MASA KECIL - Dian Nawang Wulan Sari



 MASA KECIL


Beberapa minggu yang lalu setelah melaksanakan wisuda, kuputuskan untuk pergi

mengunjugi kakek di kampung karena sudah tujuh tahun lamanya aku tidak

mengunjungi kakek. Terakhir kali aku berkunjung saat aku kelas sembilan SMP.

Maklum saja, waktu SMP rumahku dan rumah kakek hanya berjarak sepuluh menit


saja karena itulah aku sering mengunjungi kakek dan sering bermain dengan anak-

anak sekitar, tapi setelah memasuki SMA, orang tua ku memutuskan untuk pindah


ke kota karena pekerjaan dan turut serta membawaku bersama mereka jadi terpaksa

aku harus melanjutkan pendidikan di kota.

Rasanya aku sudah sangat rindu sekali dengan suasana desa ini. Masih teringat jelas

di benakku betapa serunya kenangan bermain petak umpet, gasing, lompat tali dan

permainan tradisional lainnya. Dulu halaman rumah kakek adalah tempat bermain

kami, setiap pulang sekolah kami biasanya akan pergi ke hutan untuk memanah

burung dan tupai atau pun hanya sekedar untuk mencari buah-buahan hutan yang

bisa kami santap dan sore harinya kami akan membuat lapangan bola mini di depan

rumah kakek. “hahaha sungguh sebuah kenangan yang indah, andai saja waktu bisa

diulang” aku tertawa sendiri mengenang kenangan itu, tapi aku merasakan ada

sesuatu yang aneh dari desa ini, sudah tiga hari aku di sini tapi tak ada satu pun

anak-anak desa yang menjadi bocah petualang seperti kami dulu, bahkan halaman

rumah kakek sudah penuh ditumbuhi rumput begitu juga dengan buah jambu yang

ada di halaman kakek banyak yang berjatuhan ke bawah karena tidak ada yang

mengambil nya. Padahal zaman kami dulu halaman kakek tidak sempat ditumbuhi

rumput karena kami selalu bermain di sana, begitu juga dengan jambunya, kakek

sampai memarahi kami karena jambu yang kami ambil masih putik kecil. Aku jadi

heran apa alasan anak-anak ini tidak se gragas kami dulu. “Hayoo kamu lagi

miikirin cewe ya.” Entah dari mana datangnya, kakek tiba-tiba menepuk

punggungku dan membuat ku kaget “Astaga kek hampir saja aku jungkir balik ke

depan.” “Hahahaha maaf ya, kakek cuma bercanda. Tapi kamu lagi mikirin apa

kenapa serius sekali?” “Aku lagi bingung aja kenapa dari kemarin gak ada anak-


anak yang main di depan rumah kakek padahal dulu ini tempat main favorit anak-

anak.” “Anak-anak sekarang berbeda sekali dengan zaman kamu dulu. Anak


sekarang waktu siang hari mereka lebih suka main di rumah dan malam hari baru

mereka akan keluar.” “Kenapa gitu kek? “Entahlah, kakek juga tidak tau alasannya,

kenapa tidak kamu cari tau sendiri dan kalau kamu sudah tau penyebabnya cobalah

untuk mengajak anak-anak itu bermain di halaman depan. Kakek sudah lama tidak

melihat anak-anak bermain di depan rumah ini, rasanya sunyi sekali.”

Tampak raut sedih terpancar dari wajah kakek. Ya wajar saja jika kakek

kesepian, nenek sudah lama meninggal, ibu dan ayah jarang mengunjungi kakek

karena sibuk bekerja, satu-satunya penghibur kakek di sini adalah anak-anak yang

sering bermain di depan rumah. Wajah sedih kakek membuat ku frustasi, maka

setelah sholat maghrib kuputuskan untuk mengelilingi desa dan mencari tau apa

penyebab anak-anak sudah jarang berkeliaran. “Kek aku pergi keluar sebentar ya,

mau mencari angin segar.” “Iya, hati-hati di jalan jangan pulang terlalu larut.”

Baru sekitar lima ratus meter jarak ku dari rumah aku sudah melihat ada

beberapa kelompok anak-anak dengan rentang usia yang bervariasi, bahkan jika

tebakan ku tidak salah ada anak yang berumur sekitar enam tahunan. Aku sangat

senang akhirnya bisa melihat anak-anak ini tapi ada yang aneh juga, mereka terlihat

bermain bersama tapi juga terlihat tengah asik sendiri sebenarnya apa yang sedang

mereka lakukan.

Setelah sekitar sepuluh menit aku mengamati mereka dari jauh akhirnya

kuberanikan diri untuk sekedar menanyakan apa yang sedang mereka lakukan.

“Wah kayaknya seru banget nih. Kalian lagi ngapain?” “Lagi main game lah bang

ngapain lagi.” “Kalau abang boleh tau, game apa namanya kayaknya seru banget?”

“game mobile legend masak abang gak tau sih, kan ini game udah viral banget.”

Kayaknya aku selama ini terlalu sibuk kuliah sampai tidak tau kalau ada game yang

namanya mobile legend. Kalau ku lihat sekilas game nya memang terlihat menarik

tapi apa anak-anak ini tidak lelah menatap layar handphone selama berjam-jam, aku


saja orang dewasa rasanya sangat lelah berada di depan layar komputer selama dua

jam lebih.

Setelah kuamati, semakin malam semakin banyak anak-anak yang keluar

rumah untuk bermain handphone bahkan orang dewasa juga sibuk dengan

handphone nya masing-masing. Sepertinya aku jadi tau alasan kenapa tidak ada lagi

anak-anak yang bermain di depan rumah kakek. “Haaahh... miris sekali di usia

mereka yang sekarang seharusnya mereka puaskan untuk menjelajahi alam dan

bermain bersama. Kenangan indah seperti apa yang akan mereka dapat jika hanya

sibuk bermain handphone.” Aku bergumam sendiri meluapkan kekesalanku. “Ardi

hey Ardi.” Sepertinya ada yang memanggil namaku tapi siapa, aku melihat ke kiri

dan ke kanan tidak ada siapa-siapa bulu kuduk ku jadi merinding. “Hey sini di

belakangmu.” Suara itu terdengar lagi dan menyuruhku untuk melihat kebelakang,

sebenarnya aku takut tapi ku coba perlahan-lahan menghadap kebelakang dan

“BAAA... kaget kamu.” “Astagfirullah. Kamu siapa jangan ngangetin gitu dong,

kalau saya jantungan gimana.” Rasanya aku kaget setengah mati untung saja aku

tidak punya riwayat penyakit jantung. “Hahaaha jangan marah gitu dong kan aku

cuma bercanda, lagian kamu juga kenapa jalan sambil ngoceh-ngoceh gak jelas.”


“Eh kedengeran ya?” “Enggak kedengeran sih tapi keliatan mulut kamu komat-

kamit gak jelas.”


Syukurlah ocehan ku tadi tidak terdengar oleh orang ini tapi siapa orang ini

kenapa dia akrab banget sama aku. “Tapi maaf sebelumnya nih, kamu siapa ya?”

“Astaga Ardi tega banget kamu lupa sama aku. Ini Aku Dani sahabat karib kamu.”

Dani? Ku coba untuk mengingat nama itu dan booom aku mengingat nya. Rizki

Ramdani atau yang biasanya ku panggil Dani adalah teman karib ku waktu SD kami

selalu kemana-mana berdua bahkan orang-orang mengira kami adalah saudara

kandung. Tapi sayang, waktu SMP Dani memutuskan untuk pindah ke kota lain ikut

pamannya. Jadi kami harus terpisah dan tidak bisa saling menghubungi. “Dan,

kamu udah lama di sini?” “Hmm... udah sekitar lima bulanan sih. Di kota susah

nyari pekerjaan makanya aku balik lagi ke sini ngurusin kebun bapak. Kalau kamu


sendiri kapan pulang?” “Aku udah sekitar tiga hari sih di sini.” “Ngomong-

Ngomong tadi kamu ngapain sama anak-anak di sana?” “Bukan apa-apa sih aku


cuma liatin mereka main game.” “Anak-anak sekarang beda ya sama zaman kita

dulu, mereka sekarang lebih akrab sama handphone, bahkan mereka gak tau cara

nya main gasing. Selama lima bulan aku di sini gak pernah aku ngeliat anak-anak

main di alam kayak kita dulu, andai aja ada cara untuk lepasin anak-anak ini dari

gadget.”

Dani kelihatannya sangat kecewa sekali dengan perubahan di desa ini. Tidak

ada lagi suara ribut dari anak-anak yang sibuk bermain. Tak sadar kami sudah

terlalu lama berbincang malam pun semakin larut. “Eh Dan, aku pulang dulu ya

udah malam banget ini kasian kakek di rumah nungguin.” “Eh iya, aku juga mau

pulang ibuk sama bapak juga udah nungguin. Besok-besok kita ngobrol lagi ya.”

“Hahah... oke bro.” “Ardi, kamu kalau mau main ke rumah, rumah ku masih yang

lama kok. Kapan-kapan mampir ya ibuk kangen banget sama kamu.” “Siap-siap

kapan-kapan aku mampir.”

Setelah perjalanan yang cukup melelahkan akhirnya aku sampai juga

kerumah kulihat kakek sudah tidur. Awalnya aku memang ingin beristirahat tapi

entah kenapa aku terus terpikir perkataan Dani tadi, tampaknya dia sangat kecewa

melihat anak-anak sekarang yang bahkan tidak tau bagimana cara bermain gasing.

Pukul satu pagi aku masih belum bisa tidur, aku masih memikirkan bagaimana

caranya supaya kami bisa mengajarkan anak-anak ini permainan tradisional, entah

dapat mukjizat dari mana tiba-tiba mataku melihat untaian bendera merah putih

yang terikat bambu kuning di ruang tamu sepertinya bendera itu sengaja

disenderkan kakek di sana untuk menyambut hari kemerdekaan beberapa hari lagi.

“Astaga kenapa aku tidak memikirkan itu dari tadi, benar sebentar lagi tujuh

belasan, aku bisa memanfaatkan momen itu.” Aku senang sekali aku harus

memberitahu Dani besok pagi-pagi sekali. Jam sudah menunjukan pukul delapan

pagi aku sudah tampil rapi dan akan pergi ke rumah Dani. “Rapi sekali kamu pagi

ini mau pergi kemana?” tanya kakek “Ardi mau pergi ke rumah Dani, kek ada


urusan sedikit.” “Oh yasudah hati-hati di jalan.” Setelah berpamitan kuputuskan

untuk langsung menuju rumah Dani.

“Assalamualaikum. Dani.” “Waalaikumsalam, eh nak Ardi. Ayo masuk-masuk

silahkan duduk.” “Makasih bu, maaf mengganggu pagi-pagi.” “Ah biasa saja kok.

Kamu nyari Dani ya, bentar ibu panggilkan.’Tidak lama setelah itu Dani pun keluar

sambil membawa pisang rebus dan dua gelas teh hangat. “Eh gak usah repot-repot

Dan.” “Ah biasa aja kok. Ngomong-ngomong ada hajat apa nih pagi-pagi ke sini?”

“Gini terkait pembahasan kita semalam. Aku punya ide untuk ngenalin permainan

tradisional ke anak-anak.” “Wah gimana tuh caranya?” Dani bertanya dengan wajah

sumringah. “Gini Dan, bentar lagi kan tujuh belasan nah gimana kalau kita

manfaatin momen tujuh belasan itu, kita isi dengan lomba permainan tradisional.

Orang tua dan anak-anak boleh ikut main.” “Wah ide bagus tuh, ayok deh kita pergi

ke rumah pak RT biar beliau yang urus keperluannya.”

Akhirnya setelah persiapan panjang sampai lah kami di hari H. Di luar

dugaan ternyata anak-anak sangat antusias sekali ramai sekali orang yang

datang.”Oke adik-adik semua sesuai dengan pengumuman pak RT, kita hari ini akan

mengadakan perlombaan. Kakak sudah menyiapkan beberapa permainan ada

lompat tali, tangkap maling, adu gasing dan banyak lagi tapi sebelum dimulai mari

kita lihat dulu tata cara mainnya dari kak Dani.” Dani terlihat sangat senang saat

mengajarkan anak-anak bagaimana cara bermain permainan tradisional.

Ternyata usaha kami tidak sia-sia. Anak anak terlihat sangat antusias

walaupun awalnya mereka terlihat kesulitan tapi pada akhirnya mereka semakin

bersemangat sampai kami kewalahan. Kakek pun terlihat sangat senang saat

melihat anak-anak memainkan permainan tradisional lagi “Wah sudah lama kakek

enggak melihat permainan ini dimainkan anak-anak, rasanya seperti balik ke zaman

kakek kecil dulu. Ardi, Dani terimak kasih ya, nak.”

Posting Komentar

0 Komentar