Di tepian waktu yang tak pernah berhenti mengalir, ada sebuah bangsa yang berdiri
tegak di atas kaki-kaki sejarahnya. Sebuah bangsa yang hidup dengan semangat,
bercita-cita tinggi, dan bertekad kuat untuk mewujudkan impian bersama. Bangsa
itu adalah Indonesia, negeri yang kaya dengan budaya, bahasa, dan beragam cerita
hidup yang tak terhitung jumlahnya. Namun, di tengah derasnya arus globalisasi
yang menggulung setiap lapisan kehidupan, satu hal tetap menjadi penopang
tegaknya bangsa ini: bahasa.
Rudi, seorang pemuda yang tinggal di kota kecil di Sumatera, tahu benar bahwa
bahasa bukan sekadar alat berbicara. Bagi Rudi, bahasa adalah kekuatan yang
menghubungkan setiap individu, menciptakan pemahaman, dan menjadi pilar dari
perubahan yang diinginkan. Sejak kecil, ia mendengar cerita dari ayahnya tentang
perjuangan para pendahulu untuk menjaga bahasa Indonesia, yang bukan hanya
simbol identitas, tetapi juga simbol persatuan bangsa.
Rudi adalah seorang pembaca yang tekun. Buku-buku yang ia temukan di
perpustakaan desa, meski kadang usang dan berdebu, baginya adalah jendela ke
dunia yang lebih besar. Di sana, di antara lembaran-lembaran itu, ia menemukan
kata-kata yang mempengaruhi cara pandangnya terhadap dunia. Dari penulis-
penulis besar, ia belajar bagaimana bahasa bisa menjadi alat untuk meruntuhkan
tembok pemisah dan membangun jembatan pemahaman. Seperti halnya para tokoh
perjuangan yang melawan penjajahan dengan semangat kebangsaan yang
terkandung dalam bahasa.
Namun, Rudi menyadari bahwa di tengah globalisasi ini, bahasa Indonesia tak bisa
dibiarkan meredup. Ia melihat bagaimana generasi muda mulai bergeser, beralih ke
2 | C e r p e n
bahasa asing dalam keseharian mereka, dengan alasan bahwa bahasa asing adalah
tiket untuk meraih masa depan yang lebih gemilang. Meski ia tidak menentang hal
itu, ia merasa ada yang hilang, sesuatu yang lebih dalam dan lebih berharga dari
sekadar kemampuan berbahasa asing. Itulah bahasa Indonesia, bahasa yang
menyimpan kekayaan budaya, cerita, dan nilai-nilai luhur bangsa.
Suatu hari, Rudi memutuskan untuk menulis sebuah esai. Bukan sembarang esai,
tetapi esai yang dapat membangkitkan kesadaran. Ia ingin menulis tentang
bagaimana bahasa bisa merajut masa depan bangsa, dan bagaimana bahasa
Indonesia harus terus dipertahankan, diperkuat, dan dihargai di tengah derasnya
arus globalisasi.
Di sebuah petang yang tenang, ketika senja mulai menghitam di cakrawala, Rudi
duduk di bawah pohon besar yang sudah menjadi saksi bisu perjalanan waktu di
desanya. Dengan sabak di pangkuan, ia mulai menulis. Kata demi kata mengalir
deras dari pikirannya, membentuk kalimat yang kokoh dan indah.
"Bahasa bukan hanya sekadar kata-kata," tulisnya, "ia adalah jembatan antara masa
lalu dan masa depan. Ia adalah benang yang menghubungkan kita dengan sejarah,
dengan cerita-cerita lama yang mengajarkan kita tentang kehidupan, tentang
keberagaman, dan tentang persatuan. Di dunia yang terus berubah, bahasa adalah
harta yang harus dijaga, seperti halnya sebuah warisan yang tak ternilai harganya."
Rudi tahu bahwa untuk mewujudkan cita-cita bangsa, bahasa harus menjadi
kekuatan yang hidup, yang tak hanya diucapkan, tetapi juga dihayati. Bahasa adalah
alat untuk menyampaikan impian, untuk menggugah semangat, dan untuk
menciptakan perubahan. Ia menulis tentang pentingnya menjaga bahasa Indonesia,
3 | C e r p e n
sebagai simbol identitas bangsa yang tak boleh tergerus oleh pengaruh luar yang
datang tanpa henti.
Dengan takzim, ia menggambarkan bagaimana bahasa Indonesia adalah pohon
yang akarnya tertanam dalam tanah leluhur, dan batang serta rantingnya menjulang
ke langit, menggapai cita-cita yang tinggi. Bahasa ini adalah sumber kehidupan
yang harus terus diberi bandy dan sinar matahari agar dapat tumbuh subur,
menghijaukan setiap sudut negeri ini.
"Di tangan generasi muda," lanjut Rudi, "terletak kunci untuk menjaga kelestarian
bahasa ini. Kita adalah penerus yang memiliki tanggung jawab besar untuk
merangkai kata-kata, untuk menulis cerita baru yang dapat menginspirasi dunia,
tanpa melupakan akar budaya kita."
Esai itu, yang ditulis dengan penuh rasa, akhirnya Rudi kirimkan ke sebuah majalah
pendidikan. Beberapa hari kemudian, ia menerima kabar bahwa esainya akan
diterbitkan dalam edisi khusus tentang peran bahasa dalam kemajuan bangsa. Rudi
merasa bangga, tetapi ia tahu bahwa ini baru langkah awal. Perjuangan untuk
menjaga bahasa Indonesia, untuk menjadikannya alat yang kuat dalam membangun
masa depan, masih panjang.
Namun, di tengah kebahagiaannya, kejadian besar yang tak terduga menghampiri.
Sebuah perusahaan multinasional besar yang memiliki cabang di Indonesia,
mengumumkan proyek baru mereka yang bernama "Lingua Global." Proyek ini
bertujuan untuk mengajarkan bahasa asing secara massal melalui platform digital,
dengan tawaran pelatihan yang menggiurkan bagi anak muda di seluruh negeri.
Hanya dalam waktu seminggu, iklan besar tentang proyek ini mengisi berbagai
4 | C e r p e n
media sosial dan televisi. Proyek ini mendapat dukungan dari pemerintah, yang
melihatnya sebagai langkah maju dalam meningkatkan daya saing global Indonesia.
Di sisi lain, kelompok budaya dan akademisi mulai menyuarakan keberatannya.
Mereka khawatir, jika bahasa asing semakin mendominasi, bahasa Indonesia akan
semakin terpinggirkan, bahkan dilupakan oleh generasi muda yang kini lebih
tertarik menguasai bahasa asing demi karier dan kesuksesan pribadi. Perdebatan ini
memanas. Media sosial dipenuhi dengan berbagai pendapat, baik yang mendukung
maupun yang menentang proyek tersebut.
Rudi, yang sebelumnya hanya menulis esai biasa, kini merasakan adanya tekanan
yang sangat besar. Ia melihat perubahan yang begitu cepat terjadi di sekelilingnya.
Ia merasa perlu untuk berbuat lebih, untuk menyuarakan pentingnya menjaga
bahasa Indonesia dalam situasi seperti ini. Namun, di balik itu semua, ada hal yang
tidak ia duga.
Suatu malam, saat sedang berbincang dengan ayahnya, Rudi mendapat sebuah
pengakuan mengejutkan. Ayahnya menceritakan bahwa ia pernah menjadi bagian
dari tim perancang kebijakan pemerintah yang terkait dengan proyek "Lingua
Global." Rudi merasa terkejut, tidak menyangka bahwa proyek ini memiliki lebih
banyak dampak dari yang ia kira. Ternyata, tujuan dari proyek ini bukan sekadar
meningkatkan kemampuan bahasa asing, tetapi juga untuk memperkenalkan
budaya luar yang dapat mempengaruhi pola pikir masyarakat Indonesia, bahkan
mempengaruhi identitas budaya bangsa dalam jangka panjang.
Ayahnya juga mengungkapkan bahwa ada sejumlah kekhawatiran dari dalam
pemerintah tentang potensi perpecahan yang bisa muncul dari upaya menjaga dan
mempromosikan bahasa Indonesia. Beberapa pejabat, menurut ayah Rudi, merasa
5 | C e r p e n
bahwa "bahasa Indonesia yang kaku" sudah tidak relevan dalam dunia global yang
semakin maju. Rudi pun semakin merasa bingung, terombang-ambing antara cinta
pada bahasa ibunya dan tantangan besar yang dihadapi bangsa ini.
Dengan beban pikiran yang semakin berat, Rudi memutuskan untuk menyuarakan
kegelisahannya melalui sebuah tulisan baru. Kali ini, ia menulis tentang masalah
besar yang dihadapi Indonesia, dengan kesadaran bahwa globalisasi tak bisa
dihentikan. Namun, ia percaya bahwa identitas bangsa, yang tercermin dalam
bahasa Indonesia, tetap harus dipertahankan. Tulisan ini menjadi lebih keras, lebih
kritis, bahkan lebih personal.
"Bahasa adalah jiwa bangsa," tulis Rudi dalam esai terbarunya, "dan siapa pun yang
mencoba merampasnya dari kita, sejatinya sedang mencoba merampas identitas
kita. Kita tidak bisa membiarkan bangsa ini terpecah hanya karena kita lupa akan
kekuatan bahasa kita sendiri."
Esai itu, yang dipenuhi dengan semangat dan rasa cinta tanah air yang mendalam,
kemudian ia kirimkan ke beberapa media besar. Ternyata, tanggapan yang datang
jauh lebih besar dari yang ia duga. Di luar dugaan, tulisan Rudi menjadi viral.
Generasi muda, yang selama ini terpecah oleh berbagai perdebatan, mulai bersatu
untuk mempertahankan bahasa Indonesia sebagai simbol kekuatan dan persatuan
bangsa. Mereka menuntut agar pemerintah meninjau ulang proyek "Lingua
Global."
Tidak lama setelah itu, sebuah keputusan besar diambil oleh pemerintah: proyek
tersebut dihentikan sementara waktu untuk melakukan evaluasi, dan sebagai
gantinya, sebuah inisiatif baru dimulai untuk mempromosikan bahasa Indonesia di
6 | C e r p e n
level internasional. Indonesia akan memanfaatkan kekayaan budaya dan bahasanya
sebagai daya tarik bagi dunia luar.
Rudi, meski merasa lega, tahu bahwa perjalanan ini masih panjang. Ia kembali
menulis, kini dengan semangat yang lebih besar. Ia percaya bahwa setiap kata yang
dirangkai dengan cinta akan menjadi benang yang menghubungkan masa lalu dan
masa depan bangsa ini.
Di bawah cahaya rembulan yang lembut, Rudi dan teman-temannya mengadakan
sebuah pertemuan besar, mengundang masyarakat untuk berbagi cerita dan
merayakan keindahan bahasa Indonesia. Dengan penuh semangat, mereka
menggelar pertunjukan seni, membaca puisi, dan mendengarkan cerita rakyat yang
berakar dalam budaya mereka. Pertemuan itu menjadi ajang untuk saling
mengingatkan bahwa bahasa bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga jembatan
yang menyatukan sejarah, budaya, dan identitas mereka sebagai bangsa.
Dengan latar belakang suara gamelan dan alunan lagu-lagu daerah, Rudi berdiri di
depan kerumunan, merasakan gelora semangat yang mengalir di antara mereka.
"Kita adalah satu kesatuan," katanya dengan penuh keyakinan, "setiap kata yang
kita ucapkan adalah bagian dari cerita besar kita sebagai bangsa. Jangan biarkan
bahasa kita sirna oleh arus yang tak kita inginkan."
Suara riuh tepuk tangan dan sorakan membahana, menandakan bahwa Rudi tidak
sendirian. Di tengah kerumunan, ia melihat wajah-wajah yang penuh harapan, siap
untuk berjuang bersama demi masa depan bahasa Indonesia. Mereka semua sepakat
bahwa bahasa adalah warisan yang harus dijaga dan dilestarikan.
7 | C e r p e n
Pertemuan itu bukan hanya menjadi titik awal bagi gerakan untuk mempromosikan
bahasa Indonesia, tetapi juga menciptakan sebuah komunitas yang peduli akan
pentingnya bahasa dan budaya mereka. Rudi dan teman-temannya mulai
mengorganisir berbagai kegiatan: lomba menulis, seminar tentang kebudayaan, dan
pelatihan untuk generasi muda dalam mempertahankan dan mengembangkan
bahasa Indonesia.
Kegiatan demi kegiatan berjalan sukses, menarik perhatian lebih banyak orang
untuk bergabung. Rudi merasakan bahwa semangat kolektif ini telah menyebar
bagaikan api yang menghangatkan hati dan pikiran semua yang terlibat. Mereka
bersama-sama menyuarakan pentingnya bahasa Indonesia dalam setiap aspek
kehidupan, dari pendidikan hingga kebudayaan, dari politik hingga seni.
Dalam perjalanannya, Rudi belajar bahwa perjuangan untuk melestarikan bahasa
bukanlah hal yang mudah. Terkadang, ia merasa lelah dan putus asa, tetapi
dukungan teman-temannya dan semangat masyarakat selalu membangkitkan
kembali harapannya. Ia menyadari bahwa setiap kata yang dituliskannya bukan
hanya untuk dirinya sendiri, tetapi untuk generasi yang akan datang—untuk
memastikan bahwa bahasa Indonesia tetap hidup dan kuat di tengah gempuran
budaya asing.
Akhirnya, setelah berbulan-bulan berjuang, hasil dari usaha mereka mulai terlihat.
Pemerintah pun menyadari bahwa menjaga bahasa Indonesia sama pentingnya
dengan mempelajari bahasa asing. Sebuah kebijakan baru diperkenalkan untuk
meningkatkan pendidikan bahasa Indonesia di sekolah-sekolah, mendorong
penggunaan bahasa daerah, dan mempromosikan karya sastra Indonesia di kancah
internasional.
8 | C e r p e n
Rudi berdiri di samping ayahnya, menonton berita di televisi tentang inisiatif baru
ini. Matanya bersinar bangga. Ia tahu bahwa usaha dan kerja kerasnya tidak sia-sia.
Bersama dengan generasi muda lainnya, mereka telah menciptakan sebuah
perubahan yang nyata. Rudi merasa bahwa setiap langkah kecil yang mereka ambil
telah menjadi bagian dari perjalanan besar bangsa ini.
Di malam yang tenang itu, saat bintang-bintang berkelip di langit, Rudi kembali
menulis. Di atas kertas yang bersih, ia merangkai kata-kata penuh harapan,
mengungkapkan impian dan cita-cita untuk bahasa Indonesia di masa depan. Ia
menuliskan pesannya:
"Bahasa adalah benang yang menyatukan kita semua. Dalam setiap huruf yang kita
tulis, ada sejarah dan harapan. Dalam setiap kalimat yang kita ucapkan, ada
kekuatan untuk mengubah dunia. Mari kita terus merangkai kata, menyulam masa
depan yang lebih cemerlang, demi Indonesia yang kita cintai."
Rudi menyadari, dalam setiap perjuangan yang ia lakukan, ia tidak hanya
melestarikan bahasa, tetapi juga merajut masa depan bangsa yang penuh harapan.
Dengan bahasa, mereka akan terus merangkai cerita besar, membangun persatuan,
dan menyongsong masa depan yang lebih cerah. Dan di sinilah, di dalam hati setiap
orang, terpatri semboyan: “Bhineka Tunggal Ika.” Agar lebih bersatu, lebih
cemerlang.
0 Komentar