Reruntuhan Tamsil - M Zhafran Devarma

 


SMP IT Imam An Nawawi Pekanbaru

Reruntuhan Tamsil

karya : M Zhafran Devarma
Di bumi ini, aku ingin menjadi tuan bagi burung-burung
hinggap di batang, di atas bukit-bukit fikrah
melintasi peradaban di antara tulang-tulang daun kelapa
menyapa mantra anak cucu Adam yang barang tentu tak tersentuh kaki langit.

Lantas sepanjang dadaku masihlah lautan
kesiut angin tiada surut menerpa layar
sebelum pulau-pulau kesedihan bersujud di bawah terompahku
aku ini penyair sunyi memenggal malam panjang tempat sembab mencuat
menatah dua kubu di huma sepasang insan
memilih mana untung—memilah apa itu buntung
tanganku layaknya seribu cermin merias waktu dari percakapan yang runtuh.

Di sepanjang langit aku menghitung perempuan yang mengandung kesedihan
menabung mendung dalam kisah-kisah usang
menunggu magrib dengan hidangan hening
dan melahirkan sesenggukan di tengah malam yang patah.

SMP IT Imam An Nawawi Pekanbaru

Maka dari kulit-kulit kayu, aku menulis cinta melalui binar bintang
mememetik kata pelantun nan tua, menyulam syair-syair ranum paling aduhai
menghidupi dada yang lampus.
Aku mencari huruf-huruf mati di secangkir kopi, membakarnya di atas tungku
diksi
matang sebagai puisi untuk dicicipi dan dikuliti

Sastra begitu purba
sedang aku hanya musim yang tak pernah dihafal
saban hari mendaur ulang perasaan
meluapkan gundah gulana dalam untaian
melawat perempuan bermata hujan
sebab takdirku adalah piutang—luput dari tangan pembesar
kulunasi dengan upeti-upeti puitik.

Barangkali...perlombaan memenangkan validasi
adalah panggung yang sebenarnya gagal kita megahkan
kita berpura menjadi kumbang yang mencintai tanah
namun meludahi bunga-bunga
demi puji bibir:
Siapa paling penyair


Posting Komentar

0 Komentar