Reruntuhan Tamsil - Tio Rabbani Varino


 SMP IT Imam An Nawawi Pekanbaru


Reruntuhan Tamsil

karya : Tio Rabbani Varino

Di bumi ini, aku ingin menjadi tuan bagi burung-burung

hinggap di batang, di atas bukit-bukit fikrah

melintasi peradaban di antara tulang-tulang daun kelapa

menyapa mantra anak cucu Adam yang barang tentu tak tersentuh kaki langit.


Lantas sepanjang dadaku masihlah lautan

kesiut angin tiada surut menerpa layar

sebelum pulau-pulau kesedihan bersujud di bawah terompahku

aku ini penyair sunyi memenggal malam panjang tempat sembab mencuat

menatah dua kubu di huma sepasang insan

memilih mana untung—memilah apa itu buntung

tanganku layaknya seribu cermin merias waktu dari percakapan yang runtuh.


Di sepanjang langit aku menghitung perempuan yang mengandung kesedihan

menabung mendung dalam kisah-kisah usang

menunggu magrib dengan hidangan hening

dan melahirkan sesenggukan di tengah malam yang patah.


SMP IT Imam An Nawawi Pekanbaru


Maka dari kulit-kulit kayu, aku menulis cinta melalui binar bintang

mememetik kata pelantun nan tua, menyulam syair-syair ranum paling aduhai

menghidupi dada yang lampus.

Aku mencari huruf-huruf mati di secangkir kopi, membakarnya di atas tungku

diksi

matang sebagai puisi untuk dicicipi dan dikuliti


Sastra begitu purba

sedang aku hanya musim yang tak pernah dihafal

saban hari mendaur ulang perasaan

meluapkan gundah gulana dalam untaian

melawat perempuan bermata hujan

sebab takdirku adalah piutang—luput dari tangan pembesar

kulunasi dengan upeti-upeti puitik.


Barangkali...perlombaan memenangkan validasi

adalah panggung yang sebenarnya gagal kita megahkan

kita berpura menjadi kumbang yang mencintai tanah

namun meludahi bunga-bunga

demi puji bibir:

Siapa paling penyair

Posting Komentar

0 Komentar