Takdit Tak Tertulis
Jenny Azahra-SMK Bina Profesi Pekanbaru
Di tepian laut yang menyejukkan, terdengar hempasan ombak yang seolah-olah sedang bersenandung ringan. Ditambah cahaya bulan yang membuat pantulan-pantulan indah di dalam air. Terlihat seorang wanita yang tengah bersedih dan begitu putus asa, seakan tak tau arah. Sambil memeluk anaknya dia menangis begitu hebatnya. Seakan membiarkan semua rasa kesalnya pergi terbawa arus laut. Wanita itu pun meletakkan anaknya dengan secarik kertas di tepian batu. Berharap ada seseorang yang akan menemukan anak malang itu. Lalu dia pun pergi begitu saja meninggalkan anaknya di dinginnya malam saat itu.
Malam hari yang sunyi itu pun segera pamit, yang membuat suara ayam akan segera bunyi bagaikan alarm yang menandakan waktu pagi akan tiba. Terlihat sepasang paruh baya yang tengah bersiap-siap menuju ke pantai untuk segera berlayar. Sesampainya di sana, mereka mendengar tangisan bayi yang begitu kencang, seakan berbicara untuk meminta tolong. Mereka berdua terus berusaha mencari keberadaan suara tersebut. Akhirnya suara tersebut berhasil membimbing mereka ke tepian batu, di mana terlihat seorang bayi yang berselimut kain tebal yang tengah menangis. Saat sang istri ingin menggendong sang bayi, terlihat secarik kertas yang bertulis sebuah kata permohonan untuk merawat bayi tersebut. Saat melihat bayi yang tengah menangis hebat di tengah dinginnya pagi hari. Membuat sepasang kekasih itu bersedih, seakan hati mereka tersayat oleh batuan tajam. Melihat perjuangan anak tak bersalah ini harus bertahan hidup di dinginnya hari. Orang tua mana yang tega meninggalkan sang buah hati dicuaca dingin ini. Mereka yang sedang merasakan perjuangan untuk mempunyai seorang anak, namun orang lain malah membuang anaknya begitu saja. Kedua pasangan itu akhirnya memutuskan untuk merawat anak itu hingga besar nanti, dan diberi nama Abian yang berarti kegembiraan. Mereka berharap Abian bisa tumbuh menjadi anak yang bisa menebarkan kebahagiaan untuk orang-orang di sekitarnya.
Waktupun berlalu, Abian telah tumbuh menjadi seorang anak yang ceria dan berbakat. Abian sangat lihai dalam bermain alat musik, lebih tepatnya memainkan sebuah gitar. Setiap petikan yang dia lakukan selalu mengeluarkan nada-nada indah. Nyanyian yang keluar dari bibirnya selalu berhasil membuat orang-orang yang mendengarnya seakan-akan terpaku tak bisa bergerak dan hanya fokus terhadap nyanyiannya. Sungguh hal menakjubkan bisa melihat anak yang berusia 10 tahun sudah lihai memainkan musik dengan sempurna. Orang tua Abian sangat mendukung bakat dari anak satu-satunya itu. Mereka berharap ada secercah harapan agar Abian bisa sukses dari bakatnya tersebut. Tahun demi tahun pun berlalu, tak terasa usia Abian sudah memasuki usia remaja. Dimana dia akan melanjutkan sekolahnya Di SMA. Namun, pada saat itu tiba-tiba saja sang ayah jatuh sakit. Sehingga tak bisa pergi berlayar untuk mencari ikan. Hal itu membuat pemasukan keluarga Abian tak ada. Karena penghasilan dari jualan ikan ibu Abian, tak cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka. Abian pun memutuskan untuk membantu kedua orang tuanya tersebut. Dengan bernyanyi untuk menghibur para wisatawan- wisatawan di situ. Apabila uang yang didapatkan tak cukup, maka Abian akan membantu para nelayan lain untuk menangkap ikan. Abian merasakan sebuah tanggung jawab yang besar untuk membantu keluarganya. Abian merasa inilah saatnya untuk dia menjadi seorang anak yang berguna dan sudah bisa menghasilkan uang tanpa pemberian dari orang tuanya. Melihat betapa kerasnya usaha Abian membuat sang ibu tak tega terhadapnya. Karena hal itu kedua orang tua Abian memutuskan untuk memberi tahu Abian kenyataan sesungguhnya. Bahwa Abian bukanlah anak kandung mereka dan berharap Abian bisa mencari orang tua kandungnya, sehingga bisa hidup dengan baik. Tanpa harus memegang beban untuk membantu mereka.
Di malam hari yang menyejukkan dengan rintik-rintik hujan yang seolah-olah sedang menari diatas atap rumah. Dari arah pantai terlihat seorang pria yang tengah menikmati rintikan hujan sambil berlari pelan ke arah rumahnya. Dengan membawakan sebuah kabar gembira untuk orang tuanya Sesampainya dirumah, dia pun membuka pintu, dan langsung berlari ke arah kamar orang tuanya tanpa mempedulikan bajunya yang basah.
“Ayah, Ibu, Abian mau berbicara sesuatu” ucap Abian ketika melihat orang tuanya.
“Nah Abian, Ayah dan Ibu juga ingin membicarakan sesuatu nak” ucap sang ayah.
“Apa itu Ayah?” bingung Abian.
Kedua orang tuanya pun saling bertatapan seakan bingung harus berkata mulai dari mana. Sang ayah pun menepuk tangan sang ibu, agar dia saja yang menyampaikannya. Sang ibu dengan ragu menyampaikan bahwa Abian bukanlah anak kandungnya dan berharap agar Abian tak perlu susah- susah untuk mencari uang lagi untuk mereka.
Abian yang mendengar hal itu pun terkejut, seakan-akan waktu terhenti. Kabar bahagia yang ingin dia sampaikan seolah-olah tertahan oleh ujung lidahnya. Hanya butiran air matalah yang bisa keluar. Detak jantung yang berdetak begitu kencang membuat kedua kaki itu tak kuat untuk menopang tubuhnya. Abian yang mengetahui kenyataan tersebut memutuskan untuk pergi menenangkan dirinya. Orang tuanya yang melihat Abian pergi ke luar rumah, membuat mereka menyesal. Karena telah menggores luka yang begitu dalam di hatinya Abian. Tak tega melihat Abian begitu, Sang ibu berniat ingin menyusul Abian. Namun, sang ayah melarangnya, agar Abian bisa menenangkan diri dan menerima kenyataan tersebut. Abian yang telah sampai di tepi pantai pun mulai termenung, seakan tak percaya akan kebenaran tersebut. Sambil termenung dan memikirkan banyak hal tak terasa air mata Abian meluncur bebas dari matanya. Sesak di dada tak dapat ditahan, begitu sakit mengingat bahwa dia adalah anak yang telah dibuang bahkan tak diinginkan oleh orang tua kandungnya sendiri. Entah takdir apa yang dipersiapkan Tuhan untuknya. Sampai orang tuanya sendiri tak ingin membesarkannya. Sambil berteriak Abian berkata, “Wahai laut bukankah seharusnya engkau bersedih, apakah engkau ingat saat ibuku membuangku di sini, tidakkah engkau menjadi saksi atas kejadian tersebut. Mengapa engkau terus menghempaskan ombak dengan begitu kencangnya, apakah engkau begitu bahagia dengan hal tersebut. Lihatlah langit itu, dia tengah bersedih untukku, apakah engkau tak malu dengannya”. Segitu putus asanya Abian, dia tak tahu harus bersikap bagaimana. Wajah yang seperti apa yang harus ditampilkan nya nanti di depan orang tua yang telah mengasuhnya itu.
Tak terasa waktu demi waktu dengan cobaan dan rasa sakit yang berhasil menorehkan luka di hati Abian telah berlalu. Sekarang hanya ada masa depan yang indah untuk dihadapi, karena dia telah berhasil menjadi seorang penyanyi terkenal. Terlihat Abian yang tengah berjalan dengan gagahnya ke arah rumah yang begitu usang. Diketuknya pintu itu sambil mengucapkan salam. Saat orang dibalik pintu tersebut melihat Abian, begitu senangnya dia melihat Sang anak yang telah kembali pulang. Tampak wajah yang begitu bahagia yang tergambar di balik senyumnya itu. “Abian pulang!” dua kata yang diucapkan Abian berhasil membuat tangis kedua orang tua itu pecah. Karena rindu yang tak tertahan kepada Sang anak. Abian kini telah berhasil merubah keadaan kedua orang tuanya. Rasa sakit yang ditorehkan oleh kedua orang tua kandungnya tak lagi terpikir olehnya. Karena Abian hanya ingin fokus membuat orang yang telah berjuang hidup di sisinya dan telah memberikan sebuah arti keluarga untuknya agar mereka bahagia. Tanpa harus memikirkan kedua orang tua yang telah membuangnya dan tak menginginkannya.
0 Komentar