Merangkai Kata, Menyulam Masa Depan - M.Fadhillah Al Bukhori


 Merangkai Kata, Menyulam Masa Depan 
 M.Fadhillah Al Bukhori-SMA 1 Tembilahan


Di tepian waktu yang tak pernah berhenti mengalir, ada sebuah bangsa yang berdiri

tegak di atas kaki-kaki sejarahnya. Sebuah bangsa yang hidup dengan semangat,

bercita-cita tinggi, dan bertekad kuat untuk mewujudkan impian bersama. Bangsa

itu adalah Indonesia, negeri yang kaya dengan budaya, bahasa, dan beragam cerita

hidup yang tak terhitung jumlahnya. Namun, di tengah derasnya arus globalisasi

yang menggulung setiap lapisan kehidupan, satu hal tetap menjadi penopang

tegaknya bangsa ini: bahasa.


Rudi, seorang pemuda yang tinggal di kota kecil di Sumatera, tahu benar bahwa

bahasa bukan sekadar alat berbicara. Bagi Rudi, bahasa adalah kekuatan yang

menghubungkan setiap individu, menciptakan pemahaman, dan menjadi pilar dari

perubahan yang diinginkan. Sejak kecil, ia mendengar cerita dari ayahnya tentang

perjuangan para pendahulu untuk menjaga bahasa Indonesia, yang bukan hanya

simbol identitas, tetapi juga simbol persatuan bangsa.


Rudi adalah seorang pembaca yang tekun. Buku-buku yang ia temukan di

perpustakaan desa, meski kadang usang dan berdebu, baginya adalah jendela ke

dunia yang lebih besar. Di sana, di antara lembaran-lembaran itu, ia menemukan


kata-kata yang mempengaruhi cara pandangnya terhadap dunia. Dari penulis-

penulis besar, ia belajar bagaimana bahasa bisa menjadi alat untuk meruntuhkan


tembok pemisah dan membangun jembatan pemahaman. Seperti halnya para tokoh

perjuangan yang melawan penjajahan dengan semangat kebangsaan yang

terkandung dalam bahasa.


Namun, Rudi menyadari bahwa di tengah globalisasi ini, bahasa Indonesia tak bisa

dibiarkan meredup. Ia melihat bagaimana generasi muda mulai bergeser, beralih ke


2 | C e r p e n


bahasa asing dalam keseharian mereka, dengan alasan bahwa bahasa asing adalah

tiket untuk meraih masa depan yang lebih gemilang. Meski ia tidak menentang hal

itu, ia merasa ada yang hilang, sesuatu yang lebih dalam dan lebih berharga dari

sekadar kemampuan berbahasa asing. Itulah bahasa Indonesia, bahasa yang

menyimpan kekayaan budaya, cerita, dan nilai-nilai luhur bangsa.


Suatu hari, Rudi memutuskan untuk menulis sebuah esai. Bukan sembarang esai,

tetapi esai yang dapat membangkitkan kesadaran. Ia ingin menulis tentang

bagaimana bahasa bisa merajut masa depan bangsa, dan bagaimana bahasa

Indonesia harus terus dipertahankan, diperkuat, dan dihargai di tengah derasnya

arus globalisasi.


Di sebuah petang yang tenang, ketika senja mulai menghitam di cakrawala, Rudi

duduk di bawah pohon besar yang sudah menjadi saksi bisu perjalanan waktu di

desanya. Dengan sabak di pangkuan, ia mulai menulis. Kata demi kata mengalir

deras dari pikirannya, membentuk kalimat yang kokoh dan indah.


"Bahasa bukan hanya sekadar kata-kata," tulisnya, "ia adalah jembatan antara masa

lalu dan masa depan. Ia adalah benang yang menghubungkan kita dengan sejarah,

dengan cerita-cerita lama yang mengajarkan kita tentang kehidupan, tentang

keberagaman, dan tentang persatuan. Di dunia yang terus berubah, bahasa adalah

harta yang harus dijaga, seperti halnya sebuah warisan yang tak ternilai harganya."


Rudi tahu bahwa untuk mewujudkan cita-cita bangsa, bahasa harus menjadi

kekuatan yang hidup, yang tak hanya diucapkan, tetapi juga dihayati. Bahasa adalah

alat untuk menyampaikan impian, untuk menggugah semangat, dan untuk

menciptakan perubahan. Ia menulis tentang pentingnya menjaga bahasa Indonesia,


3 | C e r p e n


sebagai simbol identitas bangsa yang tak boleh tergerus oleh pengaruh luar yang

datang tanpa henti.


Dengan takzim, ia menggambarkan bagaimana bahasa Indonesia adalah pohon

yang akarnya tertanam dalam tanah leluhur, dan batang serta rantingnya menjulang

ke langit, menggapai cita-cita yang tinggi. Bahasa ini adalah sumber kehidupan

yang harus terus diberi bandy dan sinar matahari agar dapat tumbuh subur,

menghijaukan setiap sudut negeri ini.


"Di tangan generasi muda," lanjut Rudi, "terletak kunci untuk menjaga kelestarian

bahasa ini. Kita adalah penerus yang memiliki tanggung jawab besar untuk

merangkai kata-kata, untuk menulis cerita baru yang dapat menginspirasi dunia,

tanpa melupakan akar budaya kita."


Esai itu, yang ditulis dengan penuh rasa, akhirnya Rudi kirimkan ke sebuah majalah

pendidikan. Beberapa hari kemudian, ia menerima kabar bahwa esainya akan

diterbitkan dalam edisi khusus tentang peran bahasa dalam kemajuan bangsa. Rudi

merasa bangga, tetapi ia tahu bahwa ini baru langkah awal. Perjuangan untuk

menjaga bahasa Indonesia, untuk menjadikannya alat yang kuat dalam membangun

masa depan, masih panjang.


Namun, di tengah kebahagiaannya, kejadian besar yang tak terduga menghampiri.

Sebuah perusahaan multinasional besar yang memiliki cabang di Indonesia,

mengumumkan proyek baru mereka yang bernama "Lingua Global." Proyek ini

bertujuan untuk mengajarkan bahasa asing secara massal melalui platform digital,

dengan tawaran pelatihan yang menggiurkan bagi anak muda di seluruh negeri.

Hanya dalam waktu seminggu, iklan besar tentang proyek ini mengisi berbagai


4 | C e r p e n


media sosial dan televisi. Proyek ini mendapat dukungan dari pemerintah, yang

melihatnya sebagai langkah maju dalam meningkatkan daya saing global Indonesia.


Di sisi lain, kelompok budaya dan akademisi mulai menyuarakan keberatannya.

Mereka khawatir, jika bahasa asing semakin mendominasi, bahasa Indonesia akan

semakin terpinggirkan, bahkan dilupakan oleh generasi muda yang kini lebih

tertarik menguasai bahasa asing demi karier dan kesuksesan pribadi. Perdebatan ini

memanas. Media sosial dipenuhi dengan berbagai pendapat, baik yang mendukung

maupun yang menentang proyek tersebut.


Rudi, yang sebelumnya hanya menulis esai biasa, kini merasakan adanya tekanan

yang sangat besar. Ia melihat perubahan yang begitu cepat terjadi di sekelilingnya.

Ia merasa perlu untuk berbuat lebih, untuk menyuarakan pentingnya menjaga

bahasa Indonesia dalam situasi seperti ini. Namun, di balik itu semua, ada hal yang

tidak ia duga.


Suatu malam, saat sedang berbincang dengan ayahnya, Rudi mendapat sebuah

pengakuan mengejutkan. Ayahnya menceritakan bahwa ia pernah menjadi bagian

dari tim perancang kebijakan pemerintah yang terkait dengan proyek "Lingua

Global." Rudi merasa terkejut, tidak menyangka bahwa proyek ini memiliki lebih

banyak dampak dari yang ia kira. Ternyata, tujuan dari proyek ini bukan sekadar

meningkatkan kemampuan bahasa asing, tetapi juga untuk memperkenalkan

budaya luar yang dapat mempengaruhi pola pikir masyarakat Indonesia, bahkan

mempengaruhi identitas budaya bangsa dalam jangka panjang.


Ayahnya juga mengungkapkan bahwa ada sejumlah kekhawatiran dari dalam

pemerintah tentang potensi perpecahan yang bisa muncul dari upaya menjaga dan

mempromosikan bahasa Indonesia. Beberapa pejabat, menurut ayah Rudi, merasa


5 | C e r p e n


bahwa "bahasa Indonesia yang kaku" sudah tidak relevan dalam dunia global yang

semakin maju. Rudi pun semakin merasa bingung, terombang-ambing antara cinta

pada bahasa ibunya dan tantangan besar yang dihadapi bangsa ini.


Dengan beban pikiran yang semakin berat, Rudi memutuskan untuk menyuarakan

kegelisahannya melalui sebuah tulisan baru. Kali ini, ia menulis tentang masalah

besar yang dihadapi Indonesia, dengan kesadaran bahwa globalisasi tak bisa

dihentikan. Namun, ia percaya bahwa identitas bangsa, yang tercermin dalam

bahasa Indonesia, tetap harus dipertahankan. Tulisan ini menjadi lebih keras, lebih

kritis, bahkan lebih personal.


"Bahasa adalah jiwa bangsa," tulis Rudi dalam esai terbarunya, "dan siapa pun yang

mencoba merampasnya dari kita, sejatinya sedang mencoba merampas identitas

kita. Kita tidak bisa membiarkan bangsa ini terpecah hanya karena kita lupa akan

kekuatan bahasa kita sendiri."


Esai itu, yang dipenuhi dengan semangat dan rasa cinta tanah air yang mendalam,

kemudian ia kirimkan ke beberapa media besar. Ternyata, tanggapan yang datang

jauh lebih besar dari yang ia duga. Di luar dugaan, tulisan Rudi menjadi viral.

Generasi muda, yang selama ini terpecah oleh berbagai perdebatan, mulai bersatu

untuk mempertahankan bahasa Indonesia sebagai simbol kekuatan dan persatuan

bangsa. Mereka menuntut agar pemerintah meninjau ulang proyek "Lingua

Global."


Tidak lama setelah itu, sebuah keputusan besar diambil oleh pemerintah: proyek

tersebut dihentikan sementara waktu untuk melakukan evaluasi, dan sebagai

gantinya, sebuah inisiatif baru dimulai untuk mempromosikan bahasa Indonesia di


6 | C e r p e n


level internasional. Indonesia akan memanfaatkan kekayaan budaya dan bahasanya

sebagai daya tarik bagi dunia luar.


Rudi, meski merasa lega, tahu bahwa perjalanan ini masih panjang. Ia kembali

menulis, kini dengan semangat yang lebih besar. Ia percaya bahwa setiap kata yang

dirangkai dengan cinta akan menjadi benang yang menghubungkan masa lalu dan

masa depan bangsa ini.


Di bawah cahaya rembulan yang lembut, Rudi dan teman-temannya mengadakan

sebuah pertemuan besar, mengundang masyarakat untuk berbagi cerita dan

merayakan keindahan bahasa Indonesia. Dengan penuh semangat, mereka

menggelar pertunjukan seni, membaca puisi, dan mendengarkan cerita rakyat yang

berakar dalam budaya mereka. Pertemuan itu menjadi ajang untuk saling

mengingatkan bahwa bahasa bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga jembatan

yang menyatukan sejarah, budaya, dan identitas mereka sebagai bangsa.


Dengan latar belakang suara gamelan dan alunan lagu-lagu daerah, Rudi berdiri di

depan kerumunan, merasakan gelora semangat yang mengalir di antara mereka.

"Kita adalah satu kesatuan," katanya dengan penuh keyakinan, "setiap kata yang

kita ucapkan adalah bagian dari cerita besar kita sebagai bangsa. Jangan biarkan

bahasa kita sirna oleh arus yang tak kita inginkan."


Suara riuh tepuk tangan dan sorakan membahana, menandakan bahwa Rudi tidak

sendirian. Di tengah kerumunan, ia melihat wajah-wajah yang penuh harapan, siap

untuk berjuang bersama demi masa depan bahasa Indonesia. Mereka semua sepakat

bahwa bahasa adalah warisan yang harus dijaga dan dilestarikan.


7 | C e r p e n


Pertemuan itu bukan hanya menjadi titik awal bagi gerakan untuk mempromosikan

bahasa Indonesia, tetapi juga menciptakan sebuah komunitas yang peduli akan

pentingnya bahasa dan budaya mereka. Rudi dan teman-temannya mulai

mengorganisir berbagai kegiatan: lomba menulis, seminar tentang kebudayaan, dan

pelatihan untuk generasi muda dalam mempertahankan dan mengembangkan

bahasa Indonesia.


Kegiatan demi kegiatan berjalan sukses, menarik perhatian lebih banyak orang

untuk bergabung. Rudi merasakan bahwa semangat kolektif ini telah menyebar

bagaikan api yang menghangatkan hati dan pikiran semua yang terlibat. Mereka

bersama-sama menyuarakan pentingnya bahasa Indonesia dalam setiap aspek

kehidupan, dari pendidikan hingga kebudayaan, dari politik hingga seni.


Dalam perjalanannya, Rudi belajar bahwa perjuangan untuk melestarikan bahasa

bukanlah hal yang mudah. Terkadang, ia merasa lelah dan putus asa, tetapi

dukungan teman-temannya dan semangat masyarakat selalu membangkitkan

kembali harapannya. Ia menyadari bahwa setiap kata yang dituliskannya bukan

hanya untuk dirinya sendiri, tetapi untuk generasi yang akan datang—untuk

memastikan bahwa bahasa Indonesia tetap hidup dan kuat di tengah gempuran

budaya asing.


Akhirnya, setelah berbulan-bulan berjuang, hasil dari usaha mereka mulai terlihat.

Pemerintah pun menyadari bahwa menjaga bahasa Indonesia sama pentingnya

dengan mempelajari bahasa asing. Sebuah kebijakan baru diperkenalkan untuk

meningkatkan pendidikan bahasa Indonesia di sekolah-sekolah, mendorong

penggunaan bahasa daerah, dan mempromosikan karya sastra Indonesia di kancah

internasional.


8 | C e r p e n


Rudi berdiri di samping ayahnya, menonton berita di televisi tentang inisiatif baru

ini. Matanya bersinar bangga. Ia tahu bahwa usaha dan kerja kerasnya tidak sia-sia.

Bersama dengan generasi muda lainnya, mereka telah menciptakan sebuah

perubahan yang nyata. Rudi merasa bahwa setiap langkah kecil yang mereka ambil

telah menjadi bagian dari perjalanan besar bangsa ini.


Di malam yang tenang itu, saat bintang-bintang berkelip di langit, Rudi kembali

menulis. Di atas kertas yang bersih, ia merangkai kata-kata penuh harapan,

mengungkapkan impian dan cita-cita untuk bahasa Indonesia di masa depan. Ia

menuliskan pesannya:


"Bahasa adalah benang yang menyatukan kita semua. Dalam setiap huruf yang kita

tulis, ada sejarah dan harapan. Dalam setiap kalimat yang kita ucapkan, ada

kekuatan untuk mengubah dunia. Mari kita terus merangkai kata, menyulam masa

depan yang lebih cemerlang, demi Indonesia yang kita cintai."


Rudi menyadari, dalam setiap perjuangan yang ia lakukan, ia tidak hanya

melestarikan bahasa, tetapi juga merajut masa depan bangsa yang penuh harapan.

Dengan bahasa, mereka akan terus merangkai cerita besar, membangun persatuan,

dan menyongsong masa depan yang lebih cerah. Dan di sinilah, di dalam hati setiap

orang, terpatri semboyan: “Bhineka Tunggal Ika.” Agar lebih bersatu, lebih

cemerlang.

Posting Komentar

0 Komentar