Pergi ke pasar membeli pinang,
Pinang dijual di tepi kali.
Kalau hendak hidup tenang,
Jagalah tutur dalam diri.
Begitulah sepenggal pantun yang sejak dahulu hidup di tengah masyarakat Melayu yang merupakan sebuah warisan sastra lisan yang tak lekang dimakan zaman. Pantun merupakan puisi rakyat yang tiap baitnya terdiri atas empat baris. Karya ini telah ada sejak lebih dari lima abad yang lalu, berakar dari tradisi lisan masyarakat Melayu yang gemar berbalas kata dengan santun dan berirama. Kata pantun sendiri berasal dari bahasa Minangkabau yang berarti penuntun atau petunjuk, yang berfungsi menyampaikan nasihat dan panduan hidup.
Dalam satu bait pantun, terdapat empat baris yang memiliki pola sajak a-b a-b. Dua baris pertama disebut sampiran, berfungsi sebagai pengantar atau pembuka suasana, sementara dua baris terakhir disebut isi, yang mengandung makna, pesan, atau nasihat yang ingin disampaikan. Setiap baris biasanya terdiri atas delapan hingga dua belas suku kata, dengan jumlah kata antara empat hingga enam kata. Struktur yang sederhana namun teratur ini menjadikan pantun terasa indah dan mudah diingat.
Pantun memiliki beragam jenis sesuai dengan tujuannya. Ada pantun nasihat yang mengajarkan kebaikan dan sopan santun, pantun jenaka yang mengundang tawa dan keakraban, pantun agama yang menanamkan nilai keimanan, serta pantun sindiran yang menyampaikan pesan dengan halus tanpa menyinggung perasaan. Keunikan pantun terletak pada kemampuannya menyampaikan makna yang dalam melalui bahasa yang indah dan berirama.
Bagi masyarakat Melayu, pantun bukan sekadar rangkaian kata, melainkan cerminan budi pekerti dan kearifan lokal. Melalui pantun, orang Melayu belajar menyampaikan pesan dengan sopan, menasihati tanpa menggurui, dan menegur tanpa menyakiti. Pantun menjadi media komunikasi yang lembut namun penuh makna, sarana mengikat rasa, serta wadah menyampaikan nilai-nilai kehidupan dari generasi ke generasi.
Pantun mengajarkan kita bahwa dalam berbahasa harus ada keindahan, kesantunan, dan ketepatan makna. Ia adalah denyut sastra lisan yang menandai betapa kaya dan luhur budaya bangsa. Di tengah derasnya arus modernisasi, keberadaan pantun menjadi pengingat agar kita tidak kehilangan akar kebudayaan sendiri.
.png)
0 Komentar