Penari Ilusi Penakluk Hati oleh Yunita Sari


Penari Ilusi Penakluk Hati 

Yunita Sari


Kala itu, hari begitu cerah nan indah. Matahari terlihat begitu segar, angin lembut menyentuh kulitku. Ku pandangi aksara yang pernah kugoreskan, Andai saja waktu bisa kembali seperti masa itu, mungkin sekarang aku tidak akan berada disini menikmati alam yang begitu indah. Jika gelora itu benar ada, mengapa rasanya tidak pernah menggapai asa?, jika benar cinta dan kasih sayang itu nyata, mengapa sulit untuk mengungkapkan?, dan jika benar cita-cita dan keinginan yang diharapkan itu mampu diusahakan, mengapa terkadang ada saja penghalangnya.

 

Saat itu,masih terasa dimemoriku, seekor kucing manis berbulu abu-abu menghampiriku dengan mata yang begitu lugu, makhluk berbulu itu berhenti tepat disampingku. Andai saja kucing itu tau, aku sangat ingin mengelus kepala nya dan menggendongnya, akan tetapi rasa sedih masih sangat menguasai diriku membuat menjadi enggan untuk berinteraksi dengan siapapun dan apapun itu. Mungkin, yang membaca kisah ini akan menganggap aku terlalu lemah untuk mengungkapkan kata-kata, terlalu bodoh dalam mengingikan sesuatu, terlalu berlebihan hingga lupa akan segala hal yang belum tentu pasti. Mari berkelana dan mengingat kembali perjalana lama sebelum hadir dimasa kini, hai aku ekla dan ini sedikit tulisan

impianku.

 

Aku suka menari, bisa dibilang menari adalah hobiku dan juga aku sangat teringin menjadi penari. Akan tetapi, menari dengan baik saja ternyata tidak cukup untuk menjadi penari yang profesional. aku selalu menyukai hal-hal yang berbau dengan kebudayaan terutama tarian, akan tetapi semua hal itu selalu menjadi sesuatu yang semu ketika aku mengikutinya secara diam. “apakah aku salah?”,

“bagaimana jika ibu mengetahui hal ini?”. 

 

Begitulah pikiranku setiap hari. Ya, mungkin kalian bisa menebaknya bahwa ibu ku sangat tidak suka dengan kegiatanku yang menyukai hal-hal berbau tarian. Ibu selalu mengatakan jangan pernah mengikuti kegiatan menari, karena itu semua tidak berguna. Bisa dinilai, aku mengikuti semua kegiatan menariku secara diam-diam dan tidak ada yang tau.

 

Lalu, bagaimana jika sampai aku ketahuan?, maka aku akan menaggung akibatnya yaitu dimarahi ibuku. Pada senja nan indahnya langit, tiap kisah hidup selalu punya tujuan masing-masing. Kala itu, saat itu, andai saat itu, semua terjalin begitu indah, alunan nada dan ciri khas tarian begitu menandu di telingaku. Akan kah aku bisa mengikuti hal seperti itu, aku sangat teringin sekali, bisa berputar mengikuti iringan musik nan mendayu.

 

Aku sedang melamun entah memikirkan apa saat itu dan aira datang menepuk pundak kiri ku “ekla,mau ikut nari sama temen-temen buat acara pentas

seni?”, 

“eh aira,mau banget ikut,tapi tanya ibuku dulu ya, nanti ku kabari lagi, kalau

jadi”. 

 

Masih teringat jelas kata-kata itu temanku aira mengajak diriku untuk ikut dalam tim nya untuk menari bersama dengan teman-teman yang lain. Ingin rasanya langsung mengungkapkan bahwa aku sangat teringin sekali bergabung, tetapi apalah daya semua harus diputuskan dengan memberi tau ibuku terlebih dahulu. Saat bertemu dengan ibu, aku langsung bertanya ingin menyampaikan bahwa aku sangat ingin mengikuti ajakan aira tersebut. 

 

“ibu, apakah ekla boleh

menari bersama dengan teman-teman?”. 

“kamu yakin ingin menari ekla, ibu sudahmelarangmu bukan?, kamu tidak ingat bahwa menari itu adalah hal yang paling tidak ibu suka,lalu kenapa kamu ingin menari?,kamu ingin menentang ibu ya?”.

 

Aku terdiam mendengar kalimat demi kalimat yang ibu lontarkan, aku merasa ibu sangat tidak setuju akan hal itu dan aku langsung tertunduk, “ibu, maafkan ekla, ekla janji tidak akan pernah mau mengikuti tari apapun itu lagi dan menolak semua ajakan teman ekla untuk menari, maafkan ekla ibu”. 

 

Ibu terlihat tersenyum dan memegang pundakku lalu memeluk diriku “bagus sayang, anakku,kamu harus tau bahwa ibu selalu mendukung apapun keputusanmu, kecuali untuk satu hal yaitu tari, ibu sangat tidak suka akan hal itu, kamu tau kan kenapa penyebabnya sayang,terima kasih sudah mau menuruti ibu ya,kamu memang anak terbaik ibu”. Aku lagi dan lagi hanya bisa tersenyum dalam gentirnya hati yang begitu kecewa dan bagai teriris tangkai bunga yang berduri. Mungkin ini yang terbaik bagiku, menuruti perintah ibu adalah tugasku,masih banyak keinginan yang lain bukan?, ya masih banyak lain la,kamu harus mampu melupakan impian menjadi penari itu.

 

Pagi itu aku menghampiri aira “ra, aku menerima tawaranmu, bolehkah aku bergabung menari bersama teman-teman yang lain?”, aira tampak begitu senang dan matanya berbinar penuh ceria memandang mataku “tentu saja la, aku sangat menantikan keputusan mu ini, ayo sekarang kita mulai latihan dan besok kita akan langsung tampil”katanya girang. Entah mengapa aku merasa sedikit aneh,mengapa aku merasa tidak bahagia dan rasanya terlalu cepat sekali aira menyetujui dan mengajakku, semua terjadi terjadi begitu cepat dan aku tiba-tiba merasa aku sudah ada di panggung menggunakan pakaian berwarna hijau berbulu dan corak yang begitu indah dengan ukiran kayu,kemudian diatas kepalaku ada sebuah sunting yang begitu kecil dengan bunga yang indah disamping telinga berwarna merah, dan jangan lupa wajahku sudah ada hiasan makeup yang bercirikan anak penari. Aku mulai menari dengan penuh energi dan juga wajahku penuh dengan senyum “tapi mengapa,dibalik senyumku ini,tidak ada rasa bahagia dan rasa penuh haru?,bukankah aku menginginkan semua ini?,aku sangat ingin menari dan sekarang aku melakukannya?,lantas mengapa aku tak mampu merasakan perasaan suka itu?, ada apa sebenarnya dengan diriku?. 

 

Aku menyelesaikan tarian dengan begitu saja dan tanpa perasaan bahagia, lalu dari sudut barisan bangku belakang penonton aku melihat sosok ibuku yang memandang penuh rasa amarah nan benci terhadapku, apakah aku sudah bersalah?aku mengingkari janjiku kepada ibu? Tidak,bagaimana jika ibu marah?aku sangat takut sekali. Aku hanya bisa terdiam kaku dan tubuhku rasanya sukar untuk bergerak menggapai ibu, mengapa ibu rasanya begitu jauh dariku dan juga ibu berdiri dari duduknya lalu berjalan keluar dari barisan bangku, aku ingin mengejar tapi kakiku tidak bisa bergerak, aku ingin memanggil tapi suaraku hilang tanpa arah dan hatiku berteriak “IBUUUUUUUUU”, tapi tak satupun keluar dari mulutku ini, hingga aku tiba-tiba terbangun dan ternyata mimpi itu datang lagi, sudah sepuluh tahun rasanya aku lulus dari masa sekolah tingkat menengah atas mengapa bayang-bayang masa lalu itu masih selalu menghantuiku, mungkin karena rasa rinduku yang sangat dalam kepada ibu. Ku raih segelas air dan juga mengambil sebutir obat lalu ku minum “lega sekali rasanya,sepertinya aku harus pulang dan menemui ibu,mimpi itu datang kembali dengan rasa dan impian yang semakin membuatku merindukannya,tolong Tuhan beri aku kesempatan untuk mewujudkan mimpi itu meskipun hanya didalam mimpi” bersama dengan angin malam kututup kembali mataku dan tak sadar ku terlelap setelah minum sedikit air. Mungkin sukar memahami kisah singkat ini, tapi aku berharap tidak ada harapan yang sirna dan juga impian yang tenggelam lagi untuk kedepannya, mencoba bangkit dan meneruskan hidup dengan segala rasa sayang yang ada, dan jangan pernah untuk mengingkari janji yang sudah ada, karena sejatinya semua lara yang ada pasti akan kembali pada pusaran gelora cinta kasih yang sudah merana. Terima kasih sudah membaca, ada banyak yang ingin diungkapkan, namun lewat kata pun tak mampu rasanya bercerita, semoga kita bisa berjumpa secara nyata untuk menjadi seorang penari yang bukan ilusi semata saja. Dari penari ilusi sang penakluk hati untuk pembaca yang berjiwa murni serta penuh cinta dihati.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MOSI DEBAT SMA BULAN BAHASA 2019

MOSI YANG DILOMBAKAN DALAM DEBAT PRATIKUM SASTRA KE 27

Mahasiswa 2018: Kesan dan Pesan PKKMB dan Sehari Bersama Maba