Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2025

Di antara Abu dan Tinta - Zahra Alya Hermansyah

Gambar
Di antara Abu dan Tinta Tangan keriput itu bergetar menggengam pena. Namun, setiap goresan yang tercipta begitu anggun, sarat makna. Di rumah kecil yang lebih mirip gudang tua, berdinding kayu lapuk, dan beratap seng berkarat, tersimpan ratusan karya tulis yang begitu berharga dan keberadaannya diburu oleh sekutu. Pada zaman itu, pena lebih ditakuti dibandingkan senjata. Rambutnya yang telah memutih memantulkan cahaya lembut dari celah- celah dinding, menciptakan siluet tenang di pagi yang dingin. Namanya tak tercatat dalam buku sejarah, tetapi jejaknya tertanam dalam hati penduduk desa kecil ini. Ia adalah Kusuma Wijaya, lelaki tua yang hidupnya diabdikan untuk kata-kata yang tiap goresnya menyimpan semangat dan harapan sebuah bangsa. Ia duduk tenang di kursi goyang usang, ditemani aroma kopi yang menggantung hangat di udara. Rumah itu sunyi, hanya suara kursi kayu yang berderit lembut dan kicauan burung pagi yang menyambut hari. Di sudut ruangan, lemari-lemari tua dipenuhi buku dan k...

Jam Petang di Gubuk Jepang - Tristan Andersen Yang

Gambar
Jam Petang di Gubuk Jepang Sekompi tentara Jepang di Selat Panjang sedang sibuk-sibuknya. Seorang komandan peleton mengonggong-gonggong perintah kepada siapapun itu. Aku tidak begitu mengerti bahasa Jepang, tetapi ia memerintahku untuk masuk ke truk dan memutar kunci. Tampaknya Tentara ke-25 Jepang diluncurkan ke Sumatera Barat oleh Tanabe dan kini Selat Panjang akan menjadi negeri tak bertuan. Aku yang hanya supir tidak tahu, apakah hal ini baik atau buruk. Benar, rakyat disini tidak harus menghadapi kebiadaban Jepang, tetapi negeri tak bertuan rentan dijajah rakyatnya sendiri. Mereka akan saling makan memakan, sampai mereka kenyang dan gemuk, sampai terbunuh lagi. Demikianlah pemikiranku dan sekarang kami telah sampai di pelabuhan. Kupantau-pantau, mungkin selusin kapal angkutan Jepang sudah berjejer di cakrawala. Yah, inilah mungkin terakhir kali aku akan bertemu si Goro dan senapan Arisaka-nya. Semenjak aku masih mulai menyupir kompinya, ia sering memberiku sebagian dari ransumnya ...

LEGENDA SUNGAI KEMBUNG - Tina Murdiati

Gambar
LEGENDA SUNGAI KEMBUNG Desa Tanjung Kudus gempar. Seorang mahasiswa tenggelam di sungai Kembung dan seorang temannya ikut terjun dan menyelam ke dasar sungai untuk mencari.. Tuk Salim, tetua kampung menolong dengan kekuatan batinnya. Senja kali ini di desa Tanjung Kudus tampak lebih anggun menyambut kedatangan Arif dan kawan-kawannya. Rombongan mahasiswa dari kota Pekanbaru yang ingin melakukan penelitian di desa Tanjung Kudus. “Jadi tujuan kami berkunjung ke desa Tanjung Kudus ini untuk melaksanakan tugas kuliah yaitu menggali informasi tentang sastra lama yang ada di desa Tanjung Kudus ini. Seperti yang kita ketahui,desa Tanjung Kudus memiliki berbagai kearifan lokal dan pantang larang yang masih dijaga dan dipelihara oleh masyarakat. Kami sebagai generasi muda sangat tertarik untuk mempelajarinya.” Arif berkata dengan sopan. “Kami juga ingin membangkitkan kembali sastra lisan yang ada di kampung ini. Kami akan menemui para tetua kampung dan mengunjungi tempat-tempat yang memiliki le...

Goresan Jiwa di Dinding Gua - Siti Nur Ma'rufa

Gambar
Goresan Jiwa di Dinding Gua Di sebuah Desa terpencil di Riau, tinggal seorang gadis muda bernama Ranti. Dia adalah putri dari kepala suku di Desa tersebut. Ranti hanya tinggal bersama ayah dan neneknya saja. Ibunya Ranti sudah lama meninggal dari sejak Ranti berumur 9 tahun. Ranti juga anak yang ceria walaupun sedikit penakut, tapi rasa takutnya akan ditepiskan Ranti demi memuaskan rasa penasarannya terhadap sesuatu. Ranti juga selalu antusias dalam mendengarkan kisah-kisah kuno dari neneknya. Suatu hari, ketika Neneknya jatuh sakit, ia berpesan, "Ranti, di dalam gua sebelah barat hutan, terdapat lukisan kuno yang menggambarkan asal-usul kita. Namun, tidak banyak yang mampu membacanya lagi.” “Apakah Nenek salah satu orang yang bisa membacanya?” tanya Ranti setelah ia mendengar perkataan Neneknya tersebut. “Iya cucuku, Nenek adalah salah satu orang tersebut” mendengar jawaban dari Neneknya Ranti semakin kagum melihat Neneknya itu. Penuh rasa penasaran, Ranti memutuskan untuk menjel...

Menyulam Cerita Terakhir - Shalsa Billa Siregar

Gambar
Menyulam Cerita Terakhir, Di balik Bayang Ibu Langit sore itu mendung layaknya hati duka yang kini mulai mengepul di dalam lara. Di rumah kayu sederhana dengan hamparan rumput indah rasanya tak mampu menghibur dirinya barang sedetik pun, Prana duduk di depan rumahnya dengan nafas tertahan, memaksa dirinya untuk tabah atas kejadian yang kini menimpa dirinya. Tangannya gemetar memegang erat buku catatan yang mulai kusam, tiap helainya seolah begitu berharga seperti sisa-sisa napas terakhir yang tertinggal dari seseorang yang berarti dihidupnya. Ibunya, wanita yang menjadi rumah untuk bahasa pertamanya, rumah dari setiap kata indah yang keluar dari mulutnya dan rumah untuk setiap cerita panjang yang telah ia rangkai sepanjang hidupnya. Namun, garis takdir seolah tak sejalan dengannya, memutuskan sulaman cerita mereka berdua begitu cepat. Ibunya, telah berpulang sehari sebelumnya. Prana mencoba mengingat kilas balik kepergian ibunya semalam, Suara ibunya yang lirih tatkala maut menghampiri...

Meniti jejak dengan pena - Ririn Khairunnisa

Gambar
MENITI JEJAK DENGAN PENA Di usia yang sudah memasuki fase remaja ini, ada banyak hal yang selalu mengusik hati dan pikiran. Tentang bagaimana orang-orang di sekitar bersinar dengan segudang prestasinya. Dan tentang rasa rendah diri yang kian menggerogoti kepercayaan diri untuk mencoba hal baru. Poster lomba menulis bertema budaya menggantung di papan pengumuman, Seruni jadi teringat dengan neneknya yang suka sekali menenun pakaian menggunakan alat tenun tradisional. Seruni menatap poster lomba di depannya dengan perasaan tak karuan. Jantungnya berdegup kencang. Di dalam lubuk hati paling dalam, ingin sekali dirinya mengikuti perlombaan itu. Namun, rasa tidak percaya diri kini kembali mencekiknya. Bagaimana jika ia gagal? Itu pasti akan sangat memalukan. Dengan langkah gontai, ia pergi meninggalkan tempat itu dengan hati penuh keraguan. "Run!" teriak Aida tak jauh dari tempatnya berdiri. "Ada masalah apa? Lesu sekali kelihatannya." Aida merangkul pundak Seruni dengan...

Putri Lanjung - Putri Hidayanti Nasution

Gambar
Putri Lanjung Oleh: Putri Hidayanti Nasution Matahari mulai turun ke arah barat membuat sinar di bumi perlahan menghilang. Seorang wanita paruh baya tengah sibuk menyalakan lampu teplok untuk menerangi sekitaran rumahnya. Rumah sederhana yang berada di pinggiran kota Siak, lebih tepatnya desa Lanjung. Rumah yang hanya terbuat dari papan kayu yang sudah lapuk, dengan atap genteng yang telah lama mengelupas dan membiarkan air hujan menetes lembut ke dalam ruangan. Lantai tanah yang bewarna cokelat kehitaman akibat jejak waktu dan langkah kaki yang tak terhitung. "Mak, di mano Aminah? Apo dio tak pogi ke dusun seboang hari iko?" Suci muncul tiba-tiba, seperti angin yang berhembus tanpa tanda, mengejutkan Mak Farida, sosok yang akrab disapa Mak Ida. Mak Ida menarik napas panjang, mengusap dadanya perlahan untuk meredakan debar yang timbul, lalu dengan lembut menepuk lengan Suci. "Tak elok diko mangojutkan owang tuo, Uci." ucapnya sambil tersenyum kecil, menyembunyikan r...

Buriang - Pusvi Defi

Gambar
Buriang Malam yang dingin, angin menghunus bak pisau belati—mengiris tiap luka di hati. Detak jam menunjukkan pukul dua belas malam, lelaki bergalembong hitam itu telah ditikam dendam. Liar matanya menatap jauh ke batas langit yang muram, kepiluan hati tertusuk sembilu enggan redam—sebelum gadis berambut sepinggang mayang itu dirasuk bunian *** Kisah ini berawal dari beberapa tahun silam ketika separuh purnama berhasil menaruh benih asmara di hati Buriang, lelaki buruk rupa keturunan suku Sakai yang menetap tinggal di Desa Mempura. Ia jatuh cinta pada Halimah, kembang desa—anak saudagar kaya di kampungnya. Saban hari Buriang bekerja sebagai pemanjat pohon kelapa. Kadang mencari kayu bakar di hutan, kadang pula menakik getah. Apa pun ia lakukan, asal dapat sepinggan makan. Dari semasa dulunya, Buriang dan keluarganya sudah lama tingga di rumah Ampar Labu beratap daun-daun nipah peninggalan masyarakat suku Sakai yang telah menua. Namun sejak hutan rimba kedatangan orang kota, banyak suku...

Siasat Bahar Merawat Tradisi - Prayogi Hadi Santoso

Gambar
Siasat Bahar Merawat Tradisi Sudah pukul sebelas lebih tiga puluh menit. Biasanya rumah-rumah di Kampung Terubuk telah gelap total sejak setengah jam yang lalu akibat pemadaman listrik. Alasannya sebab di kampung ini masih sulit diakses oleh jalan yang membuat proyek pemasangan tiang listrik terhambat. Jadi mereka memakai generator sebagai pembangkit listrik. Kalau diamati baik-baik, terdapat satu rumah di wilayah pesisir paling utara tampak masih ada sedikit cahaya yang keluar dari sela-sela tingkap. Saat pukul dua dini hari atau lebih, barulah rumah panggung yang menjorok mendekati tepi pantai itu benar-benar gelap gulita. “Masih belum juga lengser dari bangku kerjanya. Sudah malam ke berapa ini? entah apa yang dibuatnya dalam remang-remang kamar kelamnya itu tiap malam.” Alina tanya penasaran dalam hatinya melihat aktifitas malam-malam ayahnya, Bahar. Semenjak ditinggal istrinya, Bahar lebih sering bermalam di depan meja kerja lapuk di dalam kamarnya. Banyak tulisan yang ia buat, la...

Budaya Terwaris Melaui Kata - Nur Aina

Gambar
Budaya Terwaris Melalui Kata Di Pulau Jawa tepatnya di Desa Wonosari, hiduplah seorang penulis muda bernama Dina. ia merupakan gadis kecil yang berusia 13 tahun. Dina tumbuh dalam lingkungan yang sarat dengan nilai-nilai budaya lokal. Setiap hari, Dina selalu mendengarkan kisah-kisah menarik dari neneknya tentang desa mereka. Hingga suatu hari, Dina terinspirasi untuk menulis sebuah buku yang menggambarkan kekayaan budaya dan tradisi desa mereka dengan lebih mendalam. Dina ingin menulis sebuah buku berdasarkan informasi atau cerita-cerita yang telah ia dengarkan dari neneknya. Dengan pena kecil yang tergenggam erat di tangannya, Dina menulis sebuah kisah indah di depan teras rumah yang rindang. Nenek yang melihatnya pun langsung datang menghampiri Dina. "Dina, apa yang sedang kamu lakukan? Apakah nenek boleh melihatnya?" ucap nenek sambil duduk di samping Dina. "Tentu, Nek. Lihatlah apa yang aku tulis di lembar kecil buku ini," balas Dina sambil memperlihatkan gores...

Nelva Trimafia - Langkah Kecil Menuju Papan Tulis Impian

Gambar
Langkah Kecil Menuju Papan Tulis Impian Langit pagi diujung desa tampak malu-malu menyapa, seolah tahu bahwa hari ini adalah awal perjuangan panjangku. Aku, Nelva, gadis sederhana dari keluarga petani karet, menyimpan satu mimpi yang terus tumbuh sejak aku duduk dibangku SD: menjadi seorang guru. Sejak kecil, aku sering duduk dipojok kelas, mengamati ibu Yuni menulis di papan tulis sambil menjelaskan pelajaran dengan penuh semangat. Bagiku, menjadi guru bukan sekedar pekerjaan, melainkan pangglan hati. Aku ingin menjadi guru seperti ibu Yuni menyalakan harapan dihati anak-anak desa kami yang sering dipadamkan oleh keterbatasan. Namun, jalan menuju mimpi itu tidak mudah. Ayah dan Ibu bukan orang yang berada. Ayah bekerja sebagai petani dan penyadap getah karet. Setiap hari, sebelum matahari terbit, ia sudah berjalan ke kebun dengan membawa pisau kecil toreh dan ember kecil. Di tengah kabut pagi dan dingin Yang menusuk, Ayah menoreh batang demi batang pohon karet dengan sabar. Tangannya ...