Mimpiku untuk perubahan bangsa - Ghea Puspita


Mimpiku untuk perubahan bangsa  
Ghea Puspita-Mas Tahfidz

   Burung-burung berkicau dengan merdu dan matahari sudah mulai terbit dari sebelah timur yang menandakan pagi telah tiba. Perlahan satu dua rumah mulai terdengar suara berisik, Dari suara ibu-ibu yang susah membangunkan anaknya yang tidur dan suara berisik di dapur-dapur rumah. Udara pagi masih terasa dingin dan sejuk tetapi badanku sudah basah oleh keringat.

“ Jakaa!!, Selesaikan pekerjakannya cepat. Ibu harus menggunakan kayu- kayu itu untuk memasak!”

   Terdengar suara dari sebrang sana. Aku menghembus nafas kesal. Apa Ibu tidak tahu ini adalah pekerjaan yang sangat melelahkan. Walaupun dilubuk hatiku sangat kesal dan dongkol kepada Ibu karena pagi-pagi seperti ini aku sudah disuruh bangun. Dengan berat hati aku berdiri menyelesaikan pekerjaanku. Setelah selesai dengan setumpukkan kayu yang menyebalkan, Aku mengambil beberapa bilah kayu lalu membawanya masuk menuju dapur.
“Letakkan disitu saja kayunya Jaka!” Perintah Ibu yang sedang sibuk dengan bumbu masakannya. Aku meletakkan kayu sesuai dengan perintah sang Ibu. Sejenak aku berpikir tentang sesuatu.
“Ibu, Kenapa rumah kita tidak menggunakan kompor gas saja, Kan lebih mudah dari pada harus membelah kayu setiap hari” Keluhku.
“Apanya yang mudah Jaka? Menggunakan kompor gas itu mahal, Kita mana mampu membelinya terus menerus. Lebih baik uangnya digunakan untuk biaya sekolahmu” Jelas Ibu panjang lebar.
“Kita harus berhemat jaka. Kayu-kayu itu dapat kita cari diladang dan itu tidak membutuhkan biaya, Lagi pula warga di desa kita juga menggunakan kayu” Sambung ibu. “Kalau begitu, kenapa tidak dibuat saja mesin pemotong kayu di des akita. Kan warga di desa tidak akan susah-susah membelah kayu sendiri?”

“Ya manalah ibu tahu tentang itu. Jangan kau tanyakan hal seperti itu kepada Ibu, Tanyakan saja besok  pada gurumu di sekolah.” Tegas ibu yang kini tengah membuat api didalam tungku. Bau-bau asap sudah menyapa indraku. “Tapi kan Bu...” “ Jaka lebih baik kau membantu Ibumu dari pada bicara tentangmesin pemotong yang apalah namanya itu, Ibu sendiri saja tidak mengerti” Potong ibu cepat sebelum aku bertanya hal lainnya. Aku mendengus kesal lalu pergi dari hadapan Ibu. Lebih baik aku keluar bermain dengan teman-temanku dari pada membantu Ibu, itu akan memperburuk suasana hatiku.

   Matahari yang tadinya bersinar terik, Menjulang tinggi diatas sana bersama awan putih yang bersih kini sudah bergulir kearah kaki barat menandakan malam yang gelap akan datang. Dan disinilah aku sekarang, Duduk bersiul diteras rumahmenunggu kepulangan seseorang. Brrummms drrrt... bbruumsdrtt drtt.. Pendengaranku menangkap sesuatu. Suara itu tidak asing lagi. Aku menoleh melihat dan benar saja it adalah suara motor Legendaris Ayah. Kata Ayah walaupun motor itu sudah sangat usang tetapi sensani menaikinya seperti pembalap motorGP terkenal seperti itulah kata Ayah.
“Ayah, Ayah!!” Aku berseru antusias melihat Ayah yang telah tiba
memarkirkan motor diteras rumah.
“Ayah!” Seruku sekali lagi.
Aku menghampirinya dan menarik tangannya untuk duduk disampingku,
Sedangkan Ayah menatapku bingung.
“Ayah, kenapa di desa kita tidak ada mesin pemotong kayu” Aku langsung
bertanya serius menatap wajah sang Ayah, Sepertinya wajahku sekarang sudah
seperti debat pemilu yang membuat ayah tertawa pelan.
“Kenapa Jaka? Apa kau tidak ingin membantu Ibumu membelah kayu
lagi?” Hening. Aku terdiam. Tebakan Ayahku tidak sepenuhnya benar.

“Di desa kita tidak membutuhkan mesin itu jaka, Warga bisa mencari dan
membelah kayu sendiri lagi pula mesin itu hanya ada di kota-kota.” Jelas Ayah.
“Kenapa kita tidak membelinya sendiri yah?”
“Mesin itu mahal Jaka bahkan jika dibeli menggunakan uang kas desa
sekalipun kita hanya mampu membeli yang bekasnya saja”
“Kalau begitu pemerintah sajalah yang membelinya, kan uang mereka
banyak. Iyakan yah?” Seruku.
“Oh Jaka, Banyak sekali pertanyaanmu ini” Ayah menggeleng tertawa
pelan sambil mengusap kepalaku.
“Begini Jaka, Jangan pernah kau harapkan pemerintah-pemerintah ataupun
penjabat-penjabat lainnya kemari. Mana mau mereka datang ke desa kita kalau mau
sekalipun pasti karena ada pemilu atau foto dokumentasi untuk dikirim ke kantor
pusat berlagak sok peduli kepada rakyat.”
“pemerintah-pemerintah itu terlalu banyak omomg kosong yang katanya
mau membangun jaringan internal , memperbaiki jalan, ladang-ladang warga atau
perubahan-perubahan dunia lainnya. Itu semua hanyalah omong kosong Jaka, Tidak
ada satupun yang mereka kerjakan jadi janagn pernah kau berhara kepada mereka”
Jelas Ayah panjang lebar mengeluarkan seluruh unek-uneknya.
Aku mengangguk-ngangguk paham tapi masih banyak lagi yang ingin
kutanyakan kepada Ayah, Belum sempat aku berbicara Ibu sudah datang dihadapan
aku dan Ayah berkacak pinggang dengan mata melotot ke arahku. Aduh, Tanda
bahaya datang.
“Sudah berapa kali Ibu bilang simpan saja pertanyaanmu itu. Tanyakan saja
besok pada gurumu disekolah apa susahnya. Ayahmu itu baru pulang dari ladang
sudah kau wawancarai saja ayahmu.” Ceramah Ibu. Padahalkan aku hanya bertanya
sedikit saja.
“Sudahlah bang, Mari masuk hari sudah mulai gelap. Jangan diladeni si
Jaka, Ibu saja dari tadi pusing dibuatnya” Ibu beranjak pergi mengajak Ayah masuk
ke dalam rumah. Huh, aku ditinggalkan diluar sendirian . Emangnya Ibu tau apa
tentang pertanyaanku. Aku mendengus lalu masuk ikut menyusul Ayah dan Ibu.

Mentari Kembali datang bersinar sperti biasa mengawali hari dengan
kehangatannnya.
“Zaman sekarang perubahan-perubahan duni sudah sangat meningkat .
Orang-orang genius berlomba-lomb menciptakan hal baru lainnya....”
Seseorang didepanku menjelaskan dengan sangat baik, Seseorang itu adalah
guruku. Kini aku sedang berada duduk manis memperhatikan guru menjelaskan
dengan semangat aku mendengarkan. Aku melirik teman-temanku yang lain, Satu
dua temanku memperhatikan, satu dua nya lagi sesekali menguap dan juga ada yang
sibuk dengan buku coretannya.
“Itulah yang dinamakan perubahan dunia atau biasa disebut era globalisasi.
Baiklah sampai disini saja, Ada yang ingin bertanya?”
Akhirnya guru didepanku selesai menjelaskan. Senyumku merekah
tanganku terangkat ingin bertanya.
“Apakah bangsa kita juga mengikuti perubahan dunia Bu?” Bu guru
tersenyum hangat kearahku.
“Tentu saja Jaka, Jika bangs akita tidak mengikuti perubahan dunia bangs
akita akan jauh tertinggal seperti zaman nenek moyang kita” Jelas Ibu guru menatap
anak muridnya, Tetapi hanya Sebagian yang mendengarkan.
“Kalau begitu Bu, Bagaimana dengan desa kita? Bahkan desa kita juga
ketinggalan dengan perubahan kota-kota lain, Apalagi dengan negara lain diluar
sana” Aku beratanya sekali lagi. Tampaknya satu dua temanku yang kelihatan
bosan mulai tertarik.
“Anak-anak, Bangsa kita adalah bangsa yang berkembang. Jadi belum
semuatempat terpenuhi kebutuhannya meskipun begitu desa kita sudah mulai
mengikuti perubahan misalnya listrik yang kita gunakan, motor, mobil, hp, dan lain
sebangainya. Itu adalah bentuk dari perubahan dunia. Walaupun kita sedikit
tertinggal, tetapi secara perlahan kita semua dapat merasakannya hanya soal waktu
di masa kalian des akita ini sudah seperti kota-kota diluar sana “ Bu guru tersenyum
hangat.
“Kenapa tidak pemerintah saja yang mengubah desa kitaatau presiden atau
pemimpin yang lain, Kan lebih mudah lagian uang mereka kan banyak” Salah satu

teman menyaut ikut bertanya. Yang tadi asik dengan kesibukan masing-masing
mulai tertarik dengan pembahasan.
“Kita tidak bisa selamanya bergantung pada pemerintah. Pekerjaan mereka
terlalau banyak bukan hanya mengurus des akita saja. Maka dari itu kalianlah
penerus generasi yang akan mengubah desa ini dan menciptakan perubahan bangsa
dan perubahan baru dunia lainnya.” Jelas Bu guru.
“Kalau begitu Bu aku akan belajar lebih giat supaya bisa membuat mesin
waktu untuk perubahan dunia.” Ucap salah satu temanku.
“Hey, Mana ada mesin waktu di dunia ini” Timpal temanku yang lain.
“Aneh-aneh saja.”
“Ini bukan dunia film yang kau lihat” Teman-temanku berseru kepada
teman ku yang berbicara tadi.
“Anak-anak semuanya akan bisa bila kita menekuninya, Hal yang mustahil
sekalipun bisa kalian ciptakan untuk bangs ajika kalian bersungguh-sungguh.”
Ucap Ibu meyakinkan.
“Kalau begitu akum au menciptakan kendaraan seperi film yang aku lihat”
Temanku berseru.
   Akhirnya kelas ribut dengan berbagai mimpi-mimpi mereka untuk perubahan bangsa. Aku tersenyum menatap teman-temanku. Tangan ku bergerak
menulis dibelakang buku yang kosong tentang mimpiku untuk perubahan bangsa yang lebih baik lagi seperti salah satunya, Suatu saat nanti aku akan menciptakan kompor ramah lingkungan dan hemat biaya agar Ibu, warga desa, Bangsa Indonesia, ataupun seluruh dunia bisa merasakannya juga. Aku rasa kita sebagai generasi bangsa selanjutnya harus menciptakan suatu hal yang baru dan menciptakan Bangsa Indonesia lebih maju, Supaya seluruh dunia tahu jika Bangsa Indonesia juga bisa menciptakan perubahan untuk dunia.

Posting Komentar

0 Komentar