhkan bambu runcing dengan sengaja!” Dia menatap Reqy dengan tajam. Pemuda yang disudutkan itu menelan ludahnya dengan susah payah, Reqy tahu bahwa Wira tidak main-main. Raut muka yang tertulis di muka Wira tidak dapat dibantah. Hanya dengan melihatnya, Reqy tahu bahwa pernyataannya tadi tidak untuk dibantah.

“Bambu runcing melambangkan perjuangan demi kemerdekaan. Kau jatuhkan bambu itu maka secara langsung kau telah menyerah kemerdekaan dan kebebasan kepada penjajah!” Wira melepaskan cengkramannya pada kerah baju Reqy.

“Kita remaja seharusnya tidak berada di medan perang! Kita seharusnya belajar dirumah dan membantu pekerjaan sekitar!” Bentak Reqy. Dia tidak terima diperlakukan seperti itu. semua ini tidak masuk akal baginya. Ada banyak pertanyaan yang timbul di kepalanya dan itu membuatnya pusing.

Wira terkekeh dan duduk disebelahnya. “Sejak dulu kau begitu naïf ya Anto. Kau lihatlah disekeliling kita, sekarang kita lagi dijajah. Apakah kita punya waktu untuk duduk dan belajar? Tentu saja ada. Namun, apakah penjajah itu akan memberikan kita waktu untuk melakukan itu? tentu saja tidak. Kita harus berjuang sesuai apa dengan apa yang kita lawan sekarang dan dihadapan kita.” Dia meminum airnya sampai tetes terakhir dan melanjutkan apa yang dikatakannya. “Aku pernah mengeluh. Mengapa aku harus bertarung dalam usia muda. Tapi aku sadar bahwa itulah perjuangan yang harus aku lakukan. Setiap orang miliki perjuangan yang berbeda dan perjuangan itu sangat bermakna untuk orang tersebut.”

Reqy tersenyum mendengar itu. Dia merasa ‘Anto’ tubuh yang sedang dia rasuki sekarang pasti berteman baik dengan Wira. Mereka menjadikan persahabatan mereka lebih kuat dibawah tekanan jajahan.

Dia berdiri sambil tersenyum, mengulurkan tangannya ke Wira.”Ayo kita berjuang!” Wira mengambil tangan itu dan berdiri. Mereka berdua melompat keluar dari lubang dan menerjang ke arah penjajah. Mereka berhasil mengalahkan beberapa penjajah dengan berani. Namun Reqy terjatuh tersandung mayat penjajah saat dia ingin berlari menuju Wira.

“Anto!!” Teriak Wira sambil menoleh kebelakang.

Reqy mendongak keatas dan melihat Wira yang berlari menujunya. Tiba-tiba saja dia berhenti tepat di depannya. Darah merah mulai mengalir keluar dari dada kiri Wira. Dia terjatuh tidak berdaya tepar dibelah Reqy.

“WIRA!! TIDAK!!” Teriak Reqy dengan penderitaan. Dia baru saja mengenal pemuda yang berhasil menginspirasinya. Dan ternyata takdir berkata sebaliknya. Reqy menangis terisak- isak.

Wira mengangkat tangannya dengan lemah dan merangkul bahu Reqy “Hey... tidak perlu menangis, meninggal saat berjuang demi hal yang baik adalah sebuah penghormatan bagi setiap orang. Tapi ingat, lanjutkan perjuanganku.”

Dia terbatuk-batuk darah. “Lakukan demi aku, lakukan demi kita, lakukan demi Negara, dan lakukan demi kalian yang di masa depan.” Wira mengucapkan kalimat terakhirnya dengan lemah sebelum menutup mata untuk terakhir kalinya.

 

“Aku tidak akan mengecewakanmu!” Reqy bertekad. Dia bangkit dengan cepat dan berlari kearah penjajah. Namun, dia menginjak salah satu ranjau dan meledak. Menewaskannya ditempat.

Reqy mengusap matanya untuk menyesuaikan dengan cahaya ruangan, dia sudah berada di perpustakaan. Saat sudah jernih, dia melihat buku yang ada di tangannya. Buku itu masih bersampul kulit coklat tapi sekarang berhalaman putih dan memiliki isi. Dia melihat judul buku itu yang bertulis Perjuangan Indonesia Selama Penjajahan.

Di akhir buku itu dia melihat ada sebuah foto lama yang menampilkan prajurit-prajurit remaja dimasa lalu. Dia melihat Wira yang tersenyum lebar sambil merangkul orang disebelahnya. Reqy terkejut melihat orang disebelahnya. Orang yang dirangkul oleh Wira terlihat persis seperti Reqy. Dia tersenyum melihat foto itu dan membawa buku itu beserta buku sejarah yang lain untuk dipinjam

Mulai sekarang dia tidak akan mengeluh dan bermalas-malasan lagi. di masa ini dia akan berjuang dengan belajar untuk membuat Negara Indonesia menjadi lebih baik lagi. untuk menghormati perjuangan para-para pahlawan yang bertekad untuk membuat Indonesia bebas dari jajahan dan Merdeka.


Profil Singkat


Putri Utami. Mahasiswi UNRI Prodi PBSI angkatan 2021 kelas 2021C. Lahir di Bukit Kerikil pada 16 mei 2003. Merupakan anak pertama dari 2 bersaudara, saya merupakan anak yang paling cantik dan dimanja karena anak perempuan satu-satunya. Berikut profil pribadi saya, apabila cantik jangan di lirik dan apabila jelek ya sudahlah, hehe




Komentar

Postingan populer dari blog ini

MOSI DEBAT SMA BULAN BAHASA 2019

MOSI YANG DILOMBAKAN DALAM DEBAT PRATIKUM SASTRA KE 27

Mahasiswa 2018: Kesan dan Pesan PKKMB dan Sehari Bersama Maba