PEREMPUAN BERGELANG BIRU
Dwi Mulyani
Aku menulis surat ini untuk Kiara Winata, perempuan
bergelang kupu-kupu biru yang membawa energi positif dalam hidupku. Perempuan
dengan sejuta kelebihan, namun menyembunyikan sejuta kepedihan. Hei Ra, aku
merindukanmu. Aku merindukan bagaimana saat aku berdiri bersamamu di tiap
hujan, bagaimana senyummu selalu mengembang mengalahkan keindahan senja yang
muncul setelah tenggelamnya matahari, dan bagaimana hanya dengan tatapan
matamu… kau mampu mendeskripsikan dunia dan segala isinya.
Ra..
Di tiap detik, bayangan sosokmu yang ceria sambil
memegang eskrim selalu terlintas saat ku dengarkan lantunan music favoritmu
melalui vn suara yang kau nyanyikan pada waktu lalu. Lantas aku teringat
bagaimana kau mengajakku untuk mandi hujan dengan antusias.
Aku tersenyum saat mengingatnya
……kemudian, menangis…..”
***
Aku
terdiam duduk di depan meja belajar. Sudah dua setengah jam berlalu, aku
memandang kalender mini dengan beberapa coretan yang ada di depanku. Mengambil
sebuah spidol berwarna biru yang sudah lama tak ku pakai.
Syukurlah
masih berfungsi dengan baik.
Mulai
ku gerakkan tanganku untuk mencoret sebuah tanggal yang tertera di kalender
mini itu.
Ya,
tepat di angka tanggal 12 bulan ini.
Aku
mengambil sebuah kotak berwarna coklat yang ku simpan di dalam lemari. Sebuah
foto polaroid semasa SMA yang menarik tentangku dengan seorang anak perempuan
yang memiliki mata terindah.
Aku
membuka sebuah album foto disana. Mulai membuka halaman demi halamannya, lalu
tersenyum hambar. Tertawa karena teringat dirinya, perempuan yang ceria dan
selalu membuatku tertawa dengan caranya sendiri.
“kita
cuma sebentar ternyata”, monolog Keenan sendu pada foto itu.
Sekarang,
akan ku ceritakan siapa perempuan itu. Bernostalgia sedikit mungkin tidak
masalah, aku pun tak bermaksud melupakannya sama sekali.
Walaupun
pedih…
***
“kalo
pendidikan TNI, dimana Nan?”
Aku
tersenyum, melihat kearah gadis yang sedang memakan eskrim vanilla favoritnya.
“untuk
bintara dan tamtama di Siantar pendidikan untuk yang tes di sini yang dari
korem 031 wirabima”
“oh
beda daerah, beda tempat pendidikannya?”
“iyaa
Raa bedaa. Kalau di Sumatera ni ada dua tempat pendidikannya untuk bintara dan
tamtama. Di kodam 1/bb di siantar, satu lagi di kodam 2/bb tempatnya di Padang”
“jadi
ntar Keenan dimana?”
“di
Siantar Raa” jawabku.
Ara
mengangguk ber oh mendengar
penjelasan singkat dariku. Dia tahu cita-citaku sedari dulu adalah menjadi TNI.
Tidak jarang gadis itu beberapa kali menanyakan perihal TNI kepadaku. Tidak
memiliki alasan untuk meninggalkan Ara, dia gadis yang baik, lucu, ceria, tapi
suka lupa sarapan dan keras kepala jika diingatkan untuk tidak berlebihan
meminum es.
“jadi
kalo pendidikan, berapa lama?” suara nya menyadarkanku dari lamunan ketika
memperhatikan dia yang masih asik dengan eskrim nya.
“8
bulan, 5 bulan pendidikan militer, 3 bulannya lagi pendidikan kejuruannya”
Keenan melanjutkan pembicaraannya.
Ara
melotot kearahku, “hah? 8 bulan? Gak pulang-pulang?!!” pekiknya tertahan.
Aku
pun tersenyum kecil sambil menggeleng pelan. Paham akan maksud dari perkataan
gadis bergelang biru itu.
Ara
kembali memakan eskrimnya dengan wajah murung. Aku sangat mengerti makna
pertanyaan terkejut yang dia tanyakan tadi. Kekhawatiran dan overthinking yang
sudah mendarah daging di pikirannya membuatnya tidak jarang memikirkan hal-hal
yang tidak perlu ia pikirkan, terlebih ketika aku sudah dinyatakan lulus masuk
TNI AD tepatnya di tahun ini dan akan berangkat pendidikan minggu depan.
Aku
yang tidak menyukai perdebatan, dan Ara yang tidak menyukai kesenggangan,
adalah alasan dibalik damainya hubungan kami.
Aku
menyayangi Ara, begitu pula sebaliknya.
Aku
hanya ingin terus bersama Ara.
Namun
apakah bisa?
***
Hari
ini, adalah hari yang bahagia sekaligus pilu. Semua para calon pendidikan yang
akan berangkat sudah berkumpul di tempat. Ada yang menangis, berpelukan dengan
kerabat, ada juga yang ber swafoto untuk kenang-kenangan menjelang kepulangan.
Aku sudah disini, bersama Ayah, Ibu, dan adikku. Tentunya dengan perasaan haru
sekaligus bangga kedua orang tuaku memelukku.
Tidak
lama kemudian, seseorang yang ku tunggu pun datang. Aku menghampirinya dengan
air mata yang sebisa mungkin aku tahan.
“ini
kan Nan? Yang selalu kita tunggu” suaranya bergetar.
Aku
mengangguk lemah, sembari tersenyum pahit melihat setetes air mata membasahi
pipinya.
“es
nya dikurangin yaa Raa, jangan makan coklat ntar sakit perut, jangan keseringan
mandi hujan ntar sakit, jangan suka lupa sarapan lagi Raa, ga pake sakit ya
Raa?” jelas Keenan.
“kalo
Keenan pergi, gada yang ngomelin Ara lagi deh”
Ara tersenyum masam menanggapi ucapan Keenan.
Nafasku
sesak mendengar perkataan gadis di hadapanku ini. Cukup lama, aku takkan lagi
melihat senyum manis itu secara langsung, mengomelinya saat makan eskrim atau
bahkan memandangi matanya yang teduh.
“nanti
kalau ada waktu main hp, Keenan pasti kabarin Ara, Okeyy?”
Ara
menghela nafas panjang, mengangguk menyetujui.
“
Selamat Pendidikan Keenan Dirgantara, sampai jumpa lagi di tahun depan, dengan
perasaan, doa, harapan, dan orang yang sama. Ara tunggu disini ya Nan”. Ucapnya perlahan, tanpa mengalihkan
pandangannya .
***
Dahinya
berkeringat, tangannya lembab, seketika atmosfer disekitarnya terasa dingin.
“ARAAAAA!!!!”
Teriak
laki-laki itu yang terbangun dari tidurnya. Lagi-lagi mimpi itu kerap
mendatanginya, menyisakan kehampaan di kamar laki-laki itu.
Ah
Ntahlah, jelas dia merindukan gadis itu. Keenan ketiduran di depan meja
belajarnya, dengan suara rintik hujan yang perlahan berhenti. Seketika kenangan
itu meluap kembali, memenuhi kepala Keenan,
Lagu
location unknown by HONNE, berputar pada earphone Keenan tepat pada lirik ‘I look over to your photograph and I think
how much I miss you. I miss you’
“Keenan
kangen Ra…, bangett”. Keenan mengambil jaket donker dan kunci motornya.
Ia
berhenti di sebuah toko bunga yang selalu ia kunjungi akhir-akhir ini.
Dan
disinilah ia sekarang. Di depan sebuah gundukan tanah dengan rangkaian bunga
yang selalu ia letakkan setiap minggunya. Ia meletakkan bunga mawar berwarna
biru yang ia beli beberapa waktu lalu. Keenan membersihkan sedikit tanah di
nisan yang bertuliskan Kiara Winata, 12
juli 2021. Iya, tepat 7 bulan setelah kepergian Keenan, Gadis itupun
pergi meninggalkan dunia karena penyakit Kanker darah yang ia sembunyikan 2
tahun belakangan ini.
“hai
perempuan bergelang biru kesayangan Keenan, apa kabar? Udah 10 bulan kita ga
ketemu Raa, dan ternyata hari itu adalah hari terakhir Keenan ngeliat Ara. Tapi
sekarang udah ga sakit lagi kan? Kenapa ga pernah mau cerita si Ra? Kenapa
nyembunyikan pedih sendiri?”
Laki-laki
itu tak kuasa menahan tangis di depan hadapan makam gadis tercintanya yang tak
akan pernah lagi ia lihat dan temui sampai kapanpun. Ia tersenyum ketir melihat
tulisan di nisan yang sewaktu lalu berkata akan menunggunya pulang.
“besok
Keenan pergi Raa ke Papua, ada tugas jaga perbatasan di sana. Ntar kalo udah
pulang, Keenan pasti mampir lagi kesini. Keenan pamit yaa Raa, maaf karena
meninggalkan, maaf karena pergi, maaf karena ingkar. Tetap jadi Ara, tetap
indah dengan warna yang Ara punya. sekali lagi makasi Raa, udah jadi Ara nya
Keenan. Semoga cerita kita jadi sesuatu yang nggak akan mati meski salah satu
tokohnya tidak ada.”
Semenyedihkan
apa pun sebuah akhir, Keenan terima sekarang, dia tidak menyesal pernah
mengenal perempuan itu, Kiara Winata dengan segala hal yang Keenan kagumi,
segala hal yang Keenan suka, dan jadi candu untuknya.
Terimakasih
untuk cerita yang penuh warna dan telah memberi versi terbaik dari kisah cinta
yang pernah ada. Semua cukup hidup di ‘masa’ itu saja, bersama semua tokoh yang
pernah terlibat dalam ceritanya.
Kita
selamanya.
Profil Singkat
0 Komentar